Skip to main content

[CERPEN] CRUSH




Dengan ekspresi aneh Kres memandangi ibunya yang tergeletak begitu saja di atas sofa. Terdengar dengkuran halus dan bukannya dengkuran kasar, keras dan serak seperti biasanya yang kadang membuat Kres berpikir, sebenarnya pekerjaan apa yang dilakukan ibunya setiap larut malam hingga senja?

Kres mengangkat—setengah menyeret ibunya ke dalam kamar sambil berusaha menahan nafas, ibunya selalu berbau menyengat. Bau menyengat yang sama sekali tidak disukai Kres. Bau menyengat yang membuat Kres mendapat firasat buruk. Diangkatnya selimut hingga menutupi dagu ibunya, tak lupa disiapkannya sebotol besar air putih dan pil putih sebesar ujung kuku jari kelingking yang selalu diminum ibunya setiap ia bangun. Tanpa mengetahui apa sebenarnya kegunaan pil putih itu. Pikiran positifnya mendorongnya untuk berpikir bahwa itu hanya suplemen biasa untuk tubuh.

Setelah memastikan pintu terkunci rapat, Kres setengah berlari menuruni tangga yang mulai licin karena berlumut. Tidak ada yang peduli tentang kepengurusan sampah dan kebersihan di gedung apartment ini. Dinding yang catnya mulai luntur dengan banyaknya graffiti berbagai warna dan bentuk, tanaman liar dan lumut yang tumbuh disetiap sudut, penghuni apartment yang acuh tak acuh satu sama lain. Kres sudah sangat akrab dengan semua ini. Ia sudah tinggal disini selama yang ia tau dan baginya ini adalah rumah yang terbaik. Tempat terbaik baginya untuk pulang.

“Reishi!” Ups, sepertinya Kres mengetuk pintunya terlalu kuat karena setelah dua ketukan beberapa rontokan semen dari dinding berjatuhan di atasnya.

“Pagi Kres,” Ibu Reishi yang senantiasa cantik dan ceria tersenyum lembut, “Ibumu sudah pulang?”

“Selamat pagi tante, sudah, sekitar pukul tiga mungkin” Kres menjawab sambil menerima kantong kertas berisi kotak bekal yang selalu disiapkan ibu Reishi untuknya.

Ibu Reishi mengusap puncak kepala Kres dengan lembut, sentuhan lembut yang sangat disukai Kres yang diharapkannya berasal dari sentuhan ibunya sendiri. Tapi itu tidak penting, ibu Reishi sudah seperti ibunya sendiri, beliaulah yang mengurus Kres sejak kecil karena kesibukan ibunya yang selalu bekerja saat malam. Dan Reishi sudah dianggap Kres seperti saudaranya sendiri.

Setelah beberapa gelak tawa yang dilontarkan Kres dengan ibu Reishi, barulah Reishi muncul dengan rambut berantakan, dasi tergantung bergitu saja di pundak dan sepatu dengan tali yang tidak terikat. “Kita telat!!! Berangkat ma! Jangan lupa kunci pintu, daaaaahh… ayo Kres” Reishi mencium pipi ibunya dan menarik Kres—yang belum sempat berpamitan—berlari ke arah sekolah.

Beruntung jarak antara sekolah dan tempat tinggal mereka hanya sejauh tujuh blok. Walaupun gedung apartment mereka tergolong berada di daerah yang diasingkan. Singkat cerita, gedung apartment itu dulu dirancang untuk menjadi gedung apartment mewah dan bergengsi. Tapi dalam masa pembangunan selalu saja terjadi hal-hal yang menghambat seperti, salah satu investor yang tiba-tiba mundur dan menarik kembali investasinya, korupsi dari beberapa penanggung jawab konstruksi sampai insiden jatuhnya crane yang membuat salah satu pekerja cacat permanen. Karena semua kejadian itu dana yang tersedia pun menjadi terbatas. Hasil jadi apartment yang melenceng jauh dari rencana pun mendapat reputasi jelek dan dianggap membawa sial. Penghuni apartment yang sebenarnya berniat mencari tempat tinggal dengan harga terjangkau pun juga ikut mendapat reputasi jelek.

Tanpa memperdulikan omelan Kres yang sepertinya tidak berujung, Reishi menarik Kres untuk berlari ke belakang sekolah. Jelas saja, gerbang depan pastilah sudah tertutup rapat dan dijaga ketat. Tepat di depan pagar jaring besi yang ditutupi tanaman rambat, Reishi membungkuk. “Ayo, cepet lompat.”

Kres memutar mata, “ Kan, salah siapa kita selalu telat? Elo kan?! Bangun pagi selalu susah, jadi gini deh, mendadak jadi titisan kera yang kerjaannya manjat-manjat tiap pagi. Awas saja kalau kita ketauan kali ini, gue iris jari-jari lo trus gue kasih makan ke burung gereja” Kres tetap saja mengomel sambil menaiki punggung Reishi, memanjat pagar dan meloncat. Hebatnya, dengan semua panjatan dan lompatan Kres tetap bisa menjaga rok nya agar tetap stabil.

Detik berikutnya, Reishi sudah meloncati pagar dan mendarat di samping Kres dengan mudah. “Duh duh, iya tuan maafkanlah hamba yang sudah membuat kita menjadi manusia setengah kera, tolong jangan potong jari-jari hamba karena nanti hamba tidak bisa lagi mengelus wajah tuan yang berbulu seperti kera itu” Dasar siswa beasiswa olah raga kurang aja! Runtuk Kres dalam hati.

Kres baru saja akan menderap pergi sebelum ia malah ditarik Reishi untuk bersembunyi dibalik dinding. Dari jauh terdengar suara berat berbicara bersaut-sautan. “Mampus, ketauan kan kita! Ah elo sih! Kena detensi lagi deh minggu ini, ahhhh—“ Kres berhenti berkutik saat Reishi mendekapnya lebih erat. Dengan mata menjalar ke segala arah Kres dapat mendengar detak jantung Reishi yang tak karuan. Ia memutar mata. Lihat siapa sekarang yang takut ketauan.

***

Kejadian tadi pagi membuat nyawa Kres seperti berada di ujung papan kapal bajak laut. Super duper membahayakan. Kamuflase menjadi tembok alias merapatkan diri dengan Reishi sampai sangat rapat, entah bagaimana, berhasil. Kres berhasil menghindari detensi untuk kesekian kali.

Ruang ganti yang awalnya ramai mendadak sepi. Tak perlu banyak waktu untuk membuat setiap orang yang tau diri untuk pergi. Kres belum menyadari situasi, saat ia mendongak setelah selesai berganti dengan baju olah raga ruangan luas dengan deretan loker itu sudah sepi. Dan dari arah jam dua Nafi berjalan ke arahnya dengan dagu terangkat dan tangan terayun. Kres pun tau masalah yang cukup berat akan menyeretnya kembali ke ruang detensi.

“Kres, sayang,” Dengan raut wajah muak Kres membalas tatapan Nafi, “gimana tentang perjanjian kita?” Kres mengangkat alis, menyatakan ketidaktauan, “gue dan Reishi?”

Kres mengangguk-angguk genius seperti baru menemukan jenis amoeba yang mampu menumbuhkan kaki, “gue punya dua poin,” Nafi mendengarkan dengan seksama, seakan ia akan mendengar pidato dari presiden negeri antah berantah, “poin pertama, perjanjian adalah hal yang disetujui oleh kedua belah pihak, dan gue nggak ingat pernah menyetujui perjanjian apapun dengan elo. Poin kedua, gue bukan penyedia jasa perjodohan, dan gue selamanya ogah kalau disuruh jodohin lo sama Reishi. Dia berhak dapat yang lebih baik.”

Nafi mendengus, “Ehm, what? Jadi maksud lo gue nggak cukup bagus buat Reishi? Si kapten basket terhebat sepanjang sejarah Urban High School?” Kres mengedikkan bahu, “Hellooo, gue ketua OSIS di sekolah ini, gue yang udah ngasih rekomendasi ke pusat supaya Reishi dapat beasiswa penuh karena prestasi dan pengabdiannya di sekolah ini”

Tanpa bisa menahan amarah, Kres mendorong Nafi sampai ia terbentur ke loker di belakangnya dan menahannya disana, “Reishi dapat beasiswa karena dia memang pantas! Dia nggak perlu rekomendasi dari siapapun! Lagipula nggak ada yang meminta lo buat rekomendasi apapun pada siapapun! Jadi sekarang lo bisa tutup mulut dan cabut dari sini”

“Atau apa?” Nafi menantang. “Lo akan bikin gue babak belur seperti yang lo lakuin ke Hera?” Kres tak bisa menahan tangannya yang menghantam hidung Nafi diikuti suara retakan setelahnya.

***

Sebelum ia digiring ke ruang kepala sekolah, Kres hanya mengingat wajah kesakitan Nafi yang berlumuran darah. Nafi cepat-cepat dibawa ke rumah sakit sementara Kres digiring dengan penjagaan ketat yang tak kalah dari sipir penjara.

Dengan helaan nafas berat, Pak Mad, kepala sekolah, bertumpu pada tangannya dan menatap Kres lurus-lurus, “sekarang apa lagi Kres?” dengan tidak adanya tanda-tanda dari Kres akan menjawab membuat Pak Mad semakin lelah dan mengusap wajahnya dengan frustasi. “Kres, kamu baru saja mematahkan hidung ketua OSIS kita! Saya mengharapkan alasan yang masuk akal disini” Kres tetap diam.

“Dengar, bapak tau kemampuan kamu sangat bagus karena itulah kamu bisa bersekolah disini, prestasi akademikmu itulah yang memberimu beasiswa penuh di sekolah ini, tapi, prestasi itu tidak akan berarti apa-apa kalau kamu selalu melakukan tindak kekerasan terhadap siswa lain. Kejadian tahun lalu terhadap Hera, bahkan sampai sekarang masih banyak yang membicarakannya, nama sekolah nyaris tercoreng karena kamu dan bapak tidak mau hal itu terulang kembali. Bapak dapat memaklumi ibumu mungkin tidak sempat mendidikmu dengan baik karena… pekerjaannya itu, tapi tolonglah berusaha lebih keras untuk bersikap lebih normal.”

Kres tertawa dengan sinis, “Jadi bapak pikir saya tidak normal? Ibu saya tidak normal? Apa? Apa bapak pikir pekerjaannya sangat terhina? Atau saya tidak cukup pantas untuk bersekolah disini? Asal bapak tau, Nafi pantas mendapatkan hidung patah! Dan apa yang terjadi pada Hera, jangan harap bapak bisa menahan rahasia itu lebih lama lagi, saya tau kebenarannya dan saya tidak akan membiarkan bapak menaruh semua kesalahan pada saya.” Kres dapat melihat denyutan saraf di pelipis Pak Mad, ia juga menyadari tangan Pak Mad yang sudah mengepal. Kres tersenyum, “Anda bergantung pada saya, tanpa saya anda akan jatuh, anda akan kehilangan semua hal yang sudah anda bangun, dan saya tidak yakin anda siap akan semua itu.” Kres tidak ragu lagi untuk keluar dari ruangan itu dengan senyuman lebar, Pak Mad tidak akan bisa berkutik karena Kres masih memegang kartu As yang disimpannya selama lebih dari setahun.

***

Kelas XI IPA-1 terasa sangat tenang siang itu. Tenang yang mencurigakan. Tidak diragukan lagi, gosip Kres mematahkan hidung Nafi sudah menyebar kemana-mana. Merambat dengan cepat. Membuat setiap cerita yang diulang dari mulut ke mulut semakin di lebih-lebihkan dan menjauhi kebenaran.

Reishi berjalan memasuki kelas XI IPA-1 seakan itu kelasnya sendiri. Mengabaikan tatapan-tatapan penuh rasa penasaran dan lurus menuju tempat dimana Kres duduk dengan manis sambil memakan kotak bekalnya. “Bekal hari ini telur dadar dengan rebusan sayur, mama bilang gue harus mastiin lo habisin semua sayurnya.” Reishi menghempaskan dirinya di kursi kosong di depan Kres.

Kres tertawa meledek, menutup kotak bekal yang sudah licin kosong, “kita berdua tau betul itu kebohongan besar, kenapa? Lo butuh alasan buat nengok gue? Kenapa? Lo kawatir?”

Reishi menggaruk-garuk kepalanya seperti monyet kutuan sebelum menjawab, “Iya, gila! Gue kawatir abis! Lo tau apa yang gue denger di kelas? Bahwa lo jeduk-jeduki kepala Nafi sampe berdarah-darah ke dinding sebelum nonjok dia sampai hidungnya patah dan giginya rontok tiga, itu benar?”

“Well, bagian hidung patahnya bener, yang lain salah.”

“Boleh gue tau alasannya kenapa?” Reishi bertanya dengan ragu. Seperti yang sudah diduga, ia mendapat gelengan kepala dari Kres. “Kenapaaaaa?” Reishi mengeluh seperti anak kecil, “Kenapa lo selalu nggak mau ngasih tau gue? Sama kayak tahun lalu tentang Hera, kenapa gue nggak boleh tau cerita sebenarnya dari elo, gue mau lo bergantung sama gue Kres, lo nggak sendiri, ada gue.”

Sulit untuk diakui, tapi Kres sebenarnya merasa terharu, Reishi sangat berharga untuknya. Letak Reishi di hatinya setara dengan ibunya, sebegitu pentingnya Reishi untuk Kres. Tapi Kres tidak mau menyusahkan Reishi. Ia tidak ingin menyeret Reishi ke dalam masalah yang akan merepotkannya. Apalagi Kres tidak mau membuat ibu Reishi susah, beliau juga sangat berarti bagi Kres.

“Balik sana ke kelas lo, udah bel” Kres berdiri dan menarik Reishi keluar dari kelasnya. Di ambang pintu kelas, tanpa aba-aba apapun, Reishi memeluk Kres. Menimbulkan kekagetan dan terdengar nafas-nafas tercekat dari segala arah. Reishi mungkin sudah gila, ia tau betul terdapat puluhan pasang mata yang memperhatikan mereka tapi ia tidak peduli. Untuk sekali ini, Kres juga tidak memperdulikan apapun, ia menenggelamkan diri lebih dalam, berharap dapat bersembunyi dari dunia di balik badan tegap Reishi. “Makasih.” Gumamnya samar-samar.

***

Saat Kres membuka pintu, ia mengharapkan ibunya sudah bangun, menonton TV di atas karpet dengan abu rokok berterbangan dimana-mana. Tapi apartmentnya segelap lorong tangga yang baru saja ia daki. Kres bahkan sampai harus memakai pena termahalnya—pena seharga tiga ribu yang di lengkapi senter dengan cahaya berwarna ungu—untuk sampai ke apartment nya yang terletak di lantai paling atas gedung. Setelah hari yang sangat melelahkan, ia hanya ingin melihat ibunya, satu-satunya alasan baginya untuk berjuang selama ini. Ibunya selalu pergi saat jarum jam melewati pukul 11 malam. Sedangkan sekarang masih pukul delapan.

“Ma?” Kres menghidupkan semua lampu, binar lampu neon berwarna kuning langsung menyinari setiap sudut ruangan. “MAMA!” Kres mulai berteriak lebih keras. Tumpukan baju di sudut ruangan yang sebelumnya menggunung kini sudah tidak ada. Sepatu kulit kesayangan ibunya juga tidak terlihat dimanapun. Nyaris seluruh barang-barang ibunya menghilang begitu saja. Tiba-tiba Kres merasa lemas, ia terduduk di atas karpet dengan tebaran abu rokok, kakinya seperti mati rasa, detak jantungnya menderu, tubuhnya mulai berkeringat, ia sama sekali tidak siap dengan apa yang ada dipikirannya. Tidak mungkin. Ini pasti bohong. Tidak mungkin mama pergi bergitu saja. Meninggalkan Kres. Nggak!

Kres berlari keluar, ia berlari dalam gelap, menuruni setiap tangga yang ia lalui selama masa hidupnya. Ia tau setiap tapak tangga ini, bentuknya, jumlahnya. Ia tidak perlu cahaya, ia sudah hafal semuanya, ia mengenal semuanya, disinilah ia tumbuh dan tinggal. “MA!” Kres berteriak seperti orang kesetanan. Ia tepat berada di halaman depan gedung, dengan diterangi cahaya bulan ditelusurinya setiap lantai dengan matanya, berharap ibunya sedang ingin bermain petak umpet sebelum ia bekerja.”Mama! Ayo keluar! Aku nggak mau main malam-malam! Aku tau mama cuman mulai merasa hidup saat malam tapi bukan berarti aku juga harus seperti itu!” satu persatu pintu disetiap lantai terbuka, menunjukkan wajah-wajah marah para penghuni yang merasa terganggu.

“WOI ANJING BERISIK!” Penghuni dari lantai tiga meludah ke arah Kres sambil mengacung-acungkan pisau daging. Sebuah sepatu kayu bahkan mendarat tepat di kepalanya diikuti teriakan-teriakan massa yang tidak layak didengarkan anak di bawah umur.

Kres tidak peduli, ia sudah tidak bisa merasakan indra apapun di tubuhnya lagi, “Ma! Mama yang bilang ini rumah kita, cuman ini tempat buat kita pulang, mama cepet pulang atau aku akan marah!” Kres masih menelusuri setiap lantai. Di lantai paling bawah, pintu apartment Reishi terbuka dan Reishi menatap ke arahnya dengan mata nanar, “Ma, kita nggak punya siapa-siapa kita cuman punya satu sama lain, mama kemana, kemanaaaa—“

Reishi cepat-cepat berlari ke arah Kres saat gadis itu jatuh terbaring dan kejang-kejang. Reishi langsung mengangkatnya dan membawanya ke apartment nya dimana ibunya sudah menunggu dengan raut wajah cemas dan takut.

“Pilnya ma,” desak Reishi. Ibunya menggeleng, menggenggam plastik berisi beberapa pil erat-erat. “Cepet ma!” Direbutnya kantung pil itu, Reishi memasukkan dua pil sekaligus dan membiarkan Kres menegaknya, tanpa bantuan air. Detik berikutnya Kres mulai tenang, matanya terkatup rapat tapi nafasnya terdengar halus. Bisa dibilang pil itulah yang membuat Kres bisa bertahan selama ini. Reishi sepenuhnya menyalahkan ibu Kres karena sudah membiarkan anak kecil menegak barang berbahaya. Inilah akibatnya, tanpa sadar ia bergantung pada barang berbahaya terlarang dengan harga selangit.

***

Speaker yang menempel di setiap dinding sekolah berdengung, menyebabkan beberapa orang langsung menutup telinga. Tak ada yang menyangka setelah suara dengungan itu, terdengar suara cewek yang paling tidak diinginkan keberadaannya di sekolah ini.

“Halo? Ini nyala? Oh, ini nyala! Oke!” Kres menarik nafas panjang-panjang sebelum melanjutkan, jantungnya berdetak kencang karena adrenalin. Ia selalu ingin melihat ruangan siaran sekolah yang katanya keren banget, tapi tidak dengan cara seperti ini. Mungkin ini akan jadi pertama dan terakhir kalinya ia masuk ke ruangan ini. Yang memang diakuinya sangat keren. “Oke, tanpa memperkenalkan diri kalian semua pasti sudah tau siapa gue, sebelum para ketua klub yang bertanggung jawab atas ruangan keren ini mulai menggedori pintu tolong biarkan gue ngomong sebentar—hanya sebentar, ini tentang kebenaran dari semua cerita yang kalian denger selama ini, tentang kejadian Hera setahun lalu, dan untuk kepala sekolah, anda bisa duduk manis sambil mendengar cerita saya yang mungkin bagi anda seperti lagu kematian.” Diam-diam Kres menyeringai.

“Untuk kalian para otak burung yang berpikir Hera nyaris mati karena digebukin teman-teman preman gue, mungkin ini bakal membuat otak kalian keseleo tapi sayangnya gue nggak punya temen-temen preman kriminal yang dengan kejinya ngeroyok cewek. Tahun lalu, gue keloyoran di kantor—jangan tanya kenapa, dan menemukan bukti bahwa kepala sekolah kita yang terhormat menggelapkan sebagian besar dana sekolah. Mulai masuk akalkah kenapa sekolah kita tidak maju-maju dari tiap tahun? Yeah. Bapak Mad kita yang terhormat menyewa beberapa preman untuk ngebungkam gue selamanya—secara harfiah, tapi karena preman-preman kotor itu sudah jelas tidak berpendidikan dan bodoh setengah mampus, mereka malah salah sasaran dan Hera sekarat.”

Kres mendecakkan lidah keras-keras, “Yahh pokoknya begitu deh, gue nggak pinter ngomong panjang-panjang, intinya gue ini cuma korban yang disalahkan, untuk bukti jelas kalian bisa liat website sekolah, dan bukti fisiknya gue taruh di tas-nya ketua basket terhebat kita sekaligus temen terbaik gue, Reishi.”

“Maaf dan makasih banyak ya Rei, bye.”

***

Reishi tidak pernah berlari sekencang ini dalam hidupnya. Kres menghilang dan satu-satunya tempat yang belum ia periksa adalah sekolah, kalau dipikirkan dalam-dalam tidak mungkin Kres memilih sekolah sebagai tempat untuk bersembunyi dari Reishi, tapi tetap saja Reishi tidak tau harus melakukan apa lagi.

Begitu sampai di sekolah, Reishi langsung disambut dengan suara Kres yang menggema dari segala arah gedung. Ia terpaku mendengar kata demi kata yang terdengar lewat speaker. Apa ini? Kebenaran macam apa ini? Kenapa Kres sama sekali tidak menceritakan hal seserius ini padanya? Selama ini Reishi mengira hubungannya dengan Kres spesial, tapi disinilah ia, mendengar semua kebenaran ini lewat speaker sekolah sama seperti orang lain.

“…intinya gue ini cuma korban yang disalahkan, untuk bukti jelas kalian bisa liat website sekolah,” semua orang langsung membuka website sekolah, begitu pula Reishi yang langsung menyambar ponselnya dan mengetik link website sekolah. Foto-foto berkas penggelapan dana terpampang jelas. ”dan bukti fisiknya gue taruh di tas-nya ketua basket terhebat kita sekaligus temen terbaik gue, Reishi”

Mendengar namanya disebut mata Reishi langsung melebar, telinganya berdengung. Semua mata tertuju kearahnya. Dengan tangan bergetar Reishi meraih tasnya dan melihat dokumen-dokumen yang sama persis dengan yang ada di foto terselip diantara buku-bukunya.

Tiba-tiba kumpulan polisi sudah menyeruak diantara murid-murid dengan menyeret kepala sekolah. Cepat-cepat Reishi menyerahkan dokumen itu pada polisi terdekat dan berlari ke arah ruang siaran.

“Maaf dan makasih banyak ya Rei, bye.”

Bye? Apanya yang bye? Sialan lo Kres! Reishi menaiki undakan tangga empat-empat. Berlari tanpa bernafas. Tapi begitu ia sampai di ruang siaran, pintunya terbuka lebar, tidak ada siapapun di dalam. Matanya dengan liar mencari-cari sosok Kres, dadanya naik turun tidak teratur. Gawat, ia tidak tau Kres dimana. Ia tidak tau Kres kemana. Perasaan tidak enak semalam, apakah ini? Apakah perasaan sesak tidak jelas yang dirasakannya sejak kemarin adalah tanda bahwa Kres akan pergi?


Reishi membanting pintu ruang siaran sampai jendela di sampingnya retak. Kres pergi tanpa tau bahwa saar ia merasa kehilangan segalanya, Reishi juga merasakan hal yang sama.







Please Read Me;

Not my best, but let me know what you think.
Comment below and follow for more!


Share this to your friends or families.

Bye.


♦♦♦


Cerita fiksi ini milikku, ideku dan imajinasiku! 
Kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan cerita hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. 
Segala bentuk tindakan (copy-paste, mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan) yang bertujuan untuk menjadikan tulisan ini sebagai milikmu sangat dilarang!  

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Laporan PKL/PRAKERIN PowerPoint Bahasa Inggris Kurikulum 2013

Hai ... Aku termasuk korban kurikulum 2013, angkatan pertama percobaan malah. Aku tau kurikulum 2013 itu ribet banget, jadi jalanin aja yah adek-adek ku muah~ Aku murid SMK N 2 Batam Kelas XI Akuntansi 3 Baru saja menyelesaikan PKL selama 4 bulan (Juli - Oktober) di PT. Unisem Batam Banyak pengalaman yang ku peroleh Salah satu alasan ku memilih SMK adalah kepingin merasakan yang namanya PKL, dan siapa sangka ternyata bener-bener tak terlupakan. Berikut adalah hasil laporan PKL/PRAKERIN punyaku. Karena sepertinya setting di Microsoft PowerPoint 2011 aku beda dari google jadi sepertinya ada beberapa gambar dan tulisan yang melenceng dari tempatnya, mohon di maklumi yah ^^~ Kuharap ini bisa membantumu yang terdampar disini untuk mencari sesuatu, hehe..

Drama Negosiasi 4 orang pemain: Perencanaan Penggusuran

Hello everybody~  \nyanyi Shinee - Everybody\ Ehem.. okay.. so.. gue lagi dapet tugas dari Guru Bahasa Indonesia (Guru yang sama yang ngasih gue tugas buat puisi -_-) disuruh buat Drama dengan tema Negosiasi, dan perkelompok itu sebanyak 4 orang, dan inilah hasil naskah drama ala kadarnya yang gue buat malem2 -uh- >< Kelompok gue belum nampil sih, tapi... aah.. gak tau deh nanti nampilnya bakal kayak mana. Sebenernya gue gak asing lagi sih sama yang namanya "DRAMA" tapi tetep bikin kretek-ktetek :v

Perjalanan Perubahan Warna Rambut

Dulu, kalau aku berani mencoba mewarnai rambutku mungkin aku akan langsung di bakar di perapian. Tapi sekarang beda tahun, beda cerita dan sepertinya beda jaman. Aku pertama kali mewarnai rambutku saat tahun baru 2014. Waktu itu warna yang muncul seharusnya dark blonde , tapi karena rambutku hitam banget, warna itu hanya muncul saat terkena cahaya atau sinar matahari. Karena kurang puas akhirnya aku pergi ke salon lagi. Salon yang selalu ku datangi sebelumnya adalah salon teman mamaku. Tapi, karena lokasinya jauh akhirnya aku memilih salon yang ada di mall terdekat. Aku memilih salon tertutup, seperti salon yang khusus untuk wanita-wanita hijab yang ingin merawat rambut tanpa mengumbar aurat (kira-kira begitu) dan isinya wanita semua. Warna yang ku pilih lagi-lagi blond e. Setelah hampir dua jam waktu ku habiskan di salon itu rambut ku malah berwarna oranye sedikit kekuning-kuningan. Ternyata tadi tanpa aku sadari orang yang mengurusi rambutku menambahkan bleach karena rambu...