#1 Master & Slave
Lagi-lagi
mimpi ini, aku yakin ini mimpi yang sama. Tanganku meraih apapun yang bisa ku
temukan di sekelilingku—tembok berlumut yang sama, permukaan kasar yang sama
dan suasana gelap yang sama. Mataku sama sekali tidak bisa melihat apapun
kecuali sebuah bayangan, di ujung lorong, bayangan seseorang yang wajahnya sama
sekali tidak terlihat. Aku berlari kearahnya, tapi sejauh apapun aku berlari,
aku tetap tidak berpindah dari posisiku, aku tetap disini dan orang itu jauh di
sana.
Suara
petir membangunkanku, aku bisa melihat gemerisik hujan dan angin lewat jendela
besar yang tepat berada di atas kepalaku. Hhh,
aku benci hujan. Aku mengubah posisi tidur dan menarik selimut. Baru
beberapa detik memejamkan mata, aku merasakan seseorang menaiki tempat tidurku,
tak cukup hanya menarik—orang itu sampai membuang selimutku ke ujung lain
ruangan. Aku menggeram, tapi itu tidak mengehentikannya. Ia menahan bahuku,
menarik turun piyamaku sampai bahuku terlihat jelas, dan aku merasakan rasa
sakit yang sudah sangat familiar. Rasa sakit dari tancapan sepasang taring
runcing dan lidah yang mengisap darah segar yang mengalir terus menerus.
Aku
tidak tau sudah berapa lama waktu berlalu. Sengatan di bahuku terasa jelas. Ia
belum behenti menghisap darahku sementara aku bisa merasakan tubuhku semakin
lemas, nafasku memburu dan mataku semakin berat. “Choi- CHOI ZELO! Berhenti!!!”
Aku menarik rambutnya, menahan kepalanya yang semakin lama semakin tenggelam di
balik bahuku. Aku berusaha mendorongnya tapi ia malah menahan tanganku dan
semakin menekan tubuhnya di atas tubuhku agar aku tidak banyak bergerak. “Kalau
kau tidak berhenti sekarang, aku benar-benar akan membunuhmu!” Aku merasakan
lidahnya menyapu leherku sebelum ia bangun dan berlutut tepat di atasku.
Aku
yakin bukan ancamanku yang membuatnya berhenti, ia hanya berhenti jika ia
benar-benar sudah puas. Bagaimana aku tau jika ia sudah puas? Matanya akan
berkilat-kilat dan senyumnya akan melebar sampai aku bisa melihat taringnya kembali
masuk dan berganti dengan taring manusia normal.
Nafasku
terengah, aku bisa merasakan keringat yang mengalir turun dari dahiku. Zelo
berdiri, ia mengambil selimut yang diempaskannya tadi dan melemparnya padaku.
Tanpa mengatakan apapun dia menghilang. Aku muak. Aku benci hidupku. Ku elus
bekas luka dari tancapan taring Zelo yang mulai memudar. Dan aku tidak bisa
menahannya lagi, ku taruh kedua tanganku menutupi wajah dan menangis dalam
diam.
***
Kata
nenek ku, kaluarga kami adalah keluarga terkutuk—keluarga yang telah terkena
kutukan selamanya. Artinya, dari generasi ke generasi akan mendapatkan kutukan
yang sama, yakni menjadi budak darah bangsa vampire. Lebih spesifiknya lagi budak
Keluarga Choi, salah satu dari sedikit keluarga vampire origin atau ras murni
yang masih tersisa. Aku tidak tau ada berapa relatif Zelo, yang kudengar dari
nenekku, Zelo adalah generasi ke-46 dan setengah dari generasi tersebut masih
bertahan hidup sampai sekarang. Iya, gila! Aku saja tidak bisa menghafal nama
tetanggaku, tidak bisa terbayangkan mengenal banyak relatif dari 23 generasi.
Umur mereka pasti sudah bertahun-tahun, tidak diragukan lagi.
Shock?
Saat pertama kali mengetahui segala hal tentang vampire ini aku juga shock.
Orang tuaku sudah tidak ada sejak aku lahir dan sepanjang yang kuingat aku
selalu bersama nenek ku. Hingga saat umurku tepat 16 tahun, dengan wajah
keriputnya—yang selalu terlihat lesu seakan beliau menanggung berjuta-juta
beban di bahunya, mengatakan padaku bahwa aku adalah penyedia darah hidup untuk
tuan muda yang umurnya juga baru saja mencapai 16 tahun..
Konon,
setiap keluarga vampire origin melahirkan seorang anak, kelurga budak juga akan
melahirkan seorang anak yang akan menjadi Claretic
atau penyedia darah bagi vampire new born itu. Saat keduanya mencapai umur 16
tahun, mereka akan dipertemukan. Sebelum umurnya mencapai 16 tahun, vampire new
born harus bergantung dari darah orang tuanya dan juga darah binatang primitif.
Baru setelah mencapai umur yang tepat vampire new born sudah menjadi vampire
dewasa dan berhak meminum darah manusia. Tapi karena vampire ras murni harus
“menjaga” kemurnian mereka, karena itu mereka hanya meminum darah satu manusia
seumur hidup mereka. Manusia yang otomatis sudah menjadi pasangan atau Claretic
akan otomatis abadi karena tugasnya hanya satu, menyediakan darah untuk
tuannya.
Yang
menurutku benar-benar bodoh. Kenapa satu manusia harus mendedikasikan seluruh
hidupnya hanya untuk vampire yang terus saja melukai dirinya? Dalam sehari Zelo
bisa menghisap darahku sampai lima kali! Ia pernah menghisap darahku sampai 10
kali dan aku tidak bisa bangun keesokan harinya. Vampire punya kebiasaan khusus
setelah selesai menghisap darah ia akan menjilat bekas tusukan tariknya dan
luka itu akan sembuh dalam sepersekian detik. Tapi, walau lukanya hilang,
bagiku rasa sakitnya akan terus tertinggal dan membesar seiring waktu.
***
Kehidupanku
yang dulunya sederhana, tinggal di pedesaan, pergi ke sekolah sederhana dan
menikmati keindahan alam berbanting terbalik setelah aku bertemu vampire itu.
Aku harus pindah ke Gangnam, distrik paling besar di Korea Selatan. Dihadapkan
dengan khalayak ramai dan gedung pencakar langit. Belum lagi pergi ke sekolah
mewah bernama Spectral High School. Aku bahkan tidak tau cara mengucapkan nama
sekolah ku sendiri satu bulan setelah pindah. Mungkin satu-satunya hal yang
bagus adalah aku tidak diberikan apartment yang harus kucapai dengan menaiki
lift sampai ke lanti 68. Justru aku ditempatkan di rumah minimalis yang
sederhana tapi modern dan dikelilingi pagar tinggi. Walau kadang aku berpikir,
pagar tinggi itu membuatku merasa seperti sedang dikurung. Atau mungkin untuk
mencegah vampire lain untuk mendekatiku. Entahlah aku pernah menguping
pembicaraan nenek dengan ayah Zelo—Mr. Choi, aku adalah salah satu dari sedikit
Claretic unik yang mengundang vampire
lain untuk ikut “memangsaku”.
Entahlah.
Aku
mengikat rambutku tinggi-tinggi, membiarkan wajahku mengenai sinar matahari.
Kehangatan ini adalah satu-satunya hal yang bisa mengingatkanku akan tempat
asalku. Dan juga nenek ku. Aku penasaran apa yang sedang dilakuaknnya sekarang.
Mungkin beliau sedang memetik bunga biji bunga matahari yang tiada habis setiap
hari. Aku tertawa sendiri memikirkannya.
Sinar
matahari yang tadi menghangatku wajahku kini tiba-tiba hilang, diganti dengan
sebuah bayangan yang terasa dingin. Aku mendongak, mendapati Zelo sedang
berdiri diatas gerbang sekolah dengan tulisan Spectral High School yang khas
dan gothic. Aku memutar mata dengan sebal. Ia mengedikkan kepalanya. Kode
dengan arti, “aku lapar, kemarilah.” Menyebalkan.
Kenapa
ia tidak bisa memperlakukanku seperti pasangan vampire-vampire lain? Oh apa aku
lupa menyebut bahwa 49% populasi Spectral High School adalah vampire dari
berbagai ras dan Claretic mereka. Iya,
sekolah ini tidak berfokus pada pendidikan, aku ragu bahkan mereka peduli
dengan pendidikan. Spectral High School hanyalah sebuah bangunan yang digunakan
sebagai penyamaran para vampire untuk bisa hidup diantara manusia. Cerita ini
akan semakin gila. Sungguh.
Jadi,
ada berbagai ras dari berbagai kalangan keluarga dan Negara. Seperti temanku
Hyuna yang menjadi Claretic vampire
ras Revenant dari Inggris bernam Moon Jongup. Aku yakin itu bukan nama aslinya.
Ada juga vampire ras Nachzehrer dari Jerman, ras Dhampire, Ghoul, Salvation,
sampai ras paling bawah Alter dan Outcast. Alter adalah vampire yang
mengabdikan seluruh hidupnya pada vampire lain secara suka rela sedangkan
Outcast adalah manusia yang berubah menjadi vampire karena kutukan atau sihir.
Dulu, hanya vampire ras origin lah yang memakai Claretic, tapi sekarang seluruh ras vampire juga mengikuti metode
ras origin untuk hanya bergantung pada satu manusia karena itu lebih praktis
dan tidak menyebabkan banyak keributan. Apalagi dengan zaman sekarang yang
semakin berkembang. Perseteruan antara vampire dan manusia sudah tidak popular lagi.
“Danbi!”
aku spontan menoleh ke arah suara yang memanggil namaku. Hyuna melambai dengan
tangan kanannya sementara tangan kirinya di pegang erat oleh Jongup. Aku
melambai padanya, dan sedikit tersenyum pada Jongup hanya untuk formalitas,
lalu Hyuna sudah diseret Jongup masuk aula utama gedung sekolah. Mereka adalah
pasangan vampire dan Claretic paling
dekat dan akrab yang pernah kutemui. Tidak ada sebersitpun perasaan sedih atau
sakit di wajah Hyuna. Sementara wajahku meneriakkan segala emosi yang tidak
menyenangkan.
***
Sepertinya
aku datang terlalu lama. Begitu aku pergi ke belakang gedung olahraga, Zelo
menatapku dengan tatapan tajam menusuk. Ia langsung menarik tanganku,
mendorongku sampai punggungku bertemu kontak dengan dinding, dan membuka tiga
kancing teratas seragamku sampai bagian bahuku terekspos. Tanpa aba-aba apapun,
seperti biasa, Zelo langsung menancapkan taringnya dan menyedot darah segar
yang mengalir deras. Untungnya aku sempat menahan teriakanku. Sekitar jam 3
pagi tadi ia sudah menerobos kamarku dan sekarang ia sudah butuh darah lain
padahal sekarang baru jam 8 pagi! Sebenarnya ada apa dengannya? Apa dia berniat
membunuhku? Itu tidak mungkin. Vampire origin tidak boleh kehilangan Claretic-nya
kalau mereka ingin hidup dalam waktu yang lama tanpa menjadi Alter.
Aku
dapat merasakan aliran darah di seluruh tubuhku seakan mengalir ke bahuku.
Tubuhku mulai bergetar dan aku tidak bisa menahan untuk tidak berpegangan pada
Zelo. Aku meremas bahunya dan tanpa sengaja merintih lirih. Sial, Zelo benci rintihan. Aku dapat merasakan taring Zelo menancap
semakin dalam, bukti jelas bahwa ia mendengar rintihan ku dan sama sekali tidak
menyukainya.
Sudah
berapa lama waktu berlalu? 10 menit? 20 menit? Atau setengah jam? Zelo sama
sekali belum berhenti. Aku sudah sampai di titik dimana aku berpegangan erat
pada Zelo kalau tidak ingin jatuh tersungkur karena lemas. Lebih lagi salah
satu kaki Zelo yang berada diantara pahaku seakan juga ikut menahanku agar
tidak jatuh.
Akhrinya,
aku merasakan Zelo perlahan mulai menarik lepas taringnya dan menjilat bekas
tancapannya. Begitu ia benar-benar sudah mengangkat wajahnya dari bahuku
matanya melebar, “kenapa kau menangis?”
Apa? Aku
bahkan tidak sadar mataku mengeluarkan air mata. Tanpa bisa kutahan air mataku
semakin mengalir deras dan aku mulai sesegukan. Kupikir Zelo akan langsung
pergi meninggalkanku seperti pagi tadi, tapi dia justru masih memegangiku dan menatapku
dalam. Tatapannya benar-benar bisa kurasakan walau aku menutup wajahku dengan
kedua tangan. Aku sempat membeku saat salah satu tangannya mengusap punca
kepalaku. Tanpa berani menatapnya aku menanyakan hal yang selalu ingin ku
tanyakan selama ini, “kenapa kita tidak bisa bersikap seperti pasangan lain?”
Butuh
waktu beberapa detik sampai aku mendengar suaranya, tapi aku tidak bisa
mendengarnya dengan jelas, aku hanya mendengar dengungan karena tiba-tiba
pandanganku berubah gelap.
To be continued ...
Next Chapter ...
Comments
Post a Comment