Skip to main content

[CERPEN] Two Things I Love the Most; Book&You


Two Things I Love the Most; Book&You

Seorang cewek berambut cokelat terang berdiri tegak di depan deretan rak-rak buku. Matanya berkeliaran membaca setiap judul buku-buku yang berjajar rapi di depannya. Tangannya yang mengepal dimasukkannya ke dalam kantong jaket oversize berwarna cream dan bergambar kepala anak kucing lucu. Sekali-kali kakinya yang terbalut skinny jeans levi’s warna biru terang dan sepatu boots warna cokelat setinggi betis dengan heels 6 cm dihentak-hentakkan ke lantai dengan santai mengikuti irama lagu yang terdengar di speaker. Kepalanya yang terbalut kupluk rajutan warna peach kadang mengangguk dan menggeleng.

“Apa sesusah itu memilih bukunya?”


Cewek setinggi 155 cm itu nyaris terlonjak kaget saat tiba-tiba ada suara datang tepat dari sebelah telinganya. Seorang cowok berambut cokelat gelap dan memakai topi yang diputar kebelakang  tersenyum padanya. Matanya yang ada di balik kacamata berbingkai warna hitam berkelip-kelip indah, seakan mata itu terbuat dari permata.

Cewek itu tersenyum dan mengalihkan pandangannya, takut kalau cowok itu menyadari bahwa ia terus menatap matanya, “tidak susah, aku hanya sedang bingung?”

Cowok itu menaikkan alis, “loh? kenapa?”

Lagi-lagi cewek itu tersenyum dan membuat tanda ‘V’ dengan jarinya, “karena aku sudah membaca semua buku yang ada disini”

Cowok itu nyaris terjengkal tapi lalu ia mengembuskan nafas dengan tidak percaya, “benarkah? serius?” cewek itu mengangguk berulang-ulang kali dengan mantap membuat cowok itu tertawa, tawa renyah yang terdengar seperti alunan nada yang indah dan langka. “Jadi,” cowok itu melanjutkan, “apa yang ingin kau cari sekarang?”

Cewek itu sempat berpikir sejenak, “entahlah, mungkin sesuatu yang baru” ia mengangkat bahu lalu ia meniup poninya dan mengembungkan pipi dengan gemas, “tapi, aku sudah berdiri dan mencari disini selama hampir sepuluh menit tetap saja aku tidak menemukan buku yang baru dan tentunya masih belum kubaca”

“Memangnya buku seperti apa yang ingin kau cari? Romance? Drama? Romance-comady perhaps?” cowok itu menyebutkan semua genre cerita dengan semangat, ia sangat penasaran dengan selera cewek di depannya.

“Defenitely horror” cewek itu menjawab dengan mantap bahkan sambil mengeluarkan kepalan tangannya dari kantung jaketnya.

Tapi jawaban mantap cewek itu disambut rasa kaget, “horror? yang benar saja, apa kau sangat menyukai horror?”

“Sebenarnya tidak sangat menyukai, hanya saja aku sekarang sedang dalam mood untuk membaca jenis buku seperti itu” cewek itu menjelaskan dengan sabar.

“Benarkah? Jadi apa genre cerita favoritmu?”

“Hmm… thriller yang penuh misteri dan adegan action yang menegangkan? oh tapi juga harus ditambah sedikit romance, tapi jangan romance yang berlebihan hanya sedikit saja untuk menambah variasi”

Cowok itu mengeluarkan tawa indahnya lagi, “kau pikir kau sedang memesan gado-gado?”

Cewek itu cemberut dan melirik tajam, “itu genre novel favorite ku tau”

“Oke oke aku mengerti, kau menyukai romance hanya saja tidak ingin yang berlebihan karena itu pasti menjijikkan?”

“Tepat sekali, seratus!” cewek itu menjawab dengan sarkatis, masih sedikit kesal walaupun tidak benar-benar kesal. Tapi rasa kesalnya yang hanya sedikit itu langsung hilang saat cowok itu mengeluarkan suara tawanya yang indah untuk ketiga kalinya.

“Baiklah aku mengerti, berhentilah cemberut, kau jadi mirip bakpau” ia mengusap puncak kepala cewek itu, membuat kupluknya agak sedikit melorot kedepan menutupi matanya. Cewek itu masih pura-pura cemberut tapi akhirnya tersenyum juga sambil membenarkan letak topi kupluknya.

“Kau sendiri, apa yang kau lakukan disini?”

“Sama sepertimu,” mata cowok itu mulai menelusuri judul-judul buku sastra di deretan rak-rak buku sebelum kembali melirik pada cewek itu, “mencari hal baru”
Caranya menatap membuat wajah cewek itu tiba-tiba memanas, ia berdehem dan mengalihkan pandangan sambil membalas, “jadi, apa kau sudah menemukannya?”

“Nyaris” cowok itu mencabut salah satu buku. Cover buku itu berwarna hitam gelap dengan judul bercetak tebal berwarna emas, “bagaimana dengan ini?”

The other side” cewek itu membaca judul bukunya lalu mendengus, “aku sudah membacanya, ceritanya sangat menyeramkan dan aku selalu mendapat mimpi buruk setiap kali aku selesai membacanya” cewek itu cemberut lagi mengundang tawa dari cowok itu, “lagipula ceritanya murni tentang horror dan rahasia fana dunia lain, tidak ada romance”

Cowok itu menarik salah satu suduh bibirnya ke atas, membuat ekspresi wajahnya semakin tampan, “romance seperti apa yang kau harapkan dari buku seperti ini? sang penyelidik misteri dan pemburu iblis terlibat cinta segitiga dengan penjaga dunia lain?”

Cewek itu menjetikan jarinya, “hey itu ide yang cukup bagus” cowok itu langsung melongo mendengar tanggapannya, “tapi, sayang penjaga dunia lain itu sepertinya berkelamin laki-laki, dan akan sangat aneh jadinya jika mereka semua gay” lagi-lagi cowok itu tertawa, entah untuk yang keberapa kalinya.

“Kau benar, bagaimana dengan ini?” cowok itu mencabut buku lain, lalu si cewek akan memberikan komentar dan si cowok akan tertawa mendengarnya dan begitulah seterusnya, sampai hujan deras yang turun dari siang tadi berhenti, meninggalkan genangan air di jalanan dan bau lembap.

Hari mulai sore dan akhirnya mereka berdua menemukan buku yang mereka inginkan. Setelah membayarnya bersama-sama di kasir mereka berjalan beriringan menuju pintu keluar.

Cewek itu mengambil payung transparan nya dari tempat penitipan dan membukanya, “terima kasih sudah membantu aku memilih buku, walau sebenarnya kau sempat gagal berkali-kali”

Sepertinya cowok itu tidak akan berhenti tertawa saat ia bersama cewek manis berwajah bulat itu, “sama-sama dan maaf, kau orangnya sangat pemilih jadi tidak gampang”. Cewek itu hanya tertawa kecil mendengarnya.

“Baiklah, sepertinya aku harus pulang sekarang”
Cowok itu melepas topi-terbaliknya sebelum memasang topi hoodie warna abu-abunya lalu menempatkan topi-terbaliknya diatasnya, “oke, hati-hati dijalan ya” cewek itu mengangguk, membalikkan badan dan mulai berjalan pergi. Cowok itupun melakukan hal yang sama, ia mulai berjalan beberapa langkah sambil menatap tanah dan kakinya yang terbalut celana jeans warna hitam dan sepatu nike berwarna senada melangkah. Tiba-tiba matanya membesar saat ia teringat sesuatu, cepat-cepat ia membalikkan badan dan berteriak,”heyyy”

Untungnya cewek itu belum terlalu jauh dan mengikuti firasatnya bahwa mungkin ia yang di panggil, iapun membalikkan badan, “apaaaaa?” cewek itu ikut berteriak.

“Siapa nama muuu?”

Seperti baru dilempar buah durian di kepala cewek itu juga baru teringat sesuatu, “Riseeeee, Dakota Riseeee! Dan kau?”

“Rickyyyy, Junior Ricky!”

“Senang bertemu denganmu Ricky” cewek itu melambai, “sampai jumpa lagi”

“Iyaaaa, senang bertemu denganmu juga” Cowok itu ikut melambai sampai cewek itu berjalan menjauh dan hilang di tikungan.


♀♂♡

Ricky jadi sebal kalau ia harus berdiam di rumah dan mendengar ocehan Ayahnya tentang kenaikan tagihan kartu kredit yang di gunakan Ibunya setiap hari. Itu sih salah ayah sendiri sudah memberikan kartu kredit pada ibu, ia mendengus dan dengan sengaja menginjak genangan air di pinggir jalan membuat airnya terciprat membasahi sepatu dan celananya.

Ia melihat sebuah bangunan minimalis di bagian pojok deretan toko dan senyumnya langsung merekah. Bangunan dengan nama dua huruf itu mengingatkannya pada pesan Rise kemarin.

Datanglah ke H&J jika kau punya waktu
^^

Sudah beberapa hari ini awan abu-abu berarak di langit akan membawa hawa dingin dan lembab yang membuat hati dan pikiran sejuk tapi kadang juga awan itu akan berubah hitam dan menjatuhkan rintikan hujan sebelum akhirnya menjadi guyuran air. Sementara Rise akan dengan senangnya menghabiskan waktunya di H&J singkatan dari Happiness&Joy, sebuah café yang juga merangkap sebagai Toko buku.

Rise keluar dari deretan rak-rak buku yang tingginya mencapai langit-langit dengan beberapa buku di dekapannya. Salah satu buku yang terjepit di tangan dan dadanya pelan-pelan akan melorot jatuh, ia nyaris berteriak saat buku itu akan terjatuh tapi tidak benar-benar terjatuh karena sebuah tangan dengan sigap menangkapnya.

“Hey kau harus hati-hati, buku ini bisa rusak” Ricky melotot pada Rise dan mengelus-elus buku yang untungnya ia tangkap dengan cepat sebelum jatuh.

Rise cemberut dan menyenggol Ricky dengan gemas, “kalau tanganku tidak memegang buku sudah ku pukul kau sekarang, huh” ia mengehantak-hentakkan kakinya seraya berjalan menjauh di iringi suara tawa renyah nan merdu dari Ricky lalu langkah-langkah cepatnya sampai detik berikutnya Ricky berada tepat di sampingnya.

“Kenapa kau sensitif sekali hari ini? sini,” Ricky meraup semua buku dari dekapan Rise dengan gampang, “wah buku-buku ini sepertinya bagus, hey seharusnya kau mengajakku kesini sejak kemarin aku hampir mati karena bosan di rumah terus selama liburan semester ini” Rise tertawa dan memukul kepala Ricky dengan gemas, membuat cowok yang sebenarnya lebih tinggi dari Rise itu mengaduh kesakitan.

“Itu hukuman karena kau mendapat remedial”

“Hanya satu! Dan itupun karena aku salah memberi nomor pada jawabannya”

Rise melipat tangannya di dada, menggeleng-gelengkan kepalanya dan di iringi juga dengan decakan, khas gaya ibu-ibu yang sedang marah pada anaknya yang nakal, “apa ku bilang? Kau pasti tidak tidur karena membaca The Lost Code untuk keseribu kalinya” kediaman Ricky di ambil Rise sebagai jawaban iya, “awas kalau kau mengulanginya lagi, kau tidak boleh memegang buku lain selain buku pelajaran”

Lagi-lagi Rise melangkah pergi duluan membuat Ricky harus sedikit berlari untuk menjajari langkahnya, “itu tidak adil lagipula itu tidak akan pernah terjadi lagi, oh ya dan aku punya insomnia tau”

“Vlo” Rise duduk di salah satu sofa dan menyapa cewek berambut merah sependek bahu yang duduk di sampingnya seakan ia tak mendengar yang di katakan Ricky sebelumnya. Ricky mendengus dan cemberut sebelum akhirnya menaruh buku-buku yang dibawanya di meja dan duduk di lain sofa di depan Rise dan cewek lain yang tak ia kenal.

“Vlo disini ada temanku namanya Ricky” lalu Rise menarik tangan Ricky membuat cowok itu agak kaget dan terperanjat, “Ricky ini sepupuku Vlo”

Dengan cepat Ricky berusaha pulih dari rasa kagetnya dan menyapa Vlo dengan suara agak pecah, “H-hai Vlo” ia mengulurkan tangannya tapi bukan malah menyambut uluran tangan Ricky, Vlo malah menyapanya balik, “Hai senang bertemu denganmu Ricky”

Dengan canggung dan bingung Ricky menarik lagi tangannya yang seharusnya di jabat oleh Vlo. Rise melihat sedikit rasa sakit hati dari mata Ricky karena Vlo tidak menerima uluran tangannya, ia menghela nafas dan berdiri untuk duduk di samping cowok itu. “Hmm Ricky, sebenernya Vlo…” Rise mendekatkan mulutnya ke telinga Ricky, “ia tidak bisa melihat”

Mata Ricky yang biasanya sudah besar kini makin membesar, “maksudmu dia buta???”

“Ssshhh…” Rise menekan telapak tangannya di mulut Ricky, “kami tidak menggunakan kata-kata itu disini” Ricky mengangguk dengan paham lalu Rise melepas dekapannya dan kembali duduk di dekat Vlo.

“Maaf Vlo” ucap Ricky merasa bersalah.

Vlo tertawa dengan lepas dan mengibas-ngibaskan tangannya dengan heboh, “hey, hey, kenapa kau tiba-tiba minta maaf? kita baru saja berkenalan dan kau sudah meminta maaf padaku, ya ampun aku sungguh menyedihkan” Vlo mencoba untuk bercanda tapi hanya tawa canggung yang keluar dari mulut Ricky begitu pula dengan Rise. Tapi Rise juga diam-diam merasa bangga karena Vlo sepertinya sudah mulai menerima keadaannya.

“Vlo kehilangan penglihatannya setelah seorang pencuri yang menerobos rumahnya, menusuk lehernya dan berusaha membunuhnya” Rise mulai menjelaskan setetelah Vlo pulang dijemput oleh kakaknya beberapa menit lalu, “sejak saat itu ia menjadi depresi dan sangat takut dengan orang, bahkan ia selalu panik jika tiba-tiba terdengar suara”
“Menjadi semacam phobia?” tanya Ricky, terlihat sangat antusias mendengar ceritanya.

Rise mengangguk, ia membetulkan letak rambutnya yang sedikit terjepit di lengan Ricky. Mereka sedikit berbaring di sofa, tidak ada jarak di antara mereka, Rise bersandar pada Ricky sementara Ricky melingkarkan tangannnya di sekitar cewek itu. “Ini baru kali kedua kami mencoba membawanya keluar rumah, aku sering datang ke rumahnya untuk menemaninya dan membacakan beberapa buku untuknya, dan aku gunakan toko dengan buku-buku bagus ini sebagai alasan jika ia mau keluar rumah aku akan membacakan buku-buku yang lebih bagus untuknya”

“Jadi, apakah ia benar-benar menjadi setakut itu berada di luar rumah? di tempat umum?”

“Iya, karena itu kami masih berusaha untuk membangkitkannya kembali, agak sulit memang”

Ricky tersenyum lebar lalu mengacak-acak rambut Rise dengan gemas. “aku sangat bangga padamu” ia mencubit pipi Rise dengan lebih gemas lagi membuat cewek itu mengernyit dan mengulurkan tangannya untuk balik mencubit pipinya.


♀♂♡

Satu lagi hari yang sama, membunuh waktu dengan cara yang sama, bersama orang yang sama, di tempat yang sama. Rise menguap dengan lebar disertai suara keras tertahan sampai-sampai membuat Ricky yang dengan nyamannya berbaring dengan kepala di pangkuan Rise sambil membaca buku melebarkan mata karena kaget.

Ricky mendengus dan mencubit hidung Rise dengan gemas, “hey tutup mulutmu kalau menguap, bagaimana kalau nanti seekor burung masuk?”

Sambil membalik lembaran buku yang di bacanya sendiri Rise memutar bola matanya dengan sebal, “kalau burung masuk ke mulutku akan langsung ku telan dan aku tak perlu memakan makan siangku nanti”

Tawa keras langsung menyembur dari mulut Ricky, ia mengangkat kepalanya dari pangkuan Rise dan menumpukan sikunya agar wajahnya bisa sejajar dengan Rise. Jarak yang tiba-tiba di renggut Ricky, jarak mereka berdua yang nyaris tidak ada, membuat Rise tiba-tiba berdebar-debar tanpa alasan. “hey bodoh, apa yang kau lakukan?” suara Rise bahkan agak retak dan cewek itupun harus berulang kali menelan ludah gugup diam-diam.

Otak Ricky menolak sinyal sebutan bodoh yang di dengar telinganya karena ia terlalu sibuk menerima sensor dari mata yang mengamati wajah Rise lekat-lekat dan berpikir setelahnya, “aneh” gumamnya samar-samar.

Menjadi orang bertelinga besar Rise mendengar gumaman Ricky dan mendelik, “apa yang aneh? aku aneh?”

Tiba-tiba Ricky tersenyum dan memiringkan kepalanya sedikit untuk menggeleng, “tidak”

“Apa? Apa yang aneh? Katakan padaku!” dengan heboh Rise menarik-narik lengan baju Ricky saat cowok itu hendak berdiri. Ricky mengabaikannya dan terus berjalan keluar ruangan, “tidak ada, lupakan saja”

Kesal, Rise memasang topi hoodienya dan mengikat talinya dengan erat. Ia mengangkat kakinya lalu memeluk lututnya, “iniilah wajah yang akan ia dapatkan saat ia kembali” Rise menaruh dagunya diatas lulut, menggembungkan pipi dan mengerucutkan bibir.

“Hey kau mau pudding vanilla dengan saus karamel? Pengurus rumahmu sangat rajin membuat cemilan tanpa di minta” Ricky kembali dengan membawa piring kecil, tangannya sibuk menyendoki pudding dan memasukkannya kedalam mulut. Menyadari tidak ada respon ia mengalihkan pandangannya dari mangkuk pada Rise. Melihat gadis itu memasang wajah cemberutnya ia tersenyum dengan geli. “Kenapa? Kau marah?” masih tidak ada jawaban. Senyum Ricky makin lebar, ia menaruh piring dengan pudding yang masih setengah termakan di meja kecil di dekat sofa dan kembali duduk di samping Rise. “Masih tidak mau bicara? Kau tau kan kau tidak pernah bisa marah padaku” kerucut bibir Rise makin maju, “begitu juga aku” Ricky menangkup wajah Rise dan memaksanya untuk menatapnya, “aku tidak bisa marah padamu”

Rise menghela nafas, “jadi apa yang kau maksud tadi? Apa kau benar-benar mengatakan bahwa aku aneh?” Ricky menggeleng sambil meremas pipi Rise, “jadi apaaaaa? Jelaskan padaku, akukan—“ Ricky memotong ucapan Rise dengan lembut dan tenang.

“Aku, akulah yang aneh” Rise bengong, mukanya berubah bloon, “aku baru sadar ternyata aku ini orang paling egois yang pernah ada di planet ini” Rise baru ingin membuka mulut untuk menanyakan kenapa tapi Ricku lebih cepat, “kenapa? Karena aku ingin memilikimu sendiri”

Lagi-lagi jantung Rise berdegup kencang, sangat tiba-tiba, sangat tidak diketahui apa alasannya. Tapi debaran kencang jantung Rise yang sangat hebat hingga rasanya akan meloncat keluar dari dada itu terasa sangat menyenangkan dan membuat Rise seolah melayang di langit paling tinggi. Rise tersenyum dan tanpa bisa dikontrolnya, matanya mulai berkaca-kaca.

Ricky ikut tersenyum sebelum mendekatkan wajahnya dan mencium lembut sudut bibir Rise.


♀♂♡

Minggu ini adalah minggu terakhir sekolah. Siswa yang sedang menuggu hari penerimaan rapot diharuskan untuk mengikuti kegiatan apapun yang diadakan osis. Hari ini juga hari dimana tim futsal sekolah Ricky akan sparing dengan sekolah lain, dan Ricky tanpa pikir panjang memutuskan untuk ikut karena sekolah lain itu adalah sekolah Rise.

Ricky memisahkan diri dari teman-temannya, ia menuruni tangga bangku penonton, menyusuri pinggiran lapangan sebelum akhirnya menelusuri koridor berharap menemukan wajah familiar. Berkali-kali ia berkeliling, mengecek setiap kelas, pergi ke kantin sambil memelototi setiap wajah yang tampak, dan ia sama sekali tidak menemukan Rise. Apa Rise tidak masuk hari ini?

Saat ia mulai memutuskan sendiri bahwa Rise tidak masuk dan hendak kembali ke lapangan futsal bersama teman-temannya saat itulah ia melihat Rise. Ricky tidak sengaja melihat Rise sekilas dari kaca jendela, dan walaupun itu hanya sekilas radarnya cukup untuk menyadarinya.

Rise sedang duduk di atas meja dan bersandar di pinggiran jendela, kaki terlipat untuk menopang buku yang sedang di bacanya secara serius sedangkan tangan kanannya memegang minuman dan tangan kiri mengulum ujung rambutnya sendiri. Tanpa ragu-ragu lagi Ricky menyeruak ke dalam kelas, “Rise! Ya ampun aku mencarimu kemana-mana sejak tadi! Apa yang kau lakukan?” Ricky tak bisa menyembunyikan rasa senangnya saat akhirnya bisa melihat Rise.

Hening, seruan penuh semangat Ricky hanya di balas dengan keheningan, keheningan ganjil. Rise menatap Ricky dengan mata terbelalak seakan ia seperti melihat hantu, “Rise” Ricky tersenyum garing, ragu akan melakukan apa karena respon Rise sangat berbeda dengan biasanya. Rise yang selalu bersemangat dan penuh kehidupan saat melihat Ricky kini tidak ada, hanya Rise yang dingin dan kaku yang bahkan kini mematung shock.

Rise menaruh buku dan minumannya, turun dari meja dan beranjak menuju tempat Ricky berdiri dengan sejuta kebingungan, “Ricky—“

“Rick!” tangan Rise yang hendak meraih Ricky ditariknya kembali dengan cepat saat tiba-tiba teman Ricky muncul, “pertandingan sudah dimulai, apa yang kau lakukan?” teman Ricky seakan-akan seperti baru disambar petir saat ia menyadari kehadiran Rise, “eh Dakota, maaf, sepertinya temenku tersesat” teman Ricky berusaha menarik-narik Ricky tapi Ricky sama sekali tidak bergeming, “dude, apa yang kau lakukan? Ayo pergi!” teman Ricky mendesis dengan geram dan sedikit takut.

“Tunggu Ton” Ricky menepis tangan Tony dan menatap tajam tapi lembut Rise, “Rise, ada apa?”

“Rick! Kau kenapa sih? Ayo pergi! Eh maaf Dakota” Tony masih berusaha menarik Ricky untuk bergerak pergi tapi kali ini Ricky menepisnya lebih keras hingga Tony mendesah dengan kesal dan putus asa. “Rick, percayalah padaku, hal yang lebih bijak untuk dilakukan sekarang adalah pergi dan bukannya sok kenal ayolah!” Tony mendesis makin geram yang kini ditambah pelototan.

“Aku bukannya sok kenal tau! Aku mengenalnya! Diamlah sebentar!” Ricky melotot pada Tony dan pandangannya kembali lembut saat beralih pada Rise yang anehnya masih diam seribu bahasa. “Rise ada apa? Kenapa kau diam saja? Apa kau sakit? Kau tidak sakit kan, semalam kau terlihat baik-baik saja”

“Semalam? Rick sudahlah jangan mengigau! Kau tak mengenalnya, dia ini Dakota, maaf Dakota”

“For God sake shut up Ton! Aku bilang aku mengenalnya”

Tony tetap tak mau kalah, malah ia makin merasa geram, “Hhhh, Dakota, maaf ya, apa kau mengenalnya? Kau tak mengenalnya kan?” Tony menunjuk-nunjuk Ricky sembari berharap dengan sangat seakan jika Dakota mengatakan ‘iya’ itu berarti ia gila.

Ricky menatap Rise dengan sangat memohon, berharap Rise yang tidak biasanya terlihat dingin dan emotionless itu akan mengatakan iya ia mengenal Ricky dengan bangganya.

Tapi satu kata yang keluar dari Rise adalah satu kata yang sepertinya baru saja membuat setengah nyawa Ricky melayang, “tidak” Rise kembali ke meja tempatnya duduk tadi untuk mengambil minuman dan bukunya sebelum akhirnya berjalan keluar melewati Ricky dan Tony sambil mengatakan beberapa patah kata lagi yang berhasil melayangkan nyawa Ricky yang tersisa, “aku tidak mengenalnya, sekarang pergilah dari hadapanku”

Sorakan gembira para supporter seakan bisa membuat telinga berhenti bekerja untuk sesaat, tapi yang membuat Ricky seakan tuli mendadak bukanlah teriakan kegilaan senang teman-temannya karena tim futsal sekolahnya unggul satu point. Wajah asing Rise masih tergambar jelas di pikirannya. Bagaimana Rise menatap Ricky seakan mereka baru pertama kali bertemu, tatapan dingin seakan dari seseorang yang tidak punya saraf perasaan.

“Aku pasti sedang mimpi buruk” Ricky bergumam pada dirinya sendiri, “Argh! Ini membuatku gila!” Ricky menarik-narik rambutnya sendiri. Ia menduduk, menyembunyikan diri di tengah kerumunan. Menyembunyikan diri dari kenyataan.


♀♂♡

Rise menggigiti ujung kukunya dengan panik. Freak out. Hari ini tercatat sepuluh hari Ricky tidak menghubunginya. Rise sendiri tidak punya keberanian untuk menghubungi Ricky duluan, ia takut. Sangat takut akan apa yang akan di pikirkan Ricky jika ia menceritakan yang sebenarnya.

Rise benar-benar merasa seperti kotoran setelah menyadari perlakuannya pada Ricky waktu lalu. Seharusnya ia tidak melakukan itu pada Ricky. Seharusnya ia tau lebih baik. Seharusnya ia tidak terlalu egois dan memikirkan Ricky juga. Seharusnya! Seharusnya! Seharusnya! Semuanya sudah terjadi jadi sekarang percuma memikirkan yang seharusnya dilakukan waktu itu! Harusnya.. Seharusnya.. Rise memikirkan bagaimana ia bisa menghubungi Ricky dan menjelaskan semuanya. Tapi memikirkan bagaimana ia harus menjelaskannya dan memikirkan bagaimana respon Ricky setelah itu membuatnya merasa sangat takut. Bagaimana jika pandangan Ricky terhadapnya berubah? Bagaimana jika Ricky meninggalkannya? Membayangkannya saja sudah cukup menyakitkan. Rise semakin meringkuk di dalam selimutnya dan terisak hingga terlelap.


♀♂♡

Rise setengah membanting setumpuk buku yang dibawanya di atas meja. Ia mendengus dengan keras dan mengehempaskan diri di kursi. Yosh! Posisi srategis. Single table paling pojok di dekat kaca etalase. Rise mulai mengambil buku pertama di tumpukan paling atas, ia melihat ilustrasi abstrak pada covernya lalu membaliknya untuk membaca sinopsis ceritanya. Ceritanya cukup menarik, tentang seorang gadis yang memiliki kemampuan membunuh orang hanya dengan melihat wajah orang tersebut dan membayangkan kejadian kematiannya. Cukup menarik, Rise membaca halaman pertama dan terus membaca, membaca dan membaca. Mengabaikan dunia dan tenggelam dalam perasaan campur aduk tokoh utama.

Terkadang Rise bisa sangat fokus saat membaca tapi saat telinganya menangkap suara tawa yang familiar konsentrasinya hancur dan ia mengalihkan pandangan dari deretan kata pada seorang cowok yang duduk di section chat couch di sisi lain ruangan.

Ricky. Matanya mulai berkaca-kaca, keringat dingin meluncur dari pelipis, tangannya pun tiba-tiba terasa kaku. Rise merasa tidak percaya akhirnya ia melihat Ricky. Oh Rise sangat merindukan Ricky. Rise bisa saja berlari melompati deretan meja ke sisi lain ruangan dan memeluk Ricky seerat yang ia bisa. Tapi semua saraf tubuhnya seakan tidak berfungsi lagi saat ia melihat bagaimana Ricky dengan lepasnya tertawa bersama teman-temannya—dua orang cewek yang duduk di kedua sisinya dan dua orang cowok yang duduk di hadapannya.

Ricky mengeluarkan tawa itu. Tawa renyah yang terdengar seperti alunan nada yang indah bagi Rise. Tawa langka yang awalnya ia kira hanya dikeluarkan Ricky saat ia bersamanya. Ternyata Rise tidak se-spesial itu untuk Ricky. Baiklah, tidak masalah. Ini memang selalu terjadi kan. Orang datang dan pergi dari hidup seseorang dengan mudah. Usaha Rise untuk membuka pintu untuk Ricky ternyata tidak penting lagi sekarang, dan akhirnya Rise memutuskan untuk menutup pintu itu kembali dan menguncinya rapat-rapat.

Rise hanya mengambil satu buku dari tumpukan buku yang sudah ia ambil, buku berjudul “Angel of the death” yang dibacanya tadi, mengambil tas dan jaketnya sebelum berjalan keluar dari H&J.

Memangnya apa yang salah? Ini bukan pertama kalinya, kau pasti bisa, semangatlah Rise! Lupakan saja Rick— “KYAAAAAAAAA” teriakan penuh spontanitas itu terhenti saat Rise tersungkur di tanah. Ia tersandung tali sepatunya sendiri. “AHH SIAL!” Rise mengumpat keras-keras sambil berusaha untuk duduk, perasaan buruk saat ia memutuskan untuk memakai rok pendek pagi tadi benar-benar terbukti. Lutunya lecet dan mengeluarkan darah, selain itu kedua telapak tangannya yang ia gunakan untuk menahan berat badan saat ia jatuh tadi juga lecet. Rise melempar tasnya dengan geram, “menyebalkan! Apa sih salahku hah!? Dasar bajingan bodoh! Brengsek!”

“Siapa yang kau bilang brengsek? Bajingan bodoh?” Ricky berlutu di samping Rise dan meringis saat melihat darah yang mengalir dari lututnya, “ini harus segera di obati kalau tidak nanti bisa infeksi” Ricky mengulurkan tangannya, “sini”

Rise ingin marah, Rise ingin menangis, Rise ingin memukul Ricky, Rise ingin memeluk Ricky, Rise ingin menerima uluran tangan Ricky, tapi.. “lupakan, aku tidak apa-apa” ia menepis tangannya dan meloncat berdiri. Tapi kemudian menyesali tindakannya karena lututnya terasa seperti akan meledak.

“HEY!” Rise nyaris terjungkal saat tiba-tiba Ricky berteriak, “apa kau selalu sebodoh ini? Hentikan kebodohan mu!” Ricky meraih tangan Rise dan menggenggamnya dengan paksa, “dasar bodoh” ia setengah menyeretnya karena ia yakin jika tidak begitu Rise tidak akan mau mengikuti langkahnya.

Tiba-tiba diseret dan dipaksa berjalan memang membuat lututnya terasa semakin sakit tapi Rise tidak sanggup menepis tangan Ricky lagi. Ricky menggenggam tangannya dengan paksa seakan Rise bisa saja menghilang jika Ricky tak memeganginya.

“Berhenti menyebutku bodoh” gumam Rise dengan mata terpejam erat.

“Bodoh” Ricky bertindak seolah ia tak mendengarnya.

“Berhenti menyebutku bodoh! Dasar bodoh!” Rise membantah, volume suaranya meninggi.

“Kau yang lebih bodoh karena kau tidak menghubungiku selama dua minggu terakhir! Siapa yang memperbolehkanmu untuk mengabaikanku?!”

“Kau yang mengabaikanku! Kau bahkan sepertinya tidak merasa kehilanganku”

“Apa kau gila!? Dua minggu terakhir ini rasanya seperti neraka untukku!”

“Pembohong! Tadi saja kau tertawa keras seakan kau sangat senang bersama teman-temanmu!”

“Aku sengaja tertawa keras agar kau bisa mendengarku! Jika aku tidak melakukan itu aku yakin kau tidak akan pernah menyadari keberadaanku”

“Itu konyol! Harusnya kau—“ Rise menghentikkan langkahnya, menarik tangan Ricky dan balas menggenggamnya lebih erat agar ia berhenti melangkah dan berpaling padanya. Rise menarik nafas dalam dan panjang sebelum mulai bicara, “maaf, aku, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu dengan berpura-pura tidak mengenalimu, aku—“

“Aku tau” Ricky memotong dengan suara lembut yang nyaris tidak tertangkap pendengaran Rise, “temanku sudah menjelaskan semuanya. Apa kau tidak apa-apa? Kenapa kau tidak mengatakan padaku keadaan mu di sekolah seperti itu? Kenapa kau mengasingkan dirimu sendiri?”

Sudut bibir Rise melengkung ke atas, tersenyum sinis, dan menunduk, “aku bukan mengasingkan diri aku hanya tidak suka.. aku tidak ingin terlibat dengan kerumitan hubungan dengan orang lain, aku.. aku lelah terus kehilangan orang yang penting untukku”

“Kenapa kau tidak pernah mengatakan ini padaku sebelumnya?” Ricky memegang pipinya berusah menaikkan wajahnya agar ia bisa melihat matanya, “Rise, kenapa?”

“Bukankah kau malah akan berpikir aku ini aneh jika aku menceritakan ‘hey Rick kau tau sebenarnya aku benci orang’ hah?”

“Iya kau memang aneh” Rise mendelik saat Ricky malah mengakuinya aneh dan bukannya membantah, so much for being gentle, “tapi, jika kau benci orang kenapa kau mau terlibat denganku? Kenapa kau memperbolehkanku terlibat dalam cerita hidupmu?”

Rise ingin menunduk tapi tertahan oleh tangan Ricky, memaksanya untuk menatap dua permata indah di wajah Ricky yang sangat di kaguminya selama ini, “aku tidak tau, aku sungguh tidak tau, aku hanya.. aku bahkan tidak tau kenapa aku mau berbicara banyak padamu dan memberikanmu namaku di toko buku waktu itu”

Ricky tersenyum, “Rise, pernahkah aku mengatakan ini sebelumnya?” Rise menatap Ricky penuh tanya, “aku sangat menyayangimu, kau adalah salah satu orang paling penting dalam hidupku, ingat saat aku bilang aku ini egois? Aku egois karena aku ingin hanya aku yang memilikimu, hanya aku yang bisa membuatmu tertawa, hanya aku yang bisa memunculkan sisi lucu dirimu”

“Keinginan egoismu berhasil” Rise melingkarkan tangannya pada leher Ricky, seketika itu juga rasa sakit di lututnya tidak terasa sama sekali, karena hanya ada dua hal yang sangat aku sukai di dunia ini Ricky tersenyum, ia melingkarkan tangannya di pinggang Rise dan membawanya lebih dekat.

“Apa itu?”

Buku dan kau



**What's two things you love the most in this world?




Please Read Me;

Terima kasih jika kamu berhasil mencapai bagian ini.
Aku akan senang jika bisa mengetahui pendapatmu tentang CERPEN TTILM. Tinggalkan comment, jejak, apapun di blog ini supaya kamu bisa kembali. Itu akan sangat membantuku dan membuatku bersemangat untuk lebih banyak menulis.
Akan ada cerita baru yang akan ku upload setiap weekend.

Please leave a comment and click here to follow my blog.
Share this to your friends or families.

Bye.


♦♦♦


Cerita fiksi ini milikku, ideku dan imajinasiku! 
Kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan cerita hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. 
Segala bentuk tindakan (copy-paste, mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan) yang bertujuan untuk menjadikan tulisan ini sebagai milikmu sangat dilarang!  

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Laporan PKL/PRAKERIN PowerPoint Bahasa Inggris Kurikulum 2013

Hai ... Aku termasuk korban kurikulum 2013, angkatan pertama percobaan malah. Aku tau kurikulum 2013 itu ribet banget, jadi jalanin aja yah adek-adek ku muah~ Aku murid SMK N 2 Batam Kelas XI Akuntansi 3 Baru saja menyelesaikan PKL selama 4 bulan (Juli - Oktober) di PT. Unisem Batam Banyak pengalaman yang ku peroleh Salah satu alasan ku memilih SMK adalah kepingin merasakan yang namanya PKL, dan siapa sangka ternyata bener-bener tak terlupakan. Berikut adalah hasil laporan PKL/PRAKERIN punyaku. Karena sepertinya setting di Microsoft PowerPoint 2011 aku beda dari google jadi sepertinya ada beberapa gambar dan tulisan yang melenceng dari tempatnya, mohon di maklumi yah ^^~ Kuharap ini bisa membantumu yang terdampar disini untuk mencari sesuatu, hehe..

Drama Negosiasi 4 orang pemain: Perencanaan Penggusuran

Hello everybody~  \nyanyi Shinee - Everybody\ Ehem.. okay.. so.. gue lagi dapet tugas dari Guru Bahasa Indonesia (Guru yang sama yang ngasih gue tugas buat puisi -_-) disuruh buat Drama dengan tema Negosiasi, dan perkelompok itu sebanyak 4 orang, dan inilah hasil naskah drama ala kadarnya yang gue buat malem2 -uh- >< Kelompok gue belum nampil sih, tapi... aah.. gak tau deh nanti nampilnya bakal kayak mana. Sebenernya gue gak asing lagi sih sama yang namanya "DRAMA" tapi tetep bikin kretek-ktetek :v

[Kill Me Heal Me OST] Jang Jae In (Feat. Na Show) - Auditory Hallucination Lyrics | English & Romanized