Pukul 8:16pm
Besok adalah hari kedua ujian akhir dan aku baru saja selesai belajar. Aku bahkan menulis ini lewat ponsel. Ada satu hal yang ingin aku tulis sejak seminggu yang lalu tapi aku belum sempat. Bukannya aku tidak punya waktu tapi entahlah aku sering saja menyingkirkan segala hal dan memilih untuk tidak melakukan apapun.
Jadi, mungkin sekitar seminggu yang lalu lah. Mood-ku untuk melakukan segala hal sedang berada di puncak, jadi aku memutuskan untuk mencuci baju dan memasak disaat yang sama. Kebetulan juga hari itu kelasku dimulai pukul 11:00am. Cuaca sedang cerah-cerahnya dan Surabaya lama tidak diguyur hujan beberapa hari jadi aku dengan santainya menjemur baju diluar. Saat aku pergi kuliah aku meminta tolong penjaga asrama untuk mengangkat jemuran ku kalau turun hujan. Begitu ku tulis begini kenapa rasanya hal paling bodoh untuk di keluhkan ya? Ah terlanjur.
Sorenya, sekitar satu jam sebelum aku pulang hujan turun sangat deras. Di dalam kelas aku bahkan tidak tau sedang turun hujan jadi badanku langsung menghangat mengalahkan hawa dingin ruangan ber-AC. Awalnya aku marah, tapi lama-lama rasa kecewa menguasaiku. Rasanya sangat sesak sampai aku ingin menangis.
Aku menangis hanya karena jemuran ku yang ku cuci dari pagi sebelum berangkat kuliah malah basah kuyup karena orang yang kutitipi ketiduran dan lupa mengenai pesanku?
HAHA.
Bodoh.
Tentu saja bukan.
Karena hari itu hujan deras sampai air menggenang selutut orang dewasa di beberapa jalan yang rendah, butuh waktu sampai maghrib untuk sampai di asrama. Benar-benar dua kali lipat waktu dari yang biasanya.
Dalam waktu yang panjang dan di dalam mobil yang diguyur hujan pun aku berpikir.
Kenapa setiap kali aku meminta tolong pada seseorang selalu saja semua berubah salah?
Itulah hal yang membuatku terlalu malas meminta bantuan orang. Aku lebih memilih melakukan semuanya sendiri. Paling tidak aku akan meminta bantuan kalau sudah kepepet banget.
Tapi! Banyak orang-orang yang sering meminta bantuan padaku. Seperti satu orang itu yang selalu meminjam catokan rambutku padahal ia punya sendiri. Begitu kutanya kenapa suka sekali memakai punyaku dengan santai dia menjawab karena punyamu lebih enak dipakai. Nyaris saja ku congkel matanya yang selalu ber-eyeliner itu dengan sendok. Ujung-ujungnya aku harus berbohong kalau catokan rambutku rusak. Dia hampir setiap hari memakainya sedangkan aku hanya mungkin sebulan sekali, kalau ada acara kudus atau aku sedang tidak ada kerjaan. Dan kami bahkan tidak sekamar!
Lalu ada juga orang-orang yang mengira aku memiliki segalanya. Meminjam berbagai hal tapi tidak akan dikembalikan kecuali ku minta. Dan sampai sekarang masih ada beberapa barang yang tidak pernah kembali padaku. Apa aku harus mengikhlaskan? Padahal aku hanya punya stock terbatas untuk diri sendiri. Tidak bisa kalau harus diberikan secara suka rela begitu. Kalau begini caranya aku yang nantinya harus balik meminjam berbagai hal dari orang saking melaratnya. Ini juga salah satu alasan aku malas meminjamkan barang ku pada orang lain.
Mungkin ini memang keluhan yang bodoh. Tapi aku tidak bisa menahan untuk tidak berpikir bahwa, wow aku benar-benar buruk dalam menjalani hidup sampai aku merasa ingin tidak berurusan dengan siapapun. Aku selalu merasa sendiri, aku ingin sendiri karena walaupun aku ditengah-tengah keramaian aku masih merasa sendiri.
Apa kepribadianku memang buruk? Apa fisik ku jelek? Apa aku memang tidak cocok dengan masyarakat?
Atau, apakah aku benar-benar egois karena memikirkan diri sendiri seakan jika aku membantu orang lain orang itu harus membantu ku saat aku butuh? Apakah keluhan ku ini terdengar seperti aku memberi hanya untuk ingin mendapat balasan?
Entahlah.
Kepalaku sakit.
Selamat malam.
Semoga hidupmu lebih bisa kau jalani daripada aku yang tak sanggup menjalani hidupku sendiri.
XXX
Comments
Post a Comment