Skip to main content

[CERPEN] Vanilla Twilight


    Disebuah taman terlihat seorang anak cewek, gendut, dengan rambut di ikat dua. pipi tembemnya dan bajunya berlumuran coklat, coklat batangan super besar yang tinggal setengah dan kini ada di tangan kirinya. siapa anak kecil yang terlihat tidak menggemaskan sama sekali itu? yup.. itu aku.
    Mataku tertuju lurus, menatap sedih segerombolan anak-anak yang juga sebaya denganku sedang asyik bermain. sementara aku? duduk sendiri, di bangku taman yang panjangnya 3 kali badanku. anak-anak lain tidak mau mengajakku bermain, setiap mereka menghampiriku mereka selalu meledekku habis-habisan. seperti ‘gendut jelek’ ‘monster cilik’ ‘bola lemak’ dan masih banyak lagi yang terlalu kasar untuk terlontar dari mulut anak berumur 6 tahun.
    Tiba-tiba seorang anak cewek lain yang juga sebaya dengan ku menghampiriku. dia memakai baju berwarna pink yang cantik. matanya besar, bibirnya kecil, rambutnya ikal dan diikat dua pula. cantik, mirip boneka Barbie ku di rumah.
    “Hei! thamu! main yuk!” katanya cadel. dia sudah 6 tahun masih berbicara seperti anak 3 tahun. tidak seperti aku yang sudah sangat fasih berbicara.
    “kenapa?” tanyaku bingung.
    “thupaya thamu ndak thedih lagi, ini” dia menyodorkan permen lollipop warna-warninya yang super besar, hampir sebesar mukaku. “aku bagi pelmen ini, tlus..” dia mencolek cokelat di pipi ku dan menjilatnya “thamu bagi cotlat mu, oce?” aku tersenyum dan menyodorkan setengah batang cokelatku.
    Sejak saat itu aku, Yuri Ananda dan si lollipop girl, Selvi Amanda selalu bermain bersama. tapi tiba-tiba hal yang sangat tidak kami inginkan terjadi, saat kami kelas 6 SD menjelang kelulusan Selvi harus pindah ke Amerika. neneknya, ibu ayahnya tepatnya mendadak sakit dan berhubung ayah selvi anak pertama, beliau lah yang bertanggung jawab merawat ibunya. saat itu kami bisa saling menghubungi satu sama lain selama 2 bulan lewat media social, tapi setelah itu selvi menghilang, ia tidak pernah menjawab e-mail ku, mention dan dm dari twitter, facebook selvi pun sudah deactivated , dia juga tidak pernah muncul di skype. aku menyerah. aku hanya berharap kami bisa bertemu lagi, suatu hari nanti.




4 tahun kemudian …

    “Yuri..” suara seseorang yang sudah sangat ku kenal memanggilku dengan nafas tersengal-sengal. aku menoleh, bertepatan dengan hembusan angin pagi, membuat rambutku yang baru kupotong pendek kemarin minggu berkibar genit. “wuih.. rambut baru nih ye,” kata orang itu heboh. cowok tepatnya. aku tersenyum malu. tiba- tiba tangannya menggapai kepalaku, dia merapikan rambutku “udah cantik eh kena angin langsung kayak jadi gelandangan, sini gue rapiin” seketika aku menyikut nya, tepat mengenai tulang rusuknya.
    “kurang ajar” aku pura-pura cemberut.
    “hehe.. “ dia terkekeh dan merangkulku “ayo ke kelas”
    Biar ku kenalkan siapa cowok yang ada disampingku ini. namanya Rozi Anggara. dia wakil ketua OSIS di sekolahku, SMA Moral, dia juga kapten tim basket sekolah, yang sudah jelas termasuk ke dalam kategori ‘Cowok populer’ di sekolahku. tapi kenapa cowok sehebat dia bisa dekat denganku? cewek yang BUKAN SIAPA-SIAPA di sekolah ini, cewek kuper yang bahkan temannya bisa di hitung pakai jari tangan, cewek pendiem yang kelewat polos sampe dikira freak . ini memang aneh, aku saja yang sudah dekat dengannya hampir 1 tahun ini masih heran.
    Ceritanya saat MOS aku yang jelas-jelas dan sudah pasti selalu sendiri dihampiri seorang cowok dengan muka kusut. tanpa alasan yang jelas dia, Rozi maksudnya, bercurhat-ria padaku soal dia gak mau masuk sekolah ini lah, MOS-nya bikin capek lah, ceweknya kegenitan semua lah (ini sih salah muka lo yang ganteng ituh) dan masih banyak lagi. aku sedikit risih awalnya tapi karna sikap Rozi sendiri yang ‘terbuka’ padaku membuatku juga langsung nyaman padanya. dan kelihatannya dia juga merasa nyaman padaku karena sejak saat itu dia terus ingin di sampingku, bahkan ia sampai memohon-mohon pada guru kesiswaan untuk pindah kelas ke kelasku. karna kewalahan terus menolak permintaan Rozi akhirnya dengan hati yang sangaaaaaattt berat Rozi pun dipindahkan ke kelasku, dan kami pun jadi pasangan sebangku dimana aku, cewek yang sangat tidak diinginkan ‘penggemar’ Rozi sangat dibenci.
    Yah.. demi Rozi aku rela menampung kebencian itu dan terus menjalani hidup. ya.. demi Rozi. Rozi sangat mirip dengan seseorang, seseorang yang dulu menghampiriku disaat aku sendiri dan terasingkan. iya orang itu. aku merindukan orang itu.
    Disaat Rozi sedang menceritakan cerita lucu nya dimana ia mengerjai kakaknya dengan menggantung celana dalamnya di langit-langit kamar terdengar keributan dari ujung koridor.
    Rozi menghentikan salah satu anak laki-laki yang berlari-lari heboh menuju keributan itu, “ada apaan sih?” tanya Rozi, melihat dari hebohnya aku sih berpikir semacam perkelahian gitu kali ya.. “itu ada anak baru, cewek, dari Amerika katanya, cantik banget lagi..” jawabnya masih heboh mirip orang kesetanan. cewek? dari Amerika? mungkinkah.. ah gak mungkin lah. gak mungkin!
    Cowok kesetanan itu langsung berlari begitu dilepas Rozi. “cih.. dari Amerika aja bangga, emang secantik apa sih dia..” Rozi berkomentar risih.
    “coba liat dulu sana cantik apa gak, baru boleh komentar” celotehku.
    “ih ogah! gue gak butuh cewek lagi, lo udah lebih dari cukup” hatiku mulai berdesir mendengarnya “yuk ke kelas” Rozi kembali merangkulku, lebih seperti menggiringku. membuat jantungku berdegup kencang karenanya.
    Kami duduk di bangku kami, bangku paling belakang, tempat duduk paling strategis menurut Rozi, aku sih iya iyain aja. aku meletakkan tasku dan duduk di kursi sementara Rozi duduk di meja depan ku sambil melanjutkan cerita nya tadi yang sempat ter-pause.
    Bel sekolah yang berbunyi seakan bel kematian bagi beberapa murid, tepat selesainya cerita Rozi. Rozi langsung turun dari meja dan duduk di sebelahku, kelas mulai penuh di ikuti guru yang masuk. Mam Dahlia, guru bahasa inggris itu masuk dengan seorang cewek tinggi.
    “Yeee.. ini kenapa murid baru masuk kelas kita” Rozi berbisik. oh.. anak baru dari Amerika itu.
    Mam Dahlia menyuruhnya memperkenalkan diri. “Hey guys.. nama gue Selvi Amanda..” ha? “gue pindahan dari Amerika..” HA?? “gue berharap kita bisa berteman baik” HAHHHH??!!!! aku tidak bisa menghentikan mulutku untuk menganga selebar yang ku bisa. sampai-sampai Rozi menatap ku heran dan menutup mulutku.
    “lo kenapa?” tanyanya bingung. aku menggeleng kikuk. oke tenang, aku belum bisa memastikan apakah itu benar-benar Selvi, Selvi Amanda, si lollipop girl.
    Postur tubuh selvi tinggi semampai, rambutnya ikal berwarna agak coklat (aku yakin itu hasil salon), matanya bulat besar sangat indah mirip mata selvi kecil, bibirnya kecil dan mengkilap akibat polesan lip gloss , tulang pipi nya juga terlihat sangat cantik mempercantik wajahnya yang sempurna. semoga saja aku benar..
    Selvi duduk di bangku paling depan, bangku satu satu nya yang kosong. dia tidak melihat ku sama sekali.
    Saat istirahat, sama seperti tadi pagi, Selvi di kerumuni banyak orang. terutama kaum cowok. banyak yang ingin berkenalan dengannya, jadi temannya. suatu hal yang sangat luar biasa untukku. tanpa perlu melakukan apapun Selvi mampu punya banyak teman, sebanyak yang dia mau, bahkan tidak tanggung-tanggung mungkin pacar juga akan sangat gampang dia dapatkan. hanya seperti membalikkan telapak tangan.
    “Hey, kok lo ngelamun sih? siomay nya gak enak ya?” Rozi sedikit mengguncang bahu ku. aku menggeleng sambil tersenyum.
    “gue ke toilet ya..” pamitku yang lebih terdengar seperti seorang murid minta izin pada guru.
    “perlu di temenin gak?” tanya Rozi jail. sial. aku memukul bahunya. sepertinya lumayan keras sampai sampai Rozi meringis.
    Dengan wajah-wajah orang lega sehabis keluar dari toilet aku mencuci tanganku di washtafel. saat itulah Selvi masuk, aku langsung membeku di tempat. aku ingin sekali menanyakan apakah dia selvi. selvi yang itu.
    “selvi?” panggilku, lebih terdengar seperti bertanya.
    “iya?” dia menoleh padaku, dia tepat di depanku. oke aku makin penasaran. dia sangat mirip, sangat mirip.
    “inget aku?” tanyaku takut-takut. sebagian besar takut kalau aku salah.
    Awalnya Selvi terlihat bingung, lalu wajahnya mulai berkerut-kerut, memperhatikan ku, seakan tercerahkan atau semacamnya, matanya langsung terbuka lebar, mulutnya ikut terbuka dan langsung ditutupnya dengan tangannya. dia kaget? atau takut kalau muka ku berubah mirip setan? abaikan pilihan yang kedua. sedetik kemudian dia langsung memelukku.
    “YURI??!!!!” serunya heboh. suaranya menggema di setiap sudut toilet. “OH MY GOD!! YURI!!” dia terus berteriak seakan-akan Selvi baru menemukan kota Atlantis yang hilang. oke mungkin aku nya saja yang ke ge-er-an. “you look so different” kini suaranya mulai tenang. aku tersenyum, senyum tipis tapi di hatiku terasa seperti senyum lebar sampai wajahku nyaris robek.
    Kami melanjutkan pertemuan heboh kami yang tidak mengenakkan di tolet ke dalam kelas. Selvi sudah mulai tenang tidak seheboh tadi.
    “Yuri!! ya ampun! lo udah berubah banget, udah cantik banget..” Selvi daritadi terus menatapku takjub “udah kurus juga..” lanjutnya jail sambil menyenggol bahuku.
    Aku tersenyum malu “kalo itu mungkin gara2 aku….”
    “Yuri!!!!!!” teriakan Rozi menggelegar di setiap sudut kelas. aku dan Selvi sampai terlonjak kaget. “lo.. ih! katanya ke toilet tapi kok malah disini? udah lupa sama gue? ninggalin gue?” cerocos Rozi.
    “bukan zi.. bukan gitu.. ini temen gue..” aku berusaha menjelaskan. rada susah untuk menenangkan Rozi kalo dia udah merepet kayak tadi. agak lebay memang.
    “ooh.. jadi lo ninggalin gue buat nyari temen baru.. sama aja lo ya kayak yang lain..”
    “Zi diem dulu deh.. dia itu temen gue..”
    “iyaiya gue tau lo temen dia, kan tadi lo udah kenalan”
    “IH ZI!!!! dia itu temen gue yang gue ceritain itu loh.. yang itu!!!!!” aku mulai gemas.
    “yang dulu? yang itu? siapa??” Rozi mikir keras “ooooohh” mulutnya membulat “si lollipop girl?? iya?” Rozi mulai heboh.
    “he-eh” cicit Selvi yang dari tadi diam gara2 bingung.
    “seriusan lo? gilak! takdir nih woy! kerennnn..” tuhkan Rozi malah makin heboh.
    “iya dong.. kita memang di takdirkan untuk terus bersama” Selvi memelukku manja. aku membalas pelukannya. aku rindu sahabatku. teman pertamaku.


***


     Aku, Rozi, dan Selvi sama-sama berjalan menuju parkiran. seluruh pasang mata menatap kami. terutama aku. si cewek yang BUKAN SIAPA-SIAPA berjalan diapit cowok yang diincar semua cewek disekolah untuk dijadikan pacar dan cewek baru dari Amerika yang super cantik dan langsung populer. haters ku akan makin banyak.
    “Yuri ke rumah gue yuk, Dad sama Mom pasti excited banget ketemu lo” Selvi menggenggam kedua tanganku. Boleh juga tuh, aku juga kangen sama perlakuan orang tua Selvi yang hangat dan welcome banget sama status ku sebagai best friend Selvi. tapi…
    “loh.. Yuri, bukannya lo mau nemenin gue latihan basket nanti sore” Rozi menatapku bingung.
    Oh iya, hari ini jadwal latihan basket Rozi. duh. sorry vi..
    “lain kali aja deh vi, sorry ya, titip salam aja deh sama Om Tante” aku meringis malu.
    Selvi melepas genggamannya. dia kecewa ya? huhu.. sorry vi.. aku harus temenin Rozi. “ooh.. oke.. gak apa-apa kok, aku duluan ya kalo gitu, dadah~” Selvi berlari menuju mobilnya dan melaju pergi.
    Rozi memberi isyarat menuju motor matic nya dengan mengedikkan kepalanya.

***


    Tepat jam 3 sore kami- aku dan Rozi- sampai di sekolah. Kami langsung menuju ke lapangan basket yang sudah ramai, dari Tim basket sekolah sampai gerombolan cewek mejeng yang ceritanya pengen nonton (atau pikir ku sih mereka lebih ke tebar pesona nya)
    Rozi menduduk kan ku di deretan bangku penonton, menjatuhkan tas ranselnya di dekat kaki ku, dan memasangkan headset yang sudah tersambung di IPod ke telingaku. kemudian di melepas jaketnya, menampakkan seragam basket warna merahnya yang tanpa lengan sekaligus lengan nya yang berotot. lalu dia berjongkok untuk membetulkan tali sepatunya, begitu berdiri dia menangkup pipiku dan tersenyum manis, “dengerin aja lagu di IPod gue, dan liat gue! cuman gue! oke?” aku mengangguk sambil ikut tersenyum, dia mengacak-acak rambutku dengan gemas sebelum berlari turun ke lapangan, menghampiri timnya yang sudah tampak tak sabar menunggu nya dari tadi.
    Aku menghela napas berat. alasan Rozi memasang kan headset nya padaku adalah agar aku tidak mendengar cemooh cewek-cewek disekitarku tentangku. dia tau bagaimana mereka membenci ku karena dekat dengannya. kami tidak pernah membicarakkan tentang bagaimana aku jadi ‘cewek yang paling di benci di sekolah karena dia’ itu topik sensitive.
    Aku memperhatikan Rozi yang dengan semangat mengatur tim nya dan memulai penasan sebelum akhirnya latihan.
    Aku merasakan ada sentuhan di bahuku, aku menoleh dan melihat Kee alias Kevin Tiar, ketua OSIS SMA Moral. dia tersenyum padaku sebelum mendudukkan dirinya di sampingku. aku melepas sebelah headset ku dan melempar tatapan bertanya padanya.
    “seperti biasa.. kamu bakal temenin Rozi latihan” kalimatnya seperti tidak di tujukan padaku melainkan pada dirinya sendiri. aku mendengar desahan pelan darinya. aku hanya tersenyum sambil tetap memperhatikan Rozi yang kini berusaha menghalangi salah satu anggota timnya agar tidak men-shoot bolanya ke ring.
     Setelah itu Kee tidak berkata apa-apa lagi, dia hanya duduk sambil ikut memperhatikan keadaan riuh di depan kami, tim basket yang sedang panas-panasnya latihan di tambah teriakan penyemangat dari gerombolan cewek di setiap sisi lapangan.
    Aku tidak kenal akrab dengan Kee. karena dia ketua OSIS aku bisa mengenal dia lewat Rozi yang notabene seorang wakil ketu OSIS. dia orang yang lembut, dari caranya berbicara yang tidak pernah memakai “lo-gue” melainkan “aku-kamu” pada siapa pun, sampai caranya menyentuh apapun dengan tangannya sangat lembut dan hati-hati. kelembutannya bahkan juga terpancar dari wajahnya.
    “Kamu lagi ngapain disini?” aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertanya. dia menoleh padaku dengan kaget, mungkin kaget karena jarang-jarang aku mau atau berani untuk ngomong duluan. ekspresi kagetnya lalu jatuh, berganti dengan ekspresi cerah dan senyum lebar yang tak bisa ku artikan apa.
    “Aku baru selesai merapikan ruangan OSIS tadi, trus aku ingat kalau hari ini ada latihan basket karena aku yakin kamu pasti ada disini jadi aku kesini deh” dia mengalihkan pandangannya dariku, kemudian menerawang ke langit, angin tiba-tiba berhembus, membelai rambut kami. aku tersenyum, nyaman dengan kehadirannya. Kenapa tidak semua orang bisa sebaik kamu aku membantin dalam hati.
    “Yuri..” aku mendengarnya menyebut namaku. lembut. sangat lembut. aku menoleh dengan bingung, mendapati wajahnya sangat dekat denganku, hidung kami bahkan hampir bersentuhan.
    Aku membelalak kaget sebelum akhirnya menjauhkan wajahku dari wajahnya. dari jarak sedekat ini aku bisa melihat secoklat dan secantik apa matanya, serapi apa alisnya, dan seberapa banyak kerut di sekitar matanya saat dia sedang tersenyum. “Ap-a.. k-ena..pa?” aku sedikit tergagap gara-gara shock.
    “Tidak ada, hanya memastikan apa kamu masih ada disini” dia tertawa kecil sebelum mencubit jail pipiku. alisku bertaut, bingung dengan apa yang terjadi padanya. apa kepalanya baru saja terbentur dengan keras sampai dia bertingkah aneh seperti ini padaku?
    “Maksudnya?”
    Dia menggeleng lalu berdiri, “aku harus pergi, see ya later” dia perjalan pergi sambil memasukkan tangannya ke kantong celananya.


***


    Setelah kembalinya Selvi hari-hari ku semakin cerah. bagaimana tidak? di isi dengan dua orang yang paling special di hidupku- Rozi dan Selvi –aku tidak akan bisa lebih bahagia dari ini. Senang rasanya melihat Rozi bisa menerima kehadiran Selvi, mereka bahkan juga sudah terlihat akrab sekarang. aku tidak bisa berhenti tersenyum saat melihat Rozi dan Selvi berdebat mengenani salah satu jawaban ulangan sejarah yang baru kami kerjakan tadi.
    Selvi, seperti dugaan ku, kecantikan dan keanggunannya sebagai cewek jelas-jelas membuat popularitasnya di sekolah melunjak. dia menjadi incaran semua cowok dan murid favorite para guru. aku juga sudah bertemu orang tua Selvi. mereka tidak berubah, tetap saja sangat baik padaku. terlalu baik malah. setiap pergi ke rumah Selvi aku seperti merasa tidak ingin pulang.


***


    Tapi tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang berbeda. Rozi tidak lagi menuggu ku di gerbang sekolah setiap pagi. dia tidak lagi merengek memintaku menemaninya latihan basket dimana dia akan bermain dengan timnya sementara aku duduk manis di bangku penonton yang jauh dan terasingkan dari yang lain sambil mendengarkan musik di IPod nya dan menjaga tasnya.
    Selvi tak lagi hobi menyeretku kemanapun dia pergi saat istirahat sekolah. Selvi tak lagi mengajakku pergi ke rumahnya untuk hanya sekedar ngobrol sambil bersantai di halaman belakang rumahnya.
    Karena mereka berdua terlalu sibuk dengan diri mereka sendiri.

    “Iri banget sama Selvi” aku mendengar suara seorang cewek sesaat setelah aku memasuki bilik toilet, reflek aku langsung mengunci pintu, “dia udah cantik jadian pula sama Rozi.. aahh” dia melanjutkan di akhiri dengan desahan putus asa.
    “Couple of the year goes to them yang notabene PERFECT banget for each other” suara lain menimpali, tetapi lebih santai dan terkesan bangga.
    “Apaan.. hancur hati gue hancur..” suara pertama merengek lebay tapi diikuti ledekan tawa dari yang lain, kemudian hening. kurasa mereka sudah keluar.
     Reflek aku meletakkan tanganku di dadaku, rasa sakit yang tak bisa kujelaskan menjalar keluar dan merambat ke seluruh tubuhku. saat itulah aku menyadari aku menyayangi Rozi lebih dari seorang teman.

***

    Aku tak tau kemana akan pergi. sekarang masih pukul 11, aku memutuskan untuk bolos dari sekolah, aku bahkan tidak ingat untuk membawa tasku, aku hanya keluar dari sekolah tanpa memedulikan teriakan ganas satpam sekolah.
   Rasanya aku tidak punya keberanian untuk mengahadapi Rozi dan Selvi. kabar tentang hubungan mereka sudah tersebar ke seluruh sekolah tetapi mereka bahkan tidak berencana untuk memberitahuku. lalu aku ini apa untuk mereka? aku ini apa untukmu Rozi?
   Aku mendapati diriku di sebuah taman bermain. sebuah taman bermain dimana ada seorang anak kecil yang berjanji akan menjadi temannya jika ia tidak bersedih lagi. nyatanya setelah jadi temannya ia tetap bersedih. miris memang.
   Aku membelai rantai sebuah ayunan yang sudah karatan, kemudia menggenggamnya, mendudukkan diriku di atas ayunan dan mulai menggoyangkannya, pelan, maju, dan mundur. mataku terkunci pada butiran butiran tanah yang menggelinding di bawah kakiku.
   Aku berhenti berayun saat melihat sepasang sepatu didepanku, saat mendongak aku mendapati Kee, berdiri dengan muka yang lagi-lagi tak bisa ku artikan apa, tangan kirinya menyandang tas di pundaknya sementara tangan kananya membawa tasku, yang kemudian diserahkannya padaku. aku menerimanya dengan bingung. bagaimana dia tau aku aka nada disini?
   “aku harus berbuat dosa untuk melindungimu tau gak” sambil cemberut dia ikut duduk di ayunan sebelahku, aku masih menatapnya bingung, “aku harus berbohong pada satpam dan guru supaya kamu gak kena hukum” dia melanjutkan sambil mengusap peluh di dahinya lalu merapikan rambutnya, “kamu ini seenaknya saja, keluar sekolah seakan-akan itu rumahmu”
    Aku menunduk malu, “maaf” gumamku takut, “aku gak tau apa yang kupikirkan aku hanya ingin… lari”
    “kenapa?” tanyanya dingin, “lari dari apa?”
    “kenyataan”
    Hening sejenak. kupikir dia hanya tidak tau akan berkata apa.
    “Bolehkah aku katakan padamu sebuah cerita?” Kee menoleh padaku dengan bingung, tanpa menunggu jawabannya aku melanjutkan, “dulu ada anak kecil, cewek, gendut, jelek, jorok yang tidak punya teman, bagaikan keajaiban dia mendapat teman pertamanya, cewek cantik yang imut dan manis bagaikan boneka yang sangat dicintai banyak orang, cewek gendut ini senang akhirnya saat bermain dia tidak sendirian lagi sampai akhirnya satu-satunya temannya, teman pertamanya harus pergi, lagi-lagi dia sendirian” Kee tampak mendengarkan dengan antusias, “tak lama setelah itu, saat di tahun pertama SMP cewek jelek ini sedang akan pergi berlibur, di perjalanannya tiba-tiba dia mengalami kecelakaan, kedua orang tuanya tewas sedangkan dia mengalami luka parah, 98% badannya mengalami luka bakar, dan dia koma selama hampir 8 bulan, begitu bangun dari tidur sementaranya dia benar-benar berubah, wajahnya berubah, dia kehilangan banyak berat badannya, dia merasa seperti terlahir kembali”
    Tanpa sepengetahuanku air mataku mengalir melewati pipiku dan jatuh di rok seragamku, begitu seterusnya diikuti yang lain, “dia sendiri, hidupnya menyedihkan, dia selalu ditinggalkan dan dilupakan, bahkan sering dia tidak dikenal, apa ia masih pantas hidup jika hanya itu yang akan dia rasakan, kesedihan?” aku mengusap pipiku dengan kasar menggunakan punggung tanganku, isakan tertahan terus keluar dari bibirku.
    “Lalu bagaimana dengan akhir ceritanya?”
    “Aku belum tau” aku menjawab singkat sambil berdiri, dengan mencengkram erat tasku aku berjalan pergi. belum sampai dua langkah aku berhenti, Kee memelukku dari belakang, membuatku terkejut sampai aku menjatuhkan tasku.
    “Akan aku beri tau padamu akhir ceritanya” dia berbisik tepat di samping telingaku, “dia akan bahagia, tidak peduli bagaimana dia sekarang dia tetap akan bahagia” dia melonggarkan dekapannya hanya untuk memutarku, membuatku menatapnya.
    “Dia tidak akan pernah bisa bahagia! tidak ada yang menyukainya! dia bahkan tidak menyukai dirinya sendiri! dia berubah! tubuhnya yang sekarang bukanlah tubuhnya yang dulu! wajah nya yang sekarang bukanlah wajahnya yang dulu! dia… dia takut” Kee semakin erat memelukku.
    “Itu tidak penting kerena jiwa yang ada di dalam tubuh itu tetaplah sama” aku merasakan usapan lembut tangannya di puncak kepalaku membuatku kembali terisak, bedanya kali ini aku ada dikepannya, mebuatku merasa nyaman.


***

   Keesokan paginya aku menemukan Kee berdiri di depan rumahku. kami berangkat ke sekolah bersama, sambil berpegangan tangan. dia menggenggam erat tanganku, kehadirannya membuatku hangat dari dinginnya udara pagi. membuatku tidak merasa sendiri.
   Begitu memasuki gerbang sekolah semua mata ada padaku, beberapa langsung berbisik pada yang lain.
   “Rozi udah jadi punya Selvi sekarang Kee di embat, dasar gak tau diri!” salah satu cemooh tertangkap telingaku, aku bisa merasakan mataku mulai basah tapi genggaman tangan Kee seperti mengalirkan energi untuk tetap kuat, “mereka bisa ngomong apapun yang mereka mau karena mereka gak tau kamu” aku mengangguk padanya. dia benar, mereka tau aku tapi tidak masa laluku.
    Begitu memasuki kelas aku disambut sebuah bangku kosong. Rozi tidak ada di situ, begitu pula dengan Selvi. Saat hendak duduk tiba-tiba tanganku disambar seseorang, aku menoleh dan menemukan Rozi dengan ekspresi muka yang keras menahan sesuatu seperti, kemarahan. dia menyeretku ke halaman belakang sekolah, melewati Selvi yang tampak bingung melihat keadaan yang terjadi.
    “LO KEMANA KEMAREN? LO BOLOS?? HA?!” suara Rozi menggelegar seperti petir yang membelah langit.
    “Aku… aku…” aku tak sanggup menjawab dan hanya menatap takut ke tanah.
    “Lo kemaren hilang dan sekarang lo datang pake gandengan sama Kee sialan itu?! maksud lo apa?! lo kenapa?!?!”
    Aku mengepalkan tanganku, tak tahan karena dia terus membentakku, “elo yang kenapa!!” aku membentakknya balik, “elo udah sibuk sama Selvi dan ngelupain gue! elo yang harusnya gue bentak-bentak sekarang!!” alisnya bertaut, bingung.
    “Maksud lo apa gue sibuk sama Selvi? kalo gue sibuk sama Selvi mana mungkin gue kemarin relain Kee ngambil tas lo tanpa gue tonjok perutnya?! trus ngapain juga tadi gue harus lari ke rumah lo buat jemput lo tapi lo udah gak ada?! gue kawatir sama lo!” kini aku speechless, tak tau harus bicara apa. “jangan bilang lo kemakan gosip mereka, gue sama Selvi gak jadian, demi tuhan enggak!” dia menggenggam tanganku, lalu membawaku ke pelukannya, “gue kawatir sama lo Yuri, gue takut lo kenapa-napa”
    Aku bingung. sangat bingung. apa yang terjadi? yang mana yang harus aku percaya?


***


    “Rozi pernah nonjok Kee, dua kali” aku tersentak, benarkah? kenapa?, “pertama waktu Rozi mutusin buat gak ngajak lo lagi ke acara rutin latihan basket nya, dia takut Kee bakal deket-deket sama lo lagi” jadi dia ngeliat aku sama Kee waktu itu?, “kedua pas lo hilang gitu aja”
    “Kenapa lo bilang ini ke gue?”
     Selvi tersenyum lalu menatapku lembut, “karena gue pengen lo tau betapa sayangnya Rozi sama lo”
     Aku ikut tersenyum, “kayaknya kalian udah makin deket, berapa banyak cerita yang udah kalian bagi?” aku tidak bisa menahan nada kesinisan di ucapanku.
     “Yuri…” Selvi berusaha meraih tanganku, tapi aku lebih cepat, aku meghindar.
     “Gue tau lo suka sama Rozi sejak pertama kali”
     “Iya tapi itu gak bakal ngubah apapun! Rozi cinta mati sama lo!”
     “BOHONG!” aku nyaris berteriak, “trus kenapa kalian ninggalin gue? kalian sibuk sama diri kalian sendiri!”
     “Itu salah gue” Selvi tertunduk, rambutnya menutup sebagian mukanya, “gue udah berusaha mengalihkan perhatiannya dari lo tapi perhatiannya bakalan selalu berakhir di lo, obrolan kami bakal berakhir di lo, semuanya tentang lo”
      “kenapa?” aku seperti tak bisa mempercayai pendengaranku, kenapa Selvi tega berusaha menjauhkan Rozi dariku.
      “Karena elo yang sekarang bukan elo yang dulu!” Selvi berteriak tertahan, “Yuri yang gue kenal bukan Yuri yang cantik seperti sekarang! Yuri yang gue kenal Yuri yang gendut yang bakal melakukan apapun yang gue suruh!” muka Selvi penuh dengan kemarahan, merah dan matanya melotot, “lo bahkan berhasil ngambil hati cowok-cowok paling keren di sekolah ini, Rozi dan Kee”
      Kee? kenapa? apa maksud… gak mungkin. gak mungkin Kee menyukai ku seperti itu, dia hanya menyukai ku sebagai teman, iya kan?
      “Biar gue tebak, lo bahkan gak tau kalo Kee juga suka sama lo” Selvi tertawa terbahak dengan miris, “gue gak tau kalo lo itu kelewat polos atau memang bodoh”
      Aku bisa merasakan tanganku gemetar, Selvi yang selama ini ku kenal bukannlah Selvi yang kukira. Selvi tidak menganggap ku sebagai sahabat atau bahkan saudara seperti aku menganggapnya. aku salah. selama ini aku salah. Selvi benar. aku bodoh. sangat bodoh!


***


     Semuanya berantakan. Sandiwara Selvi di bongkarnya sendiri. ikatan ku dan Rozi mulai melonggar dan sebaliknya ikatan itu kembali diikatkan oleh Kee, dengan erat.
     Aku menggenggam erat kedua sisi tray makanan ku kemudian berjalan menuju meja kosong yang ada di paling pojok kafetaria, tapi belum sempat sampai ke tempat biasaku memakan makan siangku aku merasakan sesuatu yang menyandung kakiku, aku terjengkal dan jatuh dengan posisi memalukan. bajuku kotor karena terciprat semua makanan ku yang tumpah dari tray. aku mengerang sedikit saat merasakan lututku mengeluarkan cairan kental, darah. sikuku juga sedikit lebam karena terbentur sangat kuat dengan lantai. aku mendengar tawa menggelegar dari seluruh kafetaria. aku tak berani bergerak, tubuhku gemetar. tiba-tiba perkataan Kee melintas di kepalaku.
   Kee mengelus lembut rambutku sambil tersenyum meyakinkan, “kamu cantik, kamu punya hati yang baik, semua orang iri akan hal itu karena itu mereka melakukan ini, kini saatnya buat kamu melawan, jangan biarkan mereka menindasmu, tunjukan pada mereka bahwa kamu ini tidak lemah”
    Aku mengepalkan tanganku dan dengan cepat berdiri tegak diatas kakiku. aku mengalihkan pandanganku dari seluruh kafetaria yang dipenuhi gelak tawa pada seseorang yang sudah dengan sengaja menjegalku, Selvi. aku bahkan tidak terkejut.
    Sambil berusaha mengalahkan ketakutan ku, aku mengambil segelas besar jus jeruknya dan menuangkannya tepat di atas kepalanya, membuatnya senyum puasnya terlempar keluar jendela dan beralih dengan wajah shock yang menurutku sangat lucu. rambut, make up wajah, dan bajunya yang sempurna langsung berlumuran dengan cairan lengket berwarna oranye itu. dia menatapku sambil melotot. itu tidak sebanding dengan apa yang aku alami. lalu aku menjatuhkan gelasnya, membuat gelas kaca itu hancur berkeping-keping dan berjalan keluar kafetaria dengan dagu terangkat.

    Semua terasa absurd. disaat sahabat terbaikmu menjadi musuhmu. orang yang selama ini sangat dekat dan kau sayangi menjadi orang asing dan sebaliknya, orang yang selama ini adalah orang asing bagimu menjadi satu-satunya orang untukmu bersandar.
    Aku tidak merasa bangga dengan perbuatanku pada Selvi tadi, apakah harusnya aku bangga karena aku berhasil membalasnya dan bisa berdiri dengan tenaga ku sendiri sekarang?
    Rozi menyentuh tanganku yang masih gemetar, “lo nggak apa-apa?” tanyanya ragu-ragu. aku menggeleng dan mulai terisak, “aku pengen mati” gumamanku sukses membuat Rozi membeku, tangannya yang hanya menyentuh tanganku kini menggenggamnya, “gak akan ku biarin, jangan egois, kalo lo mati trus gue gimana” aku makin terisak mendengarnya.
    Entah berapa lama aku menangis di pelukan Rozi karena setelah aku merasa tidak sanggup lagi mengeluarkan air mata kudapati baju di bagian pundak Rozi sangat basah. dia hanya tersenyum dan mengusap pipiku dengan jempolnya.
    “Apa bener lo ngundurin diri jadi wakil ketua OSIS?” aku menatapnya ingin tau. dia mengangguk pelan, “kenapa?” dia tersenyum tipis dan menggeleng, “gara-gara Kee?” dia diam, “dan aku?” dia msih diam, “Rozi… please kenapa lo kayak gini, lo sama Kee dulu kan temen baik-“
    “Itu sebelum dia bilang ke gue kalo dia juga suka sama lo” dia memotong perkataanku.
    “juga?”
    “Iya… juga, kayak gue, gue suka eh engga” dia menggeleng, “gue cinta sama lo”
    Rozi mendekatkan wajahnya dan mengecup lembut bibirku. ciuman pertamaku.
    Apa ini? apa yang harus kulakukan sekarang?


***


    Aku mengusap lembut sebuah nisan batu bertuliskan nama orang paling berarti untukku, satu-satunya orang yang selama ini mengisi hari-hariku, Rozi Anggara.
    Aku tidak percaya sudah dua tahun sejak kematiannya, Rozi pergi tanpa meninggalkan tanda-tanda, dia terlibat sebuah kecelakaan lalu lintas beruntun. tepat disaat hari jadi kami. dia pergi. seperti yang lain. meninggalkan ku sendiri.

   Begitu turun dari taxi yang kutumpangi aku melihat sosok yang selama ini berusaha keras menggantikan sosok yang hilang hanya saja tidak mungkin, tidak akan pernah berhasil.
   “Kee…” dia menoleh dan tersenyum, senyum tulus yang selama ini selalalu di persembahkannya padaku tapi tak pernah bisa kubalas, “pesawatku berangkat dalam 40 menit, ada apa?”
   “Hanya ingin menemuimu untuk yang terakhir kali” ucapnya masih tersenyum.
   Aku mengehelas nafas berat, dia selalu bisa membuatku merasa bersalah, “maaf-”
   “Jangan” potongnya, “ku mohon, jangan… aku tidak apa-apa, yang penting bagiku adalah berjanjilah kamu akan bahagia, iyakan Yuri?” dia memegang kedua bahuku, aku tersenyum, dan mengangguk, aku tidak berbohong, kali ini aku yakin aku akan bahagia. dia mengusap puncak kepalaku sebelum mendekat dan mencium dahiku.


***


Love is not all about Happiness, sadness, and ego.
It’s about how you treasure your beloved one.

Aku tidak akan berubah menjadi seorang munafik yang mengatakan cinta tak harus memiliki, tapi bagaimana jika itu memang benar? kau tidak akan pernah tau.

Aku menutup buku catatanku dan menyandarkan kepalaku. berusaha untuk tidur. langit biru yang indah bisa ku nikmati lewat jendela kecil pesawat. akupun terlelap tidur dengan mengingat dia. mengingat bagaimana lembutnya tangannya saat menggenggam tanganku.



(click the picture to be directed to the song)


Please Read Me;

Terima kasih jika kamu berhasil mencapai bagian ini.
Aku akan senang jika bisa mengetahui pendapatmu tentang CERPEN Vanilla Twilight. Tinggalkan comment, jejak, apapun di blog ini supaya kamu bisa kembali. Itu akan sangat membantuku dan membuatku bersemangat untuk lebih banyak menulis.
Akan ada cerita baru yang akan ku upload setiap weekend.

Please leave a comment and click here to follow my blog.
Share this to your friends or families.

Bye.


♦♦♦


Cerita fiksi ini milikku, ideku dan imajinasiku! 
Kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan cerita hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. 
Segala bentuk tindakan (copy-paste, mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan) yang bertujuan untuk menjadikan tulisan ini sebagai milikmu sangat dilarang!  

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Laporan PKL/PRAKERIN PowerPoint Bahasa Inggris Kurikulum 2013

Hai ... Aku termasuk korban kurikulum 2013, angkatan pertama percobaan malah. Aku tau kurikulum 2013 itu ribet banget, jadi jalanin aja yah adek-adek ku muah~ Aku murid SMK N 2 Batam Kelas XI Akuntansi 3 Baru saja menyelesaikan PKL selama 4 bulan (Juli - Oktober) di PT. Unisem Batam Banyak pengalaman yang ku peroleh Salah satu alasan ku memilih SMK adalah kepingin merasakan yang namanya PKL, dan siapa sangka ternyata bener-bener tak terlupakan. Berikut adalah hasil laporan PKL/PRAKERIN punyaku. Karena sepertinya setting di Microsoft PowerPoint 2011 aku beda dari google jadi sepertinya ada beberapa gambar dan tulisan yang melenceng dari tempatnya, mohon di maklumi yah ^^~ Kuharap ini bisa membantumu yang terdampar disini untuk mencari sesuatu, hehe..

Drama Negosiasi 4 orang pemain: Perencanaan Penggusuran

Hello everybody~  \nyanyi Shinee - Everybody\ Ehem.. okay.. so.. gue lagi dapet tugas dari Guru Bahasa Indonesia (Guru yang sama yang ngasih gue tugas buat puisi -_-) disuruh buat Drama dengan tema Negosiasi, dan perkelompok itu sebanyak 4 orang, dan inilah hasil naskah drama ala kadarnya yang gue buat malem2 -uh- >< Kelompok gue belum nampil sih, tapi... aah.. gak tau deh nanti nampilnya bakal kayak mana. Sebenernya gue gak asing lagi sih sama yang namanya "DRAMA" tapi tetep bikin kretek-ktetek :v

Perjalanan Perubahan Warna Rambut

Dulu, kalau aku berani mencoba mewarnai rambutku mungkin aku akan langsung di bakar di perapian. Tapi sekarang beda tahun, beda cerita dan sepertinya beda jaman. Aku pertama kali mewarnai rambutku saat tahun baru 2014. Waktu itu warna yang muncul seharusnya dark blonde , tapi karena rambutku hitam banget, warna itu hanya muncul saat terkena cahaya atau sinar matahari. Karena kurang puas akhirnya aku pergi ke salon lagi. Salon yang selalu ku datangi sebelumnya adalah salon teman mamaku. Tapi, karena lokasinya jauh akhirnya aku memilih salon yang ada di mall terdekat. Aku memilih salon tertutup, seperti salon yang khusus untuk wanita-wanita hijab yang ingin merawat rambut tanpa mengumbar aurat (kira-kira begitu) dan isinya wanita semua. Warna yang ku pilih lagi-lagi blond e. Setelah hampir dua jam waktu ku habiskan di salon itu rambut ku malah berwarna oranye sedikit kekuning-kuningan. Ternyata tadi tanpa aku sadari orang yang mengurusi rambutku menambahkan bleach karena rambu...