ღPLAYLISTღ
★Season 1;
☞Part 1
★Season 2;
***
Percaya kalau setiap manusia memiliki sisi gelap? Sisi jahat yang selama ini hanya bersembunyi di sudut kecil ruang batinnya dan suatu saat akan ditunjukkannya apabila ia sudah sampai di ambang batas kesadaran hati nuraninya. Atau bahkan mungkin sisi jahat itu akan selamanya tersimpan dan tersembunyi oleh adanya ketakutan yang lebih besar dan malah akan menimbun sisi jahat itu, akhirnya sisi jahat itu hanya akan ada di pikirannya dan selamanya hanya terbayangkan di pikirannya sendiri tanpa bisa di tunjukkannya.
Ini bukan cerita bahagia tentang anak remaja SMA yang sedang berbunga-bunga karena akhirnya jadian dengan pujaan hatinya dan bergabung dengan geng populer yang sangat di segani di sekolah.
Ini ceritaku yang tidak bahagia sama sekali (menurut pandanganku yang mengalaminya) dan juga sisi gelapku.
***
Suara gemerisik seperti ada seseorang menyeret sesuatu yang berat membuatku risih. Gesekan antara barang berat dengan lantai yang semakin mendekat membuat tubuhku tegang seketika. “Ya ampun Jovi itu kenapa sampai tumpah-tumpah begitu” suara Ibu yang menggelegar membuatku tersadar aku sudah menuang kopi sampai meluap dari cangkirnya. Sial lagi-lagi seperti ini! Ibu langsung mengambil lap dan membersihkan kekacauan yang sudah kubuat. “Kebiasaan melamun kamu itu memang bener-bener nggak bisa di hilangkan ya”
Jangan salahkan aku, salahkan mahkluk brengsek yang selalu mengambil seluruh perhatianku tanpa sadar. Secangkir kopi hitam yang meluap yang tadinya ingin ku minum untuk mencegah kantuk karena semalaman aku tidak tidur malah ku buang. Rasanya tanpa meminum kopi pun aku tidak akan mengantuk, ataupun tertidur, untuk beberapa hari kedepan, seperti yang lalu-lalu.
“Aku berangkat” tanpa menunggu jawaban aku menyambar tasku di meja makan dan menderap keluar rumah, mengabaikan senggolan kecil yang kerusakan saat melewati kekosongan di ambang pintu. Ku buka kunci sepedaku dan ku kayuh kendaraan ku selama setahun terakhir itu ke sekolah.
***
Siapa bilang sekolah itu ramai? Keheningan serasa menelanku saat aku melangkah ke kordor sekolah. Sesaat dinding-dinding sekolah yang harusnya bersih menjadi berwarna kusam dan dipenuhi lumut, atapnya miring dan sesaat seperti akan ambruk, beberapa gentengnya bahkan sudah berjatuhan.
Seseorang menabrak ku dari belakang, membuatku hampir tersungkur jika tidak ada yang menahan lenganku. Keadaan kembali seperti semula, bangunan sekolah kembali terlihat kokoh dan bukannya seperti bangunan yang sudah di tinggalkan selama berabad-abad.
“Lo nggak pa-pa?” aku menepiskan tangan yang memegang erat lenganku. Kadang aku malas berkata-kata dan hanya menunjukkan ekspresi wajah yang semoga bisa dibaca lawan bicaraku, oke ralat mungkin bukan kadang tapi selalu. Aku mendongak dan melotot pada cowok tinggi di depanku, walaupun mataku memang kecil tapi aku berusaha menutupinya dengan memakai eyeliner anti air. Pelototanku yang seakan berkata siapa-lo-berani-mati-nebrak-gue-dari-belakang-kayak-truk-gandeng sepertinya tidak berhasil di artikannya. Cowok yang tingginya hampir menyamai tiang listriik dan membuatku terpaksa harus mendongak untuk menatapnya itu malah meringis, “Sory sory gue nggak sengaja nabrak lo jangan marah gitu dong”
Perutku mendadak mual saat tidak sengaja menatap bayangan hitam di belakang cowok itu, bayangan hitam itu seperti menempel padanya dan mata merahnya menghunus tepat di jantungku. Sedetik aku seperti lupa caranya bernafas dan hanya bisa berdiri kaku. Sekuat tenaga berusaha ku alihkan pandanganku dan berbalik. Rasanya ingin berlari pergi tapi sesuatu serasa menarikku dan membuatku hanya bisa berjalan dengan langkah-langkah bayi.
Tanpa kuduga-duga cowok tiang listrik itu malah menahan bahuku, rasa panas yang tak biasa dikirimkan cowok itu dari telapak tangannya yang besar, menjalar dari bahuku ke seluruh saraf di tubuhku. Agak gemetar aku kembali menepis tangannya sambil bergumam, “jangan sentuh gue” yang ku ragu dapat di dengarnya dan kembali berusaha menjauh darinya. Sejau mungkin. Untunglah dia tidak kembali menahanku dengan menyentuhku atau mungkin aku akan pingsan saat itu juga.
Rasanya seperti baru keluar dari neraka. Panas dan sesak nafas. Aku memeriksa setiap bilik toilet untuk memastikan tidak ada siapapun disana dan mengunci pintu utama toilet agar tidak ada siapapun yang masuk. Begitu yakin aku sendirian aku langsung menghidupkan kran wastafel dan mencuci tanganku, seketika asap langsung mengepul dari permukaan kulitku yang terkena air. Asap juga keluar dari kulit wajah ku saat aku membasuhnya dengan air. Brengsek! Sekarang apa? Apa ini? Siapa cowok itu?!
Aku bisa gila mendadak jika terus dihadapkan dengan hal-hal seperti ini. Asap yang mengepul dari tubuhku perlahan mulai menghilang bersamaan dengan rasa panas yang mulai memudar. Bel masuk berbunyi tepat saat aku keluar dari toilet. Dan aku sangat yakin sekilas sebelum meninggalkan toilet aku mendengar bisikan lirih “kau akan baik-baik saja” entah dari mana.
Baru selangkah memasuki kelas semua pasang mata mengarah padaku, tunggu bukan padaku tapi seseorang di belakangku yang baru kurasakan kehadirannya. Aku berbalik dan hampir menjerit saat melihat cowok-tiang-listrik tersenyum dan hampir menepuk pundakku, untung saja reflek ku cepat aku langsung mundur atau dalam sepersekian detik aku akan berasap lagi.
“Oh iya lupa, nggak boleh pegang-pegang ya” dia mengangkat kedua tangannya seperti orang sedang menyerah. Rupanya dia mendengar ucapanku tadi.
Berusaha untuk tidak memperdulikannya aku berjalan ke tempat dudukku dan sialnya dia malah mengikutiku! Begitu aku duduk di tempat duduk paling belakang dan pojok, dia juga ikut duduk di sampingku. Aku mendelik padanya, bukan karena aku tidak mau tempat duduk di sampingku yang kupikir selamanya akan kosong ada yang menempati, tapi jarak yang diciptakannya antara tempat duduk kami yang nyaris tidak ada! Harus ku ulang berapa kali sih, aku tidak mau berasap lagi!
“Gue Alfi, baru masuk hari ini jadi gue nggak ada temen nih, lo mau dong jadi temen pertama gue disini?” demi raja para burung gagak apa dia sudah gila?! Aku Jovika Lee tidak mengenal yang namanya berteman. Walaupun hampir 2 tahun bersekolah di SMA Hitam Putih nasional ini aku bahkan tidak tau nama cewek cupu yang selama ini duduk di depanku---yang sekarang dia tidak ada di tempatnya dan entah kemana---ataupun cowok cebol tukang molor yang duduk di bangku sebelah bangkuku, nama-nama guru saja aku tidak tau! Aku hanya hafal wajah mereka karena seringnya diceramahi ketika aku lebih memilih mengerjakan tugas kelompok sendirian.
“Nama lo siapa?” sepertinya cowok bertampang jail ini bener-bener bermuka badak. Jelas-jelas mukaku mengatakan aku tidak mau berurusan dengannya. Sepertinya dia harus kuajari caranya membaca ekspresi orang. Tunggu dia kuajari? Pfft yeah right.
“Kalau gue ngasih tau nama gue apa lo bakal diem?” cowok itu mengangkat jari telunjuk dan tengahnya---membentuk tandap peace---dan mengangguk-ngangguk dengan heboh. “Jovika Lee” kataku singkat sebelum menutup mata dan memasang headset yang langsung mendendangkan lagu-lagu beat dengan volume tinggi. Headset itu sengaja selalu kupakai dengan memasangnya di balik bajuku, hanya dengan lagu-lagu melalui headset itu lah aku bisa mengalihkan perhatianku agar tidak melayang ke hal lain yang selama ini berusaha ku hindari mati-matian.
Aku nyaris melompat keluar jendela saat Alfi mencolek lenganku. Mataku langsung terbelalak dan saraf-saraf di tubuhku langsung menegang. Rasa panas yang familiar kembali menjalar ke seluruh tubuhku. Tapi rasanya tidak sekuat tadi. Tapi kan tetap saja panas!
“APA?!” desisku menahan rasa denyutan saraf di lengan tempat Alfi mencolek ku tadi, “gue cumin mau bilang nama lengkap gue Alfi Vough” wahai setan-setan neraka aku tidak tahan lagi! Sambil mendorong Alfi sampai dia nyaris jatuh dari kursinya aku berlari keluar kelas, tidak peduli dengan tajamnya tatapan entah guru mata pelajaran apa yang mengiring kepergianku ke toilet.
Sama seperti tadi aku mengunci pintu utama toilet dan secara membabi buta menghambur-hamburkan air ke wajahku. Dan sama seperti tadi juga asap langsung menguap dari kulitku.
Jantungku serasa berhenti berdetak selama satu detik saat aku mendengar pekikan tertahan. Sial aku lupa mengecek setiap bilik toilet! Cewek cupu yang biasanya duduk di depanku berdiri di ambang pintu salah satu bilik toilet dengan muka horror. Mata besarnya yang ada di balik kaca mata besarnya melotot nyaris keluar dari rongganya, telapak tangannya menutup mulutnya yang aku yakin menganga sangat lebar. Bagaimana ia tidak kaget jika ia melihat asap menguap dari kulit pucatku.
Muka horror cewek cupu itu perlahan memudar, berubah ke wajah kalem, lugu dan nyaris tolol yang biasa di tampakkannya. “kamu juga?” eh?
Mataku makin menyipit menyelidik saat menatapnya, “maksud lo?”
“Ninth sense, kamu juga punya?” melihat ku masih diam dan tidak mengatakan apa-apa ia melanjutkan, “bukan six sense tapi ninth sense, itu sense yang lebih kuat, kita tidak hanya bisa melihat makhluk lain tapi lebih dari itu”
“Kita?”
Cewek itu mengangguk, “iya kita, aku Sunny Rise juga punya ninth sense” sebut aku gila tapi cewek itu---Sunny---terlihat bangga dan seakan melambung saat mengatakannya.
Tawa ku berderai terdengar, tawa pertama selama empat bulan terakhir, dan bagian terlucunya aku mendendangkan tawaku setelah mendengarkan cerita konyol dari cewek konyol. Memasang kembali my famous poker face “jangan ngomong aneh-aneh dasar cewek aneh”
“Cewek aneh? Perlu kuingatkan siapa disini yang wajahnya baru saja berasap?” sial kenapa dia jadi mendadak berani begini?
“Gue gak peduli ninth sense, ten sense dan omong kosong lo lainnya! apapun ini gue tau gue pasti bisa ngatasin sama seperti yang sudah-sudah. Jadi lebih baik lo tutup mulut atau gue pastiin mulut lo nggak bakal pernah ketutup lagi!” ancaman ku sepertinya berhasil membuatnya takut.
Tapi tidak cukup takut, “kita sama Jo, kalau kamu perlu penjelasan pada akhirnya aku disini, perlu kamu tau aku juga sendiri dan aku juga tersiksa dengan semua ini” aku melihat sebuah senyum, bukan dari wajah Sunny tapi dari wajah orang lain yang berdiri tak jauh dari Sunny. Senyum hangat yang seakan senang dengan apa yang baru saja di ucapkan Sunny.
***
Alfi selalu menguntitku kemana-mana sepanjang hari itu. Bayangan seram yang selalu menempel padanya memang sudah tak terlihat dan aku mati-matian harus menjaga jarak dengannya. Berasap lebih dari dua kali sehari? No thanks. Yang kupelajari sentuhan ujung jarinya saja pada kulitku membuat semua saraf ku panas dan menimbulkan asap tipis, dan apabila seluruh telapak tangannya bersentuhan dengan kulitku tidak hanya panas yang kurasakan tapi juga semua saraf ku langsung tegang, dan asapnya akan lebih pekat. Benar-benar berasa seperti baru keluar dari neraka!
“Berhenti ngikutin gue! Pulang sana ke rumah lo sendiri!” desisku pelan dengan menekankan setiap kata yang ku ucapkan.
“Gue belum pengen pulang” rengeknya. Blah terus itu menjadi urusanku gitu? “oh iya lo pulang naik apa?” lanjutnya. Tanpa perlu ku jawab menggunakan kata-kata pasti pertanyaan sudah terjawab saat melihatku membuka rantai sepedaku.
Baru saja aku mau menaiki sadelnya, sepedaku langsung di sambar Alfi. Dia langsung mengambil alih setirnya dan duduk manis di atas sadelnya. Sial lengan atas kami sempat saling bergesek. Ahg! Menyebalkan! Rasa panas langsung menjalari tubuhku. Lagi. Tenang, tenang, asal aku tidak menyentuh air aku tidak akan berasap. Tapi rasanya sangat menyiksa! Rasanya aku ingin melompat ke sumur terdekat!
Sambil berusaha mengatur nafas dan berharap tidak akan ambruk saat itu juga tanpa sadar aku berjalan mundur menjauhi Alfi yang nangkring di atas sepedaku. Alfi menoleh kebelakang dan mengernyit saat aku sudah beberapa langkah jauh darinya.
“Hey kenapa lo? Nggak mau pulang? Ayo!” serunya dengan semangat membara. Lebih tepatnya aku yang rasanya seperti sedang terbakar bara!
Karena mellihatku tidak bergerak dari tempat ku berdiri, Alfi turun dari sepedaku dan menghampiriku. “hey lo nggak pa-pa?” tangannya menjulur seperti akan menyentuh wajahku, untungnya dengan cepatnya aku berhasil berkelit.
Tidak tahan dengan rasa terbakar yang kurasakan tiga kali dalam sehari ini (sial kenapa jadi terdengar seperti jadwal minum obat) kalap aku berteriak, “JANGAN SENTUH GUE! PERLU BERAPA KALI GUE NGOMONG KE ELO? JANGAN PERNAH SENTUH GUE! PERGI SEKARANG! JANGAN IKUTIN GUE DAN JANGAN DEKET-DEKET GUE!” berjalan mengitarinya sejauh mungkin aku berderap menuju sepedaku. Untuk sesaat yang sangat singkat bayangan hitam yang menempel pada Alfi muncul dan menyeringai padaku!
Seketika kepalaku terasa sakit, seperti baru dihantam palu raksasa berkali-kali. Pandanganku mulai buram. Kuabaikan semua rasa sakit itu dan ku kayuh sepedaku pulang.
Suatu keajaiban aku sampai di rumah dengan selamat. Begitu sampai aku langsung mencampakkan tasku dan berjalan menuju kamar mandi, kuhidupkan kran shower dan air dingin mengalir membasahi tubuhku yang masih mengenakan seragam. Asap mengepul memenuhi ruang kamar mandi seakan aku sedang mandi menggunakan air panas. Padahal aku sedang menyiram tubuhku yang panas dengan air dingin!
***
Lagi-lagi semalaman aku terjaga. Banyak suara-suara bersaut-sautan yang terdengar oleh gendang telingaku. Saat malam hari suara-suara itu memang selalu terdengar lebih nyaring. Jika aku tidak terjaga dan mencoba tidur dengan menggunakan headset sesuatu yang berat akan menimpaku tiba-tiba, atau mungkin aku akan di dorong sampai jatuh dari tempat tidur dan di seret keluar rumah.
Ada suara tawa cekikikan yang sangat menjengkelkan, suara erangan marah disertai hembusan hawa panas dari hidung, suara tangisan bayi sampai tangisan nenek-nenek pun juga terdengar. Ingin sekali aku berteriak “BISA NGGAK KALIAN DIEM!” tapi terakhir kali aku melakukannya, sesuatu berbentuk seperti bola bowling yang berat, dingin seperti es, dan lembab-lembab menjijikkan menghantam wajahku. Hidungku sampai mimisan selama dua jam gara-gara itu!
Jadilah aku hanya bisa berdiam diri di depan laptopku. Dan tiba-tiba wajah Sunny dan celotehannya tentang ninth sense teringat begitu saja. Apa dia juga mengalami semua hal yang ku alami selama ini? Hal-hal aneh yang selama ini kualami selalu ku abaikan, saat kecil aku tinggal dengan kakek dan nenek ku, hanya mereka yang tau dengan keadaanku, karena itu mereka selalu menjagaku. Semuanya berubah dan semakin parah setelah mereka berdua meninggal secara---anehnya---bersamaan. Ibuku tidak tau mengenai keadaanku dan kupikir memang sebaiknya begitu. Aku tidak ingin menambahi masalahnya yang sudah menumpuk. Setelah ayahku meninggal hanya dari ibu lah semua kebutuhan kami tercukupi. Gajinya sebagai direktur perusahaan Tour&Travel memang cukup besar.
Jika Sunny tau tentang semua ini apa haruskah aku benar-benar datang padanya? Kata-katanya yang mengatakan dia juga kesepian sempat mengusik hatiku, tapi ada perasaan lain yang mendorong ku untuk membiarkannya dan mengatakan aku pasti bisa mengatasinya sendiri, seperti yang sudah-sudah.
Jadilah sekarang aku menulis ninth sense di kolom search google. Artikel yang kudapatkan bermacam-macam. Mulai dari dapat merasakan dan melihat keadaan masa lalu dan masa depan di suatu tempat-tempat tertentu tanpa bisa tekontrol, aku mendengus geli jadi maksudnya aku bisa tiba-tiba terlempar ke zaman purba gitu?
Lalu ada juga untuk yang pengendalian dirinya kuat seorang ninth sense juga dapat mengendalikan setan. Gila memangnya dukun? Ngendaliin setan untuk apa? Nyantet orang? Sebaliknya jika pengendalian dirinya lemah seorang ninth sense tanpa sengaja akan merasakan kesakitan dan kepedihan makhluk yang dilihatnya. Maksudnya seperti yang selama ini kualami?
Seorang ninth sense juga bisa keluar masuk neraka jika ia mau. Yang terakhir ini sangat tidak masuk akal. Memangnya raja neraka sebaik itu apa memperbolehkan makhluk lain keluar masuk wilahyahnya seenak jidat.
Tapi dari keseluruhan artikel yang rada gila menurutku, ada satu kesamaan mutlak yang tidak bisa ku abaikan begitu saja, seorang ninth sense yang tidak cukup kuat dan membiarkan dirinya dikendalikan oleh kemampuannya dan bukannya sebaliknya tidak akan bisa bertahan lama.
Oke sekarang aku mulai takut. Sudah lah hidupku tidak ada bahagia-bahagianya sekarang hidupku akan menjadi singkat. Aku menutup laptop ku dengan kasar tanpa mematikannya dan yang kulihat pertama kali adalah kelabang-kelabang berukuran besar yang bertumpuk menutupi seluruh kakiku yang terbalut celana training, ranjangku berubah lapuk seperti akan ambruk jika aku bergerak sedikit, seprai yang seharusnya berwarna putih bersih kini kusam dan penuh noda darah, banyak kepala-kepala yang sudah tak berbentuk menggelinding kesana kemari di seluruh lantai kamarku, banyak sosok-sosok berbentuk abstrak berlarian kesana kemari salah satu diantaranya bahkan sempat menginjak kakiku yang ditutupi tumpukan kelabang, kelabang yang di injak hancur dan cairan lendir yang kental menembus celana panjangku ke dasar kulitku. Bau menyengat semakin mengusik hidungku.
Aku hampir berteriak jika aku tidak mengingat artikel yang kubaca tadi, seorang ninth sense yang tidak cukup kuat dan membiarkan dirinya dikendalikan oleh kemampuannya dan bukannya sebaliknya tidak akan bisa bertahan lama. Aku kuat! Aku kuat! Teriakku menyemangati diri sendiri. Nada dering ponsel yang absurd dan jarang sekali kudengar karena nyaris tidak ada orang yang meneleponku mengagetkanku, jantungku langsung berdebar cepat dan seketika keadaan di sekelilingku kembali normal.
Dengan kecepatan yang perlu ku kagumi aku menyambar ponsel ku, tanpa mempedulikan nomor tanpa nama si penelepon aku memencet tombol hijau, “halo?”
Suara yang menyahut tak kalah cepat saat menjawab, “halo? Jo? Kamu nggak pa-pa?” suara Sunny terlihat khawatir, tunggu bagaimana dia tau nomorku? Seakan dapat menjawab pertanyaan di pikiranku Sunny melanjutkan, “aku tau nomor kamu dari sekolah! sekarang jawab kamu nggak pa-pa kan? Kamu ngalamin itu juga kan?” tanyanya cepat-cepat seakan aku akan memutus sambungan.
Kuputuskan untuk menguji apakah cewek nerd yang keliatan pendiam tapi ternyata cerewet ini tidak mengada-ngada mengenai ceritanya pagi tadi, “maksud lo apa?”
“AGH FOR GOD SAKE KAMU JUGA DI KIRIMIN DEADTH SCENE ITU JUGA KAN?” buset dia berteriak dan terdengar umpatan-umpatan tertahan setelahnya.
“Death scene?” ulangku berusaha terdengar polos.
“JAWAB AJA IYA APA NGGAK?” suaranya makin naik empat oktaf.
“IYA!” teriakku balik tak terima. Sial, kenapa suara Sunny jadi terdengar seperti orang bejat begitu.
“Berarti bener…” gumamnya pelan yang nyaris tak tertangkap telingaku, “kita harus ngomong besok” setelah itu ia memutuskan saluran dengan kurang ajar barulah aku menyadari ke hadiran sosok lain di dekatku yang mungkin sudah menguping pembicaraan ku sejak tadi.
“Kau akan baik-baik saja” ucap sosok itu dengan suara rendah yang sama yang ku dengar di toilet sekolah pagi ini sebelum menghilang.
***
Bolos sekolah sehari aku bisa hidup dengan itu, tapi bolos sekolah sehari karena harus dengerin celotehan Sunny yang nggak bisa diterima akal sehat bener-bener bikin frustasi.
Paginya kami memutuskan untuk bertemu di persimpangan dekat sekolah, tanpa disangka-sangka ternyata Sunny juga membawa sepeda. Dia menuntunku menuju sebuah bangunan besar bekas pabrik yang sudah terbengkalai. Bangunan besar itu masih terlihat kokoh walaupun catnya sudah mamudar. Bangunan itu letaknya terpencil, terpojok, seakan bersembunyi dari kehidupan luar. Tumpukan kayu-kayu lapuk dan besi-besi berkarat yang sudah termakan usia ada dimana-mana.
“Ngapain kita disini?” tanyaku sambil mengikuti langkah-langkah kecil Sunny. Sunny mendorong pintu depan yang tingginya hampir mencapain atap bangunan. Dia melambaikan tangan menyuruhku masuk, seakan dialah tuan rumah disini atau mungkin memang dia pemilik bangunan ini. Dengan ragu dan juga rasa penasaran yang tinggi aku mengikuti langkah Sunny memasuki gedung itu.
Begitu di dalam ternyata tidak ada apa-apa. Hanya ada ruangan luas yang kosong melompong. Bangunan beratap tinggi itu terasa lembab, sejuk dan entah kenapa nyaman.
“ini satu-satunya tempat netral yang aku temuin” Sunny memulai.
“Maksud lo?” entah sudah berapa kali aku menodongkan pertanyaan ini pada Sunny.
Sunny menghela nafas sambil tersenyum sinis. “kita adalah orang-orang terpilih yang dikarunai kemampuan ninth sense” oke kini nada bicaranya mulai mirip ibu-ibu bau tanah yang sok bijak, “ada banyak jenis ninth sense, tapi yang aku tau saat ini cuman ada dua jenis, mind dan feel, mind itu aku, dan feel itu kamu ”
“Jadi maksud lo, lo juga bisa ngerasain itu? Lo juga ngalamin kejadian-kejadian aneh selama ini?”
“Aku lebih ke pikiran daripada merasakan” oh iya benar juga mind dan feel. “Kita memang bisa melihat dan mendengar makhluk-makhluk itu tapi jika hanya itu sama saja dengan six sense, kelebihan lain yang membuat kita jadi ninth sense adalah kelebihan ku mendengar setiap pemikiran busuk mereka dan kelebihan mu merasakan perasaan buruk dan keji mereka. Dan justru di sinilah letak bahayanya,” cewek itu mulai berjalan mondar-mandir seperti setrikaan rusak, “kalau kita nggak cukup kuat kemampuan itulah yang bakal mengendalikan kita dan bukannya sebaliknya” kata-katanya mirip seperti yang ada di artikel, “jika aku tidak bisa mengendalikan kemampuan ku pemikiran ku akan tiba-tiba di renggut makhluk sialan itu dan tamatlah aku!” kocak juga rasanya melihatnya mengumpat-ngumpat seperti itu, ternyata dia tak selugu penampilannya, “dan kamu, kamu akan merasakan rasa sakit makhluk itu dan berasap seperti kemarin”
“Sebenernya gue mulai berasap setelah Alfi megang gue”
“Alfi? Anak baru itu?”
“Bukan! Alfi anaknya juragan pete, yaiyalah alfi anak baru itu!” semburku tak senang, memangnya ada berapa Alfi sih yang ada di sekolah atau sekiranya yang ku kenal sampai kusebut-sebut begini, “sebelumnya gue juga sempet ngeliat bayangan hitam yang nempel di belakang dia”
“Bayangan hitam seperti apa?”
Entah kenapa aku jadi mendadak ikut serius dalam pembicaraan ini, “gue gak sengaja ngeliat mata merahnya dan seketika jantung gue serasa berhenti berdetak walaupun cuman sedetik, siangnya pas gue marah-marah sama Alfi sosok itu muncul lagi dan senyum ke geu, dan itu efeknya lebih parah, gue kayak mau lumpuh, jadi intinya di pelototin iblis lebih baik daripada di senyumin iblis” Sunny terkekeh mendengar kesimpulan ku.
“Bayangan itu mungkin sedang mencari sasaran baru, dan sasarannya itu kamu, karena di antara kita berdua kamu lah yang paling lemah, sejak kedatangan Alfi aku sudah mendengar suara-suara aneh, kepalaku rasanya langsung sakit dan perutku mual, mangkanya aku ada di toilet pas banget di saat kamu berasap”
“Tunggu tunggu, apa maksul lo bayangan itu ngincar gue?”
“Karena yang jelas Alfi bukan ninth sense bayangan itu nggak bisa menetap lama, dia harus menemukan ninth sense lain..” tiba-tiba Sunny berhenti bicara, “ITU DIA! Pasti ada ninth sense lain yang ada di dekat Alfi tapi ninth sense itu nggak cukup kuat untuknya mangkanya bayangan itu butuh seorang ninth sense lain”
“Tunggu seorang ninth sense yang nggak cukup kuat? Berarti ninth sense itu akan..” aku tidak perlu menyelesaikan kalimatku karena aku yakin Sunny mengerti apa yang kumaksud.
Sunny menepuk jidatnya sendiri, “bener juga! Kita harus nyelamatin siapapun ninth sense yang ada di dekat Alfi, ayo kita harus ketemu Alfi sekarang”
“What?! Ngapain? Buat apa? Lo bilang bayangan itu ngincar gue kenapa gue malah harus nyodorin diri gue ke dia? Trus ogah banget gue deket-deket sama Alfi, gue nggak mau berasap lagi! Nggak!”
“Apa aku belum bilang kalau kamu udah di tandain sama bayangan itu?”
“Apa?”
“Death scene semalam adalah buktinya, death scene itu ditujuin buat kamu tapi karena saking kuatnya pengaruh kamu di dalamnya death scene itu bisa sampai ke aku, padahal itu death scene level 1 yang nggak ada apa-apanya” kalimat terakhirnya ini sebenarnya hanya diucapkan Sunny dengan gumaman, tapi telingaku cukup besar untuk bisa mendengarnya.
Level 1 apanya death scene yang semalam itu sudah cukup mengerikan untukku.
“Jadi gue lemah oke gue bisa terima itu, keberatan kalau lo jelasin ke gue gimana gue bisa lolos dari bayangan itu?” alisku naik, menantang sejauh mana pengetahuan cewek itu.
“Aku nggak tau gimana caranya meloloskan diri” HAH! “tapi…” hah? “yang jelas kita harus singkirin benalu itu dari Alfi” alisku makin naik seakan pertanyaan ku yang tadi belum terjawab, caranya bagaimana?! “aku masih belum tau, akan ku pikirin nanti yang jelas lebih baik sekarang kamu stay close terus sama Alfi”
“Lo udah gila? Ada di dekat dia itu rasanya kayak ada di pintu gerbang neraka tau!”
“Karena itu kamu harus bisa ngendaliin diri! Kamu tau kenapa kamu bisa ngerasain panas waktu kamu ada kontak fisik dengan Alfi? Itu karena energi negatif dari benalu itu yang dikirimkannya lewat Alfi! Kalau kamu bisa ngendaliin kemampuan kamu dan bukannya sebaliknya kamu bakalan bisa nyerang makhluk itu!” Sunny agak ngos-ngosan setelah menyelesaikan pidatonya, “sikap kamu yang dingin itu malah bikin mereka kesenengan mainin kamu tau! Semua aura negatif kamu itu berasal dari makhluk-makhluk yang sering mengganggu tidurmu”
“Gimana lo bisa tau?”
“Karena aku juga ngalamin, dulu setiap malam mereka suka menggila, mengirimkan pikiran-pikiran nggak enak yang bikin aku stress, tapi aku berhasil ngendaliin mereka, ku kirim balik pikiran-pikiran ke mereka dengan energi yang lebih positif, dan mereka akhirnya diam, nggak pergi tapi lebih tenang” dia tersenyum padaku, “buat mereka berpikir kamu lah bosnya!” Sunny menepuk pundakku sebelum berjalan mendahuluiku keluar gedung.
Aku menjajari langkahnya dan menggumamkan “thanks” yang hanya dibalasnya dengan senyuman. “by the way gimana lo bisa tau gedung ini satu-satunya tempat yang netral?” tanyak setelah kami sama-sama selesai melepas rantai sepeda.
“Aku mendengar pikiran lain disini, hanya pikiran ku sendiri, rasanya sangat tenang dan nyaman. Memangnya kamu merasakan aura negatif di sini? Engga kan?”
Benar juga biasanya setiap memasuki area baru aku selalu merasa seperti langsung terlempar ke tempat lain, tapi saat memasuki gedung ini semuanya tetap normal. Bangunanya tidak berubah aneh dan tidak ada bayangan-bayangan aneh. Benar kata Sunny rasanya sangat nyaman. Mungkin aku bisa mulai sedikit menyukai Sunny.
Please Read Me;
Terima kasih jika kamu berhasil mencapai bagian ini.
Aku akan senang jika bisa mengetahui pendapamu. Tinggalkan comment, jejak, apapun di blog ini supaya kamu bisa kembali. Itu akan sangat membantuku dan membuatku bersemangat untuk lebih banyak menulis.
Akan ada cerita baru yang akan ku upload setiap weekend.
Please leave a comment and click here to follow my blog.
Share this to your friends or families.
Bye.
♦♦♦
Cerita fiksi ini milikku, ideku dan imajinasiku!
Kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan cerita hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Segala bentuk tindakan (copy-paste, mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan) yang bertujuan untuk menjadikan tulisan ini sebagai milikmu sangat dilarang!
Comments
Post a Comment