Skip to main content

[CERPEN] Secret Sanity; Lo(s)t of Sanity Season 2 (Part 1-2)


PLAYLIST
★Season 1;
Part 1
Part 2
★Season 2;
Part 1
Part 2

***

     ♦Jovika Lee

Semuanya berubah dalam waktu sekejap. Siapa sangka aku akan terlibat dalam ‘misi penyelamatan’ ini. Secara teknis tante Van sudah meninggal, tapi aku tidak bisa mengatakan itu langsung pada Alfi dan Melvin, walaupun aku yakin 101% bahwa Melvin sudah tau yang sebenarnya.

Jika di pikir-pikir kami jadi seperti perkumpulan pengusir setan. Memang sih kami belum benar-benar pernah mengusir setan, tapi kami dalam perjalanan menuju itu.

Sunny ternyata suka membawa buku tua yang kertasnya lebih mirip kulit hewan dan bau apak luar biasa. Semua pengetahuannya tentang ninth sense berasal dari benda tua itu. Di buku itu juga kami menemukan kemampuan Melvin, yaitu kemampuan menyerupai dukun, mengendalikan makhluk itu. Rasanya aku pengen tertawa, tapi melihat wajah Alfi dan Sunny yang merah-merah cemas membuatku mengurungkan niatku dan memutuskan untuk tertawa di dalam hati.


Walaupun belum ada dua jam kami ada di gudang netral ini Melvin terlihat lebih bertenaga dan tidak selemas tadi. Rumahnya yang sedingin kutub utara itu memang malah memperburuk keadaannya.

Hari mulai gelap dan aku yakin that demon sangat tidak senang dengan kepergian kami membawa Melvin yang lama ini. Kami memutuskan untuk membuat api unggun di tengah-tengah ruangan dari ranting-ranting pohon kering yang kami kumpulkan dari sekitar gudang. Mobil Alfi bahkan sampai di masukkan ke dalam gudang dan pintu di tutup untuk mencegah udara dingin masuk. Kami duduk mengitari api unggun. Melvin tidur dengan tenang di pangkuan ku. Alfi duduk sambil memeluk lututnya dan bermain-main dengan abu yang bertebangan. Sunny masih sangat cermat menekuni buku tua yang usianya lebih tua dari kakek Dumbledor yang ngomong-ngomong sudah tiada itu.

“Jadi…” Alfi merentangkan tangannya untuk melemaskan otot-ototnya, “apa kita benar-benar harus bermalam disini?”

“Apa lo mau kembali ke rumah setan itu?” tanyaku sengit.

Alfi hanya tertawa getir, “awalnya gue juga bingung kenapa nyokap tiba-tiba mau ngajak pindah ke sini, alasannya sih supaya Melvin bisa mengenal suasana baru dan..” ragu-ragu dia melanjutkan, “untuk meyakinkan gue bahwa Melvin nggak bener-bener jadi gila setelah kecelakaan itu, tapi seperti yang lo bilang si itu hanya menggiring kami ke sarangnya huh?” aku berusaha tersenyum padanya dan mengusap bahunya.

Rasa panas yang familiar kembali kurasakan, tak hanya itu rasanya aku seperti dilempar dan terbanting di sudut ruangan yang gelap. Sebuah tangan yang lebih menyerupai cakar mencekik ku dan mengangkatku hingga kakiku tidak menapakkan tanah lagi. Hawa nafas panas berhembus di depan mukaku. “Go to hell” bisik sebuah suara. Bukan malah takut aku malah tersenyum, sinis, “then you’re coming with me” tanpa banyak bacot aku melayangkan tinju ku ke depan yang ku yakin adalah muka pemilik tangan monster itu. Aku berencana melayangkan tinju ke dua tapi tiba-tiba keadaan di sekitarku berubah terang, aku kembali ke gudang netral, dan yang paling menyebalkan dari di cekik iblis di dimensi lain adalah menemukan badanku melayang nyaris menyentuh atap dan melihat Alfi dan Sunny berteriak-teriak memanggil namaku dengan heboh.

Dammit Jo! Udah gue bilang jangan sampai lost control!” Sunny terus mengumpat-ngumpat mengeluarkan pembendaharaan kata umpatannya yang ternyata ajegile banyaknya.

Alfi terus melompat-lompat berusaha meraih kakiku. Aku melihat Melvin yang berdiri jauh nyaris ada di ujung ruangan, tengah terdiam kaku. Matanya tiba-tiba berubah berwarna merah menyala dan tau-tau saja aku sudah terjatuh dengan posisi tengkurap. Alfi dengan kecepatan mengagumkan cepat-cepat menghampiriku dan membantuku duduk.

“Lo nggak pa-pa?” tanyanya bersamaan dengan Melvin yang langsung berlari dan ikut berlutut di depanku.

“Kak maaf aku nggak bermaksud ngebanting kakak”

Aku menggeleng lemah dan mengusap kepalanya, “nggak pa-pa, thank you”

Good job Melvin!” bukannya menanyai ke adaanku Sunny malah meng-high five Melvin, “dan kamu!” saat beralih padaku tatapannya berubah keji, “kan aku sudah bilang jangan lost control! Kenapa kamu tiba-tiba terbang-terbang kayak burung hantu gitu!” oke aku agak sebal di bilang mirip burung hantu.

“Gue nggak tau oke! Begitu megang Alfi” aku menuding Alfi tepat di depan hidungnya, “iblis itu langsung nyerang gue! Gue hampir mati di cekik tau gak! Makasih udah khawatir!” semburku balik. Aku yang di serang kenapa dia jadi memarahiku? Dasar Sunny kadang-kadang tidak berotak!

“Oke aku minta maaf, tapi apa yang kamu lihat tadi?”

Walau masih agak kesal aku masih tetap menjawab dengan jujur, “cuman bentuk manusia biasa bertangan monster, gue sempet nonjok dia sih sekali”

“Iya! Kenapa? Lo juga udah nggak percaya sama gue lagi?”

“Bukan! Bukan!” Lagi-lagi Sunny mulai mondar-mandir dengan gelisah, “itulah sebabnya aku nggak bisa nemuin jenis makhluk apa yang menyebabkan semua ini karena.. penyebab sebenarnya adalah manusia”

Aku yakin bukan hanya aku yang sukses di buat melongo disini, tapi juga Alfi dan bahkan Melvin.

“Kecelakaan itu di rencanakan, kepindahan juga di rencanakan, yang nggak direncanakan hanyalah Melvin yang mendadak mempunyai kemampuan ninth sense

“Maksud lo apa di rencanakan? Ada semacam psycho yang ngirim iblis ke kami gitu?”

“Kalau nggak gitu kamu pikir apa maksudnya bentuk manusia bertangan monster yang di lihat Jo? Itu pertanda bahwa monster itu nggak bekerja sendiri”

Raut muka Alfi tak bisa ku baca dan tak bisa ku mengerti.

“Dan juga…” Sunny melanjutkan, “Alfi, disini kamu yang jadi perantaranya, gudang ini netral, harusnya kalau ada kehadiran makhluk lain aku atau Jo pasti bisa mengetahuinya dan bukannya langsung nerjang Jo kayak tadi”

“Jadi…” Alfi terlihat bingung, nyaris putus asa “apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Muka Sunny tak kalah putus asa saat menjawab, “kita akan menyerang, kita akan melawan atau jika tidak kita akan terbunuh”


***

Tangan Alfi yang memegang setir mobil mengerat sampai aku bisa melihat urat-urat di lengannya dari kursi penumpang belakang mobilnya. Sunny yang duduk di samping Alfi menenggelamkan dirinya pada buku panduan “kemampuan” kami, ninth sense, yang mungkin dapat membantu kami nanti. Aku sendiri tidak tau apakah ini hal yang tepat yang harus kami lakukan, atau mungkin ini malah rencana bunuh diri, tapi aku, kami, tidak punya pilihan lain, hanya inilah pilihan yang kami punya.

Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah Alfi. Cara satu-satunya untuk membebaskan Alfi dan Melvin dari iblis itu adalah membunuh apapun yang ada di tubuh Tante Van. Well rencana ini juga termasuk membebaskan aku dan Sunny juga dari jangkauan si iblis yang ingin memakan jiwa kami. Aku jadi kesal sendiri, aku tidak tau apa-apa selama ini dan tiba-tiba aku punya masalah dengan iblis?

“Kak aku takut” cicit Melvin yang dari tadi diam dan meringkuk di sampingku dengan mememluk lututnya.

Aku tersenyum berusaha menenangkan dirinya dan diriku sendiri, karena aku juga sama takutnya, “semua akan baik-baik saja” aku mengusap kepalanya dan masih berusaha tersenyum saat akhirnya Melvin mendongak dan menatapku, “kamu udah mulai bisa mengendalikan kemampuan itu dengan nolong kakak, ingat?”

“Tapi itu cuman kebetulan, keberuntungan” matanya membesar dan mulai berair. Aku mendekatkannya padaku dan memeluknya erat-erat sebelum akhirnya Melvin mulai terisak.

“Tenang saja, semua akan baik-baik saja” aku menyadari Sunny sudah mendongak dari bukunya dan Alfi mencuri pandang dari spion depan mobil, menatapku dengan tatapan yang sama seperti Melvin menatapku, membuatku juga ingin memelukanya erat-erat, “aku akan melindungi kalian”.
Sunny memutar tubuhnya untuk menatapku dan tersenyum. Saat itu juga aku mendengar suara Sunny di kepalaku, “jangan bodoh, aku dan kamu, kitalah yang akan mellindungi mereka” dan saat itu aku mulai yakin kalau semua akan baik-baik saja. Sunny mulai bisa menguasai kemampuannya sampai ia bisa bicara di kepalaku begitu. Dan akulah sekarang yang harus mulai bisa menguasai kemampuanku.


***

“Biar aku yang masuk duluan” aku memerintah dengan seenak jidat dan menyeruak diantara Alfi dan Sunny untuk meraih handle pintu. Aku menoleh kebelakang untuk memastikan mereka siap walaupun mereka memasang wajah tegang yang sangat lucu dan akan kutertawakan jika situasi sekarang tidak segawat ini. Melvin kusuruh menempel pada Alfi karena aku takut kalau-kalau aku malah melukainya nanti. Pada dasarnya aku bukanlah orang yang jujur dan terbuka, karena itu aku tidak mau mengatakan pada mereka bahwa aku merasakan sesuatu yang sangat buruk akan terjadi nanti.

Dengan hentakan hembusan nafas aku memutar handle pintu dan seketika aku langsung tersedot begitu saja. Rasanya dingin, gelap, dan aku sendirian. Aku jatuh tersugkur, tengkurap, posisi memalukan yang membuatku sedikit bersyukur bahwa aku sendirian dan tidak ada yang melihatku.

Aku langsung berdiri dan membersihkan bajuku dari segala debu dan kotoran apapun yang mungkin saja menempel saat aku jatuh dengan posisi memalukan tadi. Aghh hanya memikirkannya saja terasa benar-benar memalukan. “Sunny!” tidak ada jawaban, “ALFI!” masih tidak ada jawaban, “MELVIN! HEI DIMANA KALIAN BANGSAT!” aku jadi kesal sendiri kenapa aku jadi tiba-tiba sendiri begini? Dimana mereka? Apa mereka baik-baik saja? Apa tadi sempat terjadi sesuatu sedetik sebelum aku membuka pintu? Untuk pertama kalinya aku merasa takut, takut akan kehilangan orang-orang yang untuk pertama kalinya ku pedulikan dan mau memperdulikanku juga.

Suara kecapan lidah yang harusnya bernada kasihan malah terkesan mengejek terdengar, “apa kau akan menangis? Iya? Apa kau benar-benar akan menangis?” entah apa yang kulakukan mataku berubah berwarna biru dan aku bisa melihat makhluk, manusia dengan tangan monster yang menyekik ku, berdiri tegak tak jauh dariku dengan seringai di wajahnya yang anehnya terlihat sedikit familiar. Coba kuingat lagi apa aku pernah melihat manusia bertangan monster ini selain saat ia mencoba membunuhku? Hmm, jika aku masih berpikir waras dan aku sangat yakin aku belum gila sepertinya jawabanku adalah TIDAK.

“Siapa lo?” tanyaku sengit.

“Ayolah nak, apa wajahku tidak terlihat familiar bagimu? Apa kau benar-benar tidak mengenaliku?” apa dia baru saja memanggilku ‘nak’?! Kurang ajar! Aku bukan anak-anak apalagi anakmu tau! Dan kenapa dia sok kenal begini sih? Apa aku benar-benar pernah melihatnya sebelum ini?

“Iya mungkin gue pernah ngeliat lo karena sepertinya wajah lo pasaran banget” tertawa, ia malah tertawa, dengan mulut menganga lebar menampakkan taring-taring runcing yang aku yakin terdapat noda-noda darah di sela-selanya, dan seketika sekelilingku mulai bergetar hebar. Entah apa yang terjadi, ia bergerak sangat cepat, mendorongku dengan tangan monsternya sampai aku menabrak dinding dengan sangat keras, kurasakan tulang belakangku bergemeretak.

“Kau benar-benar ingin mati ya?” wajahnya memerah, urat-urat warna biru gelap menonjol dari sekeliling wajahnya. Sepertinya ia punya masalah dengan temperamen, di ejek sedikit langsung meluap dan sepertinya aku bisa menggunakan itu untuk menyerangnya, entah dengan apa dan bagaimana akan kupikirkan nanti. Yang jelas sekarang aku harus melepaskan diri dari cengkramannya karena setiap detik berlalu tekanan tangan monsternya pada leherku semakin kuat dan aku semakin susah untuk bernafas, yang berarti sangat tidak bagus karena jika aku mati duluan aku tidak tau apa yang akan terjadi pada Melvin, Sunny dan Alfi. Tunggu dulu…

“ALFI!???” aku yakin mataku melotot banget saat ini. Sekarang aku tau kenapa aku merasa dia sangat familiar, sekarang aku tau kenapa dia terus menanyakan apakah aku mengenal wajahnya. Karena dia mirip Alfi, hanya saja seperti Alfi versi 30 tahunan. “Holy crap! Lo mirip Alfi!” dia tertawa lagi, lebih lebar, lebih puas.

“Dasar bocah! Kenapa kau lamban sekali menyadari itu!?” sial tekanannya pada leherku semakin kuat, sekarang aku benar-benar tidak bisa bernafas. Rasanya aku hampir dapat melihat cahaya jika saja monster itu tidak tiba-tiba saja terlempar ke sisi lain ruangan, membuatku langsung merosot jatuh dan terduduk sambil terbatuk-batuk dengan heboh.

“Jo kamu nggak pa-pa?” astaga aku pasti sekarang sudah mati karena sepertinya aku mendengar suara Sunny yang seharusnya tidak ada disini.

“Jo” ya ampun! Aku juga mendengar suara Alfi dan merasakan sentuhan tangannya memegangi bahuku, mencegahku untuk tidak semakin merosot dan terbaring.

“JO BUKA MATA KAMU! JAWAB AKU!!” seketika aku membuka mata bukan hanya kaget karena tiba-tiba saja Sunny berteriak dengan suara dahsyat tapi juga ada titik-titik ludah yang menghujani wajahku yang aku yakin sedikit membiru. Aku melihat dengan sangat jelas wajah kawatir Sunny dan Alfi di dekat ku.

“Ooh kalian masih hidup” kalimat yang harusnya ku ucapkan dengan nada lega itu malah keluar dengan nada menyesal, dengan tidak ku sengaja pastinya. Aku punya masalah pribadi dengan mengungkapkan perasaanku untuk orang lain.
Sunny mengernyit bingung, “apa maksudnya itu? Apa kamu pikir kami sudah mati? Blah bagus sekali” Sunny langsung berdiri dari posisi berlutunya. Sementara Alfi hanya tersenyum simpul, senyum tipis yang sangat simpel tapi memancarkan banyak energi positif untukku. Ia membantuku berdiri dan masih memegangi pinggangku seakan ia takut jika nanti tiba-tiba aku akan terjatuh lagi.
Manusia monster itu kini berdiri dengan kaku di sudut ruangan lain dengan Melvin yang juga berdiri di sudut ruangan lain, mata merah terang dan ekspresi wajah yang sangat kaku. Bagus, untuk kedua kalinya ia berhasil mengendalikan kekuatannya lagi, untuk kedua kalinya ia berhasil menyelamatkanku lagi.

“Hentikan pa, sudah cukup!” aku mendongak dan melotot pada Alfi bukan karena dia berteriak tepat di telingaku tapi karena panggilan yang ia teriakkan pada monster itu. “Pa?” gumamku tak percaya.
“Iya” wajah Sunny mengeras, kedua tangannya mengepal di kedua sisi badannya, “Jo ingat saat aku bilang kalau dalang semua ini adalah manusai?” aku mengangguk meskipun aku yakin Sunny tidak melihatnya karena perhatiannya tertuju penuh pada si monster, “itu dia! Papa Alfi! Dialah penyebab semua kekacauan ini!” Sunny menudingkan jari telunjuknya pada si manusia monster matanya masih saja menatap tajam.

Si manusia monster atau ternyata papa Alfi lagi-lagi tertawa lebar dan keras. Ada apa sih dengan orang itu? Kenapa setiap di beritau malah selalu tertawa? Dasar mungkin dia memang benar-benar sudah tidak waras.

Aku mengalihkan pandanganku pada Melvin, anak itu mengacungkan jari tangannya pada si manusia monster dan memutarnya, seketika tawa si manusia monster langsung terhenti, seakan Melvin baru saja memelintir pita suaranya, “Dasar anak-anak bodoh!” si manusia monster berteriak dengan keras menyemburkan darah dari mulutnya, darah dari pita suara yang baru saja di plintir Melvin, “kalian pikir apa yang akan kalian lakuakan? Membunuhku? Dengan begitu kalian akan bisa lolos dari semua ini? Tidak! TIDAK SEORANGPUN BISA LOLOS DARI SINI!” ia memaksakan dirinya untuk berteriak membuat aliran darah yang keluar dari mulutnya semakin deras,  “asal kalian tau, aku sudah mati! Begitu juga ibumu Alfi!”

“DIA JUGA IBU MELVIN! DAN KAU JUGA AYAHNYA KEPARAT!” Alfi berteriak dengan ganas walaupun begitu aku bisa merasakan tangannya yang memegang pinggangku gemetar dan melonggar. Mungkin aku akan menyesali ini nanti tapi aku memutuskan untuk menggenggam tangannya dan to be surprise tidak ada rasa panas atau apapun, dan akupun memegangnya lebih erat.

“SIALAN! AKU BUKAN AYAH ANAK SIALAN ITU!” kalimat itu membuat Melvin kaget dan kehilangan konsentrasi, si manusia monster menyadari itu dan langsung memengamuk. Ia bergerak dengan sangat cepat menuju Melvin, mencengkeram badan anak itu dengan sangat mudah dengan tangan besarnya dan mengangkatnya ke udara. “Dia bukan anak itu! Alfi, apa kau tau kenapa aku memutuskan untuk bercerai dengan ibumu?” itu pertanyaan retorik karena sebelum Alfi sempat menjawab ia sudah melanjutkan, “karena ia berselingkuh dan anak ini, bukanlah anakku!” entah kenapa aku seperti menyadari apa yang kan terjadi selanjutnya, sepertinya aku mulai bisa mengendalikan kekuatanku, dan aku menyadari kekuatanku yang sebenarnya. Sunny salah, kekuatanku bukan hanya dapat merasakan perasaan makhluk-makhluk itu tapi juga melihat masa lalu dan masa depan.

Aku melepaskan diri dari Alfi dengan cepat menarik cowok itu pada posisi yang kukira tepat, dan seperti yang kuduga monster itu melempar Melvin dimana dengan reflek yang sangat bagus Alfi berhasil menangkapnya dan mereka terjatuh tersungkur bersama.

“Sunny aku akan menyerang dari sisi kanan lo sisi kiri” aku mengatakannya dalam pikiranku berharap Sunny menyadarinya dan walaupun dia tidak menyadarinya aku siap karena aku hanya akan mengincar tangan besar si monster itu. Tangan besar yang sepertinya terdapat dari kekuatan monster itulah yang membuatnya kuat.

Mungkin karena aku berhasil mengendalikan kekuatanku aku juga bisa menaikkan kekuatanku pada level baru, aku bisa bergerak sangat cepat. Dengan mengandalkan itulah aku meraih balok besar yang tergelatak di pojok ruangan dan bergerak menuju si monster, memukulkan balok itu dengan sekeras mungkin pada belakang lehernya dan menarik tangan besarnya sekeras mungkin. Seperti yang ku harapkan, Sunny mendengar pikiranku tadi, ia berlari pada sisi lain monster itu, meraih tangannya yang masih berbentuk tangan manusia normal. Kami berdua menarik ke sisi yang berlawanan, Sunny yang sepertinya agak kesusahan bahkan menjejakkan kakinya pada sisi badan si manusia monster. Si manusia monster terus berusaha melepaskan diri, kami terus berjuang untuk tidak melepaskan pegangan dan terus menarik sampai akhirnya aku bisa menarik lepas tangan besar itu di iringi suara teriakan ku, Sunny dan si manusia monster.

Sunny tersungkur dengan nafas terengah-engah bersama si manusia monster yang kini akhirnya berbentuk manusia biasa dengan tidak ada tangan monster, karena tangan monster itu kini ada di dekapanku.

Aku berdiri dengan sekali gerak, mendekap tangan monster yang besar dan panjangnya menyamai tubuhku, “well… that was easy”

Aku tidak akan berkata begitu jika aku sempat menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya, tangan monster yang tadi masih yakin sedang kudekap sudah menghilang lebur menjadi abu yang entah sengaja atau tidak sengaja ku hirup. Debu itu masuk semua ke dalam mulutku, membuatku terbatuk-batuk dengan heboh dan tersungkur di tanah dengan mata yang mulai berair efek dari rasa pedih dan panas abu yang mulai mengalir ke tenggorokanku.

Alfi langsung menyandarkan Melvin yang masih lemah dan shock karena tiba-tiba di lempar tadi ke dinding lalu berlari ke arahku, membantuku duduk dari posisi terbungkuk.

“Jo lo nggak pa-pa? Ada apa?” entah kenapa nada suaranya yang sangat panik dan seakan-akan takut sekali jika terjadi sesuatu padaku membuatku merasa sangat bahagia.

Tapi rasa bahagia itu kini tidak ada gunanya lagi, entah kenapa rasa itu hilang dan terganti dengan rasa amarah, rasa dendam yang amat besar.

Papa Alfi tiba-tiba tertawa, tawa keras seperti tawanya beberapa saat lalu yang mengatakan seakan ia menang, “sekarang matilah kalian” dan aku benci untuk mengakui ini, tapi orang busuk itu benar. Sial. Matilah kami.




Please Read Me;

Terima kasih jika kamu berhasil mencapai bagian ini.
Aku akan senang jika bisa mengetahui pendapamu. Tinggalkan comment, jejak, apapun di blog ini supaya kamu bisa kembali. Itu akan sangat membantuku dan membuatku bersemangat untuk lebih banyak menulis.
Akan ada cerita baru yang akan ku upload setiap weekend.

Please leave a comment and click here to follow my blog.
Share this to your friends or families.

Bye.


♦♦♦


Cerita fiksi ini milikku, ideku dan imajinasiku! 
Kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan cerita hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. 
Segala bentuk tindakan (copy-paste, mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan) yang bertujuan untuk menjadikan tulisan ini sebagai milikmu sangat dilarang!  

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Laporan PKL/PRAKERIN PowerPoint Bahasa Inggris Kurikulum 2013

Hai ... Aku termasuk korban kurikulum 2013, angkatan pertama percobaan malah. Aku tau kurikulum 2013 itu ribet banget, jadi jalanin aja yah adek-adek ku muah~ Aku murid SMK N 2 Batam Kelas XI Akuntansi 3 Baru saja menyelesaikan PKL selama 4 bulan (Juli - Oktober) di PT. Unisem Batam Banyak pengalaman yang ku peroleh Salah satu alasan ku memilih SMK adalah kepingin merasakan yang namanya PKL, dan siapa sangka ternyata bener-bener tak terlupakan. Berikut adalah hasil laporan PKL/PRAKERIN punyaku. Karena sepertinya setting di Microsoft PowerPoint 2011 aku beda dari google jadi sepertinya ada beberapa gambar dan tulisan yang melenceng dari tempatnya, mohon di maklumi yah ^^~ Kuharap ini bisa membantumu yang terdampar disini untuk mencari sesuatu, hehe..

Drama Negosiasi 4 orang pemain: Perencanaan Penggusuran

Hello everybody~  \nyanyi Shinee - Everybody\ Ehem.. okay.. so.. gue lagi dapet tugas dari Guru Bahasa Indonesia (Guru yang sama yang ngasih gue tugas buat puisi -_-) disuruh buat Drama dengan tema Negosiasi, dan perkelompok itu sebanyak 4 orang, dan inilah hasil naskah drama ala kadarnya yang gue buat malem2 -uh- >< Kelompok gue belum nampil sih, tapi... aah.. gak tau deh nanti nampilnya bakal kayak mana. Sebenernya gue gak asing lagi sih sama yang namanya "DRAMA" tapi tetep bikin kretek-ktetek :v

[Kill Me Heal Me OST] Jang Jae In (Feat. Na Show) - Auditory Hallucination Lyrics | English & Romanized