Skip to main content

[CERPEN] Delis!


Pernah nggak sih kepikiran kalau ada salah satu temen lo di kelas lagi ngelamun, sebenernya apa yang dia lamunin? Well, kalau aku, inilah yang aku lamunin. 100% my imagination. #ImajinasiSeorangPelajar

***

Rutinitas apel pagi hari itu berjalan seperti biasa. Pembina apel menyampaikan amanat yang terasa tidak ada ujungnya sementara barisan murid-murid fokusnya ada dimana-mana kecuali amanat Pembina apel.

Hingga tiba-tiba kepala sekolah berjalan memasuki lapangan diikuti barisan panjang orang-orang berbaju hitam yang langsung menyebar mengelilingi seluruh lapangan. Ada satu orang berbaju hitam yang tetap mengikuti langkah kepala sekolah. Guru yang menjadi Pembina apel langsung cepat-cepat menyelesaikan amanatnya dan memberikan microphone pada kepala sekolah. Sepertinya kedatangan kepala sekolah dan tamu misterius memang tidak direncanakan, tampak dari tampang terkejut guru-guru yang langsung ikut berkumpul di lapangan.

Salah seorang murid yang berada di tengah-tengah barisan mendesah pelan, “sial” ia melirik sekeliling lapangan yang sudah di kepung tanpa seorangpun menyadari betapa gawatnya situasi sekarang ini.

“Ehem” suara berwibawa bapak kepala sekolah yang diyakini semua orang ganteng di masa mudanya menggema dimana-mana, “hari ini bapak—“ bapak kepala sekolah yang dipuja-puja itu tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena tiba-tiba sebuah pedang menembus perutnya dari belakang, membuat beliau langsung berguling jatuh dengan posisi tengkurap. Sebagian besar menjerit dengan histeris, yang lain hanya terpaku tidak tau harus berbuat apa, ada juga yang langsung muntah-muntah melihat genangan darah yang mulai meluber kemana-mana. Tanpa diberi aba-aba barisan itu langsung bubar, berceceran hendak kabur tapi mereka lupa bahwa barisan mereka sudah di blokade oleh kumpulan orang baju hitam lain.

Orang berbaju hitam yang tadi mengekor kepala sekolah mengambil alih microphone yang sudah berlumuran darah, “salah satu dari kalian tau betul apa yang sedang terjadi sekarang, dan orang itu diharapkan segera menyerahkan diri sekarang kalau tidak mau ada lagi korban yang jatuh” berbagai jenis dan volume jeritan langsung berkumandang dari berbagai arah.

Dibarisan tengah, tenggelam diantara sisiwi-sisiwi yang panik ketakutan, nyaris terhimpit, seorang cewek berambut pendek menatap tajam orang berbaju hitam—yang dengan bangga beridiri di atas jenazah kepala sekolah—dari balik kacamatanya. Sejak pagi tadi ia sudah merasakan hawa-hawa tidak enak, sekarang terbukti perasaannya itu dengan kehadiran bapak-bapak laknat berkuncir kuda dengan kacamata hitam gelap yang juga menyembunyikan kegelapan matanya—secara harfiah. “Tch, dasar Gordon keparat” cewek itu mendesis dengan geram.

“Sepertinya kau butuh pancingan lagi ya?” Gordon tertawa, tawanya menggelegar, tawa histeris yang mengerikan. Tangannya terulur lalu dengan ajaib salah satu murid dari kemurunan melayang dan mendarat dicengkraman Gordon, “minta tolong lah” mimik Gordon dengan seringai lebar.

“AAAAHHHHHHHH” murid cowok itu menjerit dengan tidak teratur, jeritannya panjang dan terdengar menyakitkan terlebih lagi cengkraman Gordon dilehernya makin menguat. Semua orang menutup mata dan telinga, menolak untuk menyaksikan. Teriakan penuh rasa sakit itu terasa menular pada siapapun yang mendengarnya. Jeritan itu lalu berhenti, semua orang membuka mata lalu menjerit dengan ngeri, cowok tadi badannya sudah terkulai tapi kepalanya masih ada di tangan Gordon.

Satu persatu tubuh tanpa roh alias mayat bertebaran dimana-mana. Kengerian itu membuat semua orang kalap. Mereka mencoba menerobos barisan pengikut Gordon yang mengelilingi lapangan lalu tak ayal lagi mereka langsung tewas dengan sekali tebas. Gordon menarik orang-orang dari barisan secara acak, bermaksud memancing sosok yang ia cari, juga bermaksud kalau-kalau justru sosok yang ia cari itulah yang ia tangkap.

Semuanya berubah menjadi arena pertumpahan darah. Parahnya ini serangan satu arah karena tak ada seorangpun yang hendak melawan pasukan Gordon. Bahkan guru olahraga yang badannya segede bagong hanya bisa melotot kesegala arah dengan celana yang mulai basah.

“Delis!” kaget karena tiba-tiba ditepuk pundaknya, cewek berambut pendek itu menoleh sambil membetulkan letak kacamatanya, “hah?”

“Kenapa malah bengong sih? Ayo kita kabur juga, mau kena bunuh hah?!” muka Pipit yang biasanya kelam dan mengkilat kini tampak pucat mengerikan, belum lagi tangannya yang memegang lengan Delis dengan erat tampak gemetaran. Delis tersenyum menenangkan, “tenang aja” bukan malah tenang Pipit malah makin frustasi. Gimana sih?! Ada orang aneh yang bunuh-bunuh seenak jidat di lapangan gini kok malah dikasih senyum SPG.

Pipit makin frustasi saat tiba-tiba Delis melayang, Delis sendiri mukanya malah lempeng. Delis ditarik dengan kasar oleh kekosongan sampai tangan Gordon mencengkram lehernya, begitu erat sampai serasa akan remuk. Delis berencana akan langsung menebasnya dan—

“Delis!!!” Aduh! “Jangan! Lepasin Delis! Tolong.” Pipit! Ngapain sih?! Udah gila ya?!!!!!!!

Gordon tertawa, masih tawa mengerikan yang sama. Ia menjatuhkan Delis dan berjalan menuju arah Pipit berdiri, orang-orang disekeliling Pipit sudah jauh menyingkir sejak cewek itu berteriak dengan sok heroik. “Kenapa? Kamu ingin menggantikan posisinya?” Gordon menyeringai, Pipit langsung menciut tapi ia tidak menyesali perbuatannya tadi. Pipit siap kalau memang ia harus mati duluan, walaupun ia ragu jika ia sudah mati nanti apakah Delis akan dibiarkan hidup atau tidak.

Tangan Gordon terangkat, tepat sebelum menyentuh Pipit tiba-tiba Delis sudah berdiri diantaranya. Delis menggandeng tangan Pipit sementara Gordon sudah jauh terpental ke atap sekolah. Masih terduduk di atas atap Gordon tertawa lagi, kali ini tawa mengerikan yang terdengar puas, “HAHAHAH! Ketemu kau!” Delis menggeram sementara Pipit nyaris pingsan.

Delis makin merapatkan Pipit padanya saat Gordon melompat turun, karena tampak bersemangat lapangan semen itu langsung retak dimana-mana. “harus memusnahkan setengah populasi baru kau mau keluar ya? Hah? Atau hanya butuh satu orang terpenting untuk memancingmu keluar?”

“Apa perlu kujawab pertanyaan bodoh mu?” Pipit nyaris terkulai lemah saat rambut Delis mulai berubah warna, “apa maumu?”

“Kematianmu!!!” Delis mendorong Pipit saat Gordon langsung menerjang kearahnya. Delis terlempar ke lantai atas, menghancurkan koridor dan satu ruangan kelas. Semua orang terkesiap, tak menyangka salah satu diantara mereka ternyata satu jenis dengan Gordon, sebagian dari mereka berharap Delis bisa menyelamatkan mereka. Sebagian lagi menyalahkan Delis kenapa tidak menyerahkan diri sejak tadi dan menunggu banyak korban berjatuhan.

“Hanya itu???” Gordon berteriak lalu menatap sekeliling, “nyawa kalian ada di tangan orang selemah itu? HAHAHA—“

Delis muncul dari reruntuhan, ia melempari Gordon dengan potongan–potongan dinding bangunan, berusaha untuk tidak mengenai Pipit tapi tidak peduli kalau saja mengenai orang lain. “Enak saja! Aku disini bukan untuk menyelamatkan nyawa siapapun! Mana peduli aku dengan nyawa mereka!” semua orang yang masih beruntung bisa menghembuskan nafas di lapangan itu makin keder, bahkan sepertinya Delis tidak berniat melindungi mereka. Bahkan nyaris mereka semua tidak mengenal siapa itu Delis, padahal Delis termasuk senior di sekolah itu, dan tiba-tiba saja meminta perlindungan di bawah lengan Delis, pantaskah mereka? Kegoisan menyelimuti hati semua orang. Delis lah yang bertanggung jawab akan semua ini!

Delis menerjang Gordon, memukul dan menendang secara bertubi-tubi, tidak memberikan Gordon kesempatan untuk melakukan serangan balasan sampai tiba-tiba salah satu dari pengikut Gordon muncul di belakangnya dan menusuknya sampai tembus dari belakang. Semua orang histeris, tapi Delis hanya mendengar jeritan histeris Pipit dan wajah pucatnya yang sangat ketakutan. Delis masih sempat memelintir kepala pengikut Gordon yang menusuknya hingga nyaris putus.

Delis jatuh, dengan posisi tengkurap ia merasakan sedikit demi sedikit kesadarannya mulai menghilang. Gordon menyeka darah di wajahnya, ia baru akan menginjak kepala Delis saat lagi-lagi ia ditendang hingga mental menembus ruang guru.

Tiga orang cowok muncul mengitari tubuh Delis, berdiri tegak penuh siaga kalau ada serangan lain yang ditujukan pada Delis.

“Take care of the back, I’ll finish that bastard!” desis cowok berambut merah dan jigrak dengan geram, walaupun tadi ia sudah sempat menendang Gordon rasanya masih sangat kurang, apalagi melihat apa yang sudah dilakukannya pada Delis. Wajahnya mengeras, ia berdiri dengan lagak melindungi di dekat tubuh Delis, rasa sesal menyelimuti hatinya karena datang terlalu terlambat.

“No” cowok berambut silver dan berkacamata menolak dengan tegas, “you and Stuart” ia menunjuk cowok berbadan besar yang mengawasi sekeliling dengan serius, ”clean his followers, I’ll take care of him”

“But Kevin he—“

“Aiden! Listen to me!” Aiden diam lalu membuang muka melihat pengikut Gordon yang tiba-tiba bersikap siaga, “she’ll be fine” Kevin menoleh ke belakang, menatap tubuh Delis dengan penuh kepercayaan.

Mereka langsung menyebar, Kevin menuju ke arah Gordon yang masih berbaring di reruntuhan puing-puing. Aiden dan Stuart menyerang pengikut Gordon yang banyaknya aje gile.

Pipit merasa tidak asing dengan tiga cowok tadi, tapi ia tidak sempat lagi memikirkan hal itu. Cepat-cepat ia berlari ke arah Delis dan langsung terkulai lemas begitu melihat mata Delis terpejam erat, badannya kaku, tanpa nafas. “DELISSS!!!!!!!” teriaknya histeris. Pipit meraung-raung kalap, tangannya gemetaran dan berkeringat, wajahnya pusat pasi.

Delis mendengar suara raungan, ia mengernyit, susah payah ia berusaha membuka matanya. Tampak Delis terlihat seperti orang yang sudah kehilangan kewarasannya. Ia berusaha mengangkat tubuhnya sampai terduduk, Delis sudah tidak mendengar raungan Pipit lagi, ia malah mendengar teriakan tertahan dari Pipit saat ia secara paksa mencabut pedang panjang yang menancap di tubuhnya, Delis sendiri juga sedikit berteriak saat mencabutnya. Rasa sakitnya mulai memudar seiring dengan mulai sembuh lukanya.

Pipit mulai merasa Delis—sahabatnya yang sudah dikenalnya selama dua tahun terakhir bukanlah manusia biasa, mata Delis bahkan sudah menyamai warna rambutnya. Bukan hanya Pipit yang terkejut tapi juga seluruh orang yang menyaksikan, bahkan Gordon yang baru saja meninju Kevin sampai ia terlempar tak jauh dari Delis. Seorang cewek yang tidak bisa terbunuh.

Delis mendecak pada Kevin, “what took you guys so long?”

“Sorry” Kevin terkekeh, “they attacked us too in LA” Delis menatap Kevin dengan khawatir tapi Kevin membalasnya dengan senyum menenangkan, “we’re fine, it’s not as bad as you are, none of us got killed”

“Damn you!”

Aiden muncul di dekat Delis dan langsung memegang bahunya dengan tegang, “are you okay?” Delis mengangguk. Aiden melepaskan pegangannya dan berbalik menatap Gordon dengan penuh dendam. Stuart kembali, menandakan pengikut Gordon sudah disapu bersih, terbukti dengan mulai banyak orang berlari keluar lapangan memasuki ruangan kelas dan menguncinya rapat-rapat, perintah dari Kevin.

Salah satu guru menghampiri Delis dan tiga teman misteriusnya. Guru itu, guru matematika yang selalu memarahai Delis di kelas. “Delis! Saya tidak tau apa yang terjadi disini yang jelas sepertinya hanya kamu harapan satu-satunya”

Delis ogah menjawab, ia malah membuang muka. Jadi Kevin lah yang berbicara dengan logat yang lucu, “iya pak, akan kami selesaikan”

“Dan jelaskan nantinya” perintah guru itu. Kevin hanya mengangguk.

“Dasar tukang perintah!” desis Delis masih terdengar oleh guru yang mulai berlari menyelamatkan diri dari apapun yang terjadi. “Pipit, ikut berlindung sana! Mau mati?!” Delis mulai mengancam saat dilihatnya Pipit tidak mau beranjak pergi. 

“You don’t have to be that harsh” Kevin menepuk kepala Delis begitu Pipit sudah ikut masuk ke dalam kelas. Delis mengibaskan rambutnya, “I’ve had enough, let’s finish him” Aiden, Kevin dan Stuart mengangguk.

Gordon dengan kepala menteleng nyaris jatuh, tangan dan kaki tertekuk kesana-sini dengan tidak wajar masih saja bisa tertawa. “kalian benar-benar menggelikan” terdengar suara gemuruh, badan Gordon mengembang, membesar, bengkak, dengan banyak tonjolan aneh disana-sini. Kaca mata hitamnya jatuh, menampakkan matah hitam kelam, dia sudah menunjukkan wujud aslinya.

Gordon meraung menciptakan hembusan angin dasyat yang membuat Delis, Aiden, Kevin dan Stuart terlempar ke segala arah. Aiden cepat-cepat melompat ke arah Delis, memastikan cewek itu baik-baik saja. Sementara Delis, Aiden dan Kevin masih kualahan, Stuart sudah menerjang Gordon duluan, ia menyerang Gordon dengan tinjuan bertubi-tubi, Gordon membalasnya dengan menerbangkan Stuart setinggi mungkin lalu menghempaskannya sampai meruntuhkan bangunan setenga jadi.

Kevin sudah bergabung dengan Delis dan Aiden, “It’ll be hard to beat him when his on those shape, we have to get his weakest spot”

“And… he’s weakest spot is…?” Delis melotot pada Kevin dengan tidak sabar.

“I have no idea” Aiden menepuk jidat sendiri sementara Delis memutar mata dengan kesal.

“GUYS!!!” Stuart memaksakan berteriak walau ia sedang dibanting kesana-sini oleh Gordon dengan hanya memegang sebelah kakinya. “A LITTLE HELP HERE!!!” Wajahnya sudah nyaris remuk, walaupun nanti akan bisa kembali seperti semula tetap saja itu menyakitkan.

Sebelah kaki. “That’s it! His leg!” Delis melompat ke atas atap, “STUART! TAKE OFF HIS LEFT LEG! NOW!!!”

Stuart membalik badannya, ia berusaha menahan tarikan Gordon dengan mencengkram akar pohon sekuat tenaga, Gordon terlalu sibuk akan menghancurkan Stuart sampai ia tidak sadar kalau kaki kirinya sudah lenyap. Badannya langsung mengecil ke ukuran semula.

Saat itulah Delis melompati Gordon dan menendangnya dari belakang. Diikuti Stuart yang langsung meninjunya sampai mental ke atas atap. Lalu Kevin melompat dan mendarat di atas Gordon sampai ia jatuh menembus atap. Aiden menarik Gordon dan melemparnya ke tengah lapangan sampai terdengar dentuman besar seiring retaknya sekeliling. Terakhir, Delis mengambil pedang yang tadi menembus dirinya, ia menusuknya di kepala Gordon lalu menariknya sampai kebawah, membelah Gordon menajadi dua.

***

Pada akhirnya tidak ada yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Kevin yang biasanya bertindak sebagai pengatur segalanya hanya diam dan garuk-garuk kepala. Aiden sibuk memarahi Delis yang selalu cuek dan gegabah. Sementara Stuart sibuk menenangkan Pipit yang semakin meraung-raung ketakutan.

“We erase their memories. Done!” Delis mengangkat bahu dengan ringan sama sekali tidak mau direpotkan dengan sok menjelaskan kebenaran. Aiden menyentil dahi Delis sebelum merangkulnya dengan gemas.

Kevin masih ragu, “but their fear will live for eternity”

“Dude, human have fear, just leave it” Delis membantah dengan sengit. Delis sama sekali tidak pernah mengerti jalan pikiran Kevin yang kepanjangan tidak ada ujungnya.

“We can say it they got killed by building that just collapsed” Stuart menunjuk tumpukan mayat yang sudah dibariskan dan ditumpuk dengan rapi olehnya.

Keesokan harinya berita gedung sekolah yang ambruk dan memakan banyak korban jiwa tersebar di TV dan Koran.


***



Please Read Me;

Terima kasih jika kamu berhasil mencapai bagian ini.
Aku akan senang jika bisa mengetahui pendapatmu tentang CERPEN Delis!. Tinggalkan comment, jejak, apapun di blog ini supaya kamu bisa kembali. Itu akan sangat membantuku dan membuatku bersemangat untuk lebih banyak menulis.
Akan ada cerita baru yang akan ku upload setiap weekend.

Please leave a comment and click here to follow my blog.
Share this to your friends or families.

Bye.


♦♦♦


Cerita fiksi ini milikku, ideku dan imajinasiku! 
Kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan cerita hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. 
Segala bentuk tindakan (copy-paste, mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan) yang bertujuan untuk menjadikan tulisan ini sebagai milikmu sangat dilarang!  

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Laporan PKL/PRAKERIN PowerPoint Bahasa Inggris Kurikulum 2013

Hai ... Aku termasuk korban kurikulum 2013, angkatan pertama percobaan malah. Aku tau kurikulum 2013 itu ribet banget, jadi jalanin aja yah adek-adek ku muah~ Aku murid SMK N 2 Batam Kelas XI Akuntansi 3 Baru saja menyelesaikan PKL selama 4 bulan (Juli - Oktober) di PT. Unisem Batam Banyak pengalaman yang ku peroleh Salah satu alasan ku memilih SMK adalah kepingin merasakan yang namanya PKL, dan siapa sangka ternyata bener-bener tak terlupakan. Berikut adalah hasil laporan PKL/PRAKERIN punyaku. Karena sepertinya setting di Microsoft PowerPoint 2011 aku beda dari google jadi sepertinya ada beberapa gambar dan tulisan yang melenceng dari tempatnya, mohon di maklumi yah ^^~ Kuharap ini bisa membantumu yang terdampar disini untuk mencari sesuatu, hehe..

Drama Negosiasi 4 orang pemain: Perencanaan Penggusuran

Hello everybody~  \nyanyi Shinee - Everybody\ Ehem.. okay.. so.. gue lagi dapet tugas dari Guru Bahasa Indonesia (Guru yang sama yang ngasih gue tugas buat puisi -_-) disuruh buat Drama dengan tema Negosiasi, dan perkelompok itu sebanyak 4 orang, dan inilah hasil naskah drama ala kadarnya yang gue buat malem2 -uh- >< Kelompok gue belum nampil sih, tapi... aah.. gak tau deh nanti nampilnya bakal kayak mana. Sebenernya gue gak asing lagi sih sama yang namanya "DRAMA" tapi tetep bikin kretek-ktetek :v

Perjalanan Perubahan Warna Rambut

Dulu, kalau aku berani mencoba mewarnai rambutku mungkin aku akan langsung di bakar di perapian. Tapi sekarang beda tahun, beda cerita dan sepertinya beda jaman. Aku pertama kali mewarnai rambutku saat tahun baru 2014. Waktu itu warna yang muncul seharusnya dark blonde , tapi karena rambutku hitam banget, warna itu hanya muncul saat terkena cahaya atau sinar matahari. Karena kurang puas akhirnya aku pergi ke salon lagi. Salon yang selalu ku datangi sebelumnya adalah salon teman mamaku. Tapi, karena lokasinya jauh akhirnya aku memilih salon yang ada di mall terdekat. Aku memilih salon tertutup, seperti salon yang khusus untuk wanita-wanita hijab yang ingin merawat rambut tanpa mengumbar aurat (kira-kira begitu) dan isinya wanita semua. Warna yang ku pilih lagi-lagi blond e. Setelah hampir dua jam waktu ku habiskan di salon itu rambut ku malah berwarna oranye sedikit kekuning-kuningan. Ternyata tadi tanpa aku sadari orang yang mengurusi rambutku menambahkan bleach karena rambu...