WARNING! FULL OF DRAMA!
“MIKEY!!!!!!” lengking Jovi penuh
emosi.
“maaf beib, mami minta ditemenin ke salon nih, kita jalannya lain kali
aja ya” balas Mikey ciut gara-gara lengkingan Jovi barusan.
“tapi kan ini 2 monthversary kita,
masa gak ada jalan sih??” nada suara Jovi terdengar begitu emosional. satu kata
terlintas di pikiran Mikey. Jovi marah
besar.
“iya beib aku tau, tapi mami ngotot banget nih, besok deh aku janji
bakal luangin waktu buat kamu sepenuhnya, besok kan hari minggu” Mikey coba
nge-lesh.
“tapi kan bakal beda, masa anniv-nya
hari ini, rayainnya besok” Jovi gak mau kalah.
“mau gimana lagi, aku janji besok kamu bakal liat aku di depan rumah
kamu jam 7 pagi, oke?”
“tapi kan…”
“eh udah dulu ya sayang, mami ku manggil, met ketemu besok, love you,
muuach” tut…tut…tut sambungan telefon terputus tanpa persetujuan Jovi.
Dengan rasa kesal pangkat seribu Jovi melempar handphone touchscreen-nya ke kasur (sayang banget kalau dilempar ke
lantai).
Kali ini Jovi sama sekali tak bisa menahan emosinya, cepat-cepat ia
mengambil bantal dan menempelkannya di wajahnya, disitulah ia berteriak
sekuat-kuatnya berharap semua rasa marahnya ikut keluar.
2 monthversary-nya harus
tertunda gara-gara akal-akalan maminya Mikey. Tante Irene. Jovi tahu betul
kalau ‘menemani mami pergi ke salon’ itu hanya akal-akalan Tante Irene agar
Mikey tidak jadi pergi dengan Jovi. Yup! rasa tidak senang Tante Irene atas
hubungan Mikey dan Jovi sudah terpancar dari pertama kali Jovi bertemu Tante Irene.
Sejak awal jadian Jovi memang sudah tahu kalau Mikey itu anak mami. tapi
ia sama sekali tak menyangka kalau Mikey sampai begitu parahnya berada dalam
‘dekapan’ maminya. siapa yang bias menyangka bahwa pacaran sama anak mami lebih
merepotkan dari pacaran sama anak punk.
coba saja bayangkan? udah 2 bulan lamanya pacaran tapi banyaknya kencan bisa
dihitung pake jari.
Maminya lah yang terlalu mengekang hidup Mikey. untuk ukuran cowok kelas 3 SMA itu berlebihan banget buat Jovi. bodohnya lagi Mikey mau-mau saja disuruh
berkumpul dirumah bareng teman-teman maminya daripada bersama teman-teman
sebayanya. kalau ditanya ya Mikey pasti bilang “itu perintah mamiku, aku gak bisa
bantah” huft.. sekarat betul Jovi menghadapi pacarnya yang takut punya dosa
durhaka pada orang tua.
Kalap Jovi langsung mengambil HP yang tadi dibantingnya dan mengirim sms
pada siapapun temannya yang bisa diajak ‘main’ malam minggu nanti.
Hasilnya nihil, hampir semua teman ceweknya punya acara sendiri-sendiri.
sementara teman cowoknya sudah jelas lagi pada sibuk ngapel di rumah gebetannya masing-masing.
“DAMN!!!!!” umpat Jovi keras-keras.
“hush! jaga mulut lo!” celetuk abang Jovi, Jodi, yang dari tadi
menikmati ‘sinetron’ adiknya.
“apaan
sih bang, gak usah bikin adek tambah emosi juga ya!” bentak Jovi galak.
“buset dah! galak amat! abang cuman mau ngasih solusi, nanti malam gak
ada acara kan gara-gara pacar kamu barusan batalin janji terus stok temen-temen
kamu lagi kosong, mending ikut abang aja, dijamin seru deh” ajak Jodi dengan
ekspresi tak terbaca sambil berjalan memasuki kamar adiknya.
Sedetik, duadetik Jovi berpikir “oke deh, daripada adek mati kebosenan
dirumah, tapi awas ya kalo aneh-aneh!” ancam Jovi setuju.
“gak bakal aneh kok, abang udah tau acara yang tepat buat kamu yang lagi
sebel sama pacar”
“iya-iya, aku lagi sebel sama pacar, dasar tukang nguping!” Jovi
mendorong abangnya keluar dari kamar dan menutup pintu hendak berganti baju
untuk acara malming-nya nanti malam.
* * *
Udara hangat yang tiba-tiba merambati tubuh Jovi memaksanya
untuk membuka mata. samar-samar dilihatnya seseorang sedang membuka horden
lebar-lebar membuat cahaya matahari menyeruak masuk ke dalam kamar Jovi.
jendela kamar Jovi yang besar sekaligus sebagai akses menuju balkon kecil di
depannya pun ikut dibuka. udara pagi yang khas langsung tercium di hidung Jovi.
Nyawa Jovi belum sepenuhnya terkumpul tapi itu tidak menghentikannya
untuk mengenali siapa seseorang yang kini bersandar di pagar pembatas balkon
kamarnya. Mikey.
“pagi” sapanya hangat sehangat udara yang dirasakan Jovi saat ini.
Dengan cepat Jovi bangun dan berhambur ke arah cowok yang semalam di
bencinya setengah mati. “kamu nepatin janji” bisik Jovi di bahu Mikey. di dalam
pelukannya Mikey mengelus pelan rambut Jovi yang kusut.
“wew.. pagi-pagi hot banget pemandangannya” sembur Jodi yang berdiri di
ambang pintu kamar Jovi entah sejak kapan.
“abang ih!!” dengus Jovi melepas pelukannya. Mikey malah nyengir nakal.
“sudah-sudah, makan yuk, aku bawa bubur ayam lho” lerai Mikey mencairkan
suasana.
“tumben.. mau nyogok ya” tuduh Jovi. lagi-lagi Mikey malah nyengir, dan
menggandeng Jovi ke lantai bawah.
Di atas meja pantry terdapat 3
kotak sterofoam berpasangan dengan 3
plastik berisi kuah soto. Mikey yang sudah hafal betul tatanan dapur Jovi
dengan santai langsung mengambil mangkuk dan menuang bubur serta kuahnya secara
hati-hati, menaruh sendok dipinggirnya dan menyodorkannya pada Jovi,
“bon appetite” Mikey berusaha
tersenyum semanis mungkin.
Sambil menyendok bubur, meniupnya, dan memasukkanya ke dalam mulut Jovi
terus memperhatikan gerak gerik Mikey. “lucu ya ngeliat kamu lagi nyari muka
kayak gini” celetuknya spontan.
“jangan mancing, masih pagi nih, masih untung di bawain bubur” celetuk
Jodi yang datang tiba-tiba. Dasar! hobi banget ngagetin orang.
“udah deh bang gak usah ikut campur! pasti gara-gara udah kena sogok
abang jadi baik padahal semalam ngomporin terus suruh kacangin Mikey” Jovi
monyong sebal.
“serius bang?? ih.. parah nih” Mikey kaget setengah pongah.
“hehe.. yaah begitulah, sory” cengengesan aneh Jodi kumat.
“eh.. tadi bang Jodi lucu banget lho vi” lagi-lagi Mikey berusaha
mencairkan suasana yang mulai beku kehabisan topik pembicaraan.
“iya??” sahut Jovi secuek mungkin sambil berusaha menyibukkan diri
dengan buburnya.
“iya! pas aku datang tadi masa abang kamu bukain jendela, trus nyuruh
aku lewat situ apalagi matanya lagi setengah merem, iseng aku kibasin bubur
ayam di depan mukanya, detik itu juga dia langsung melek, kelihatan banget otak
rakusnya, hahahaha..”
“hahaha” Jovi ketawa garing. gak mood. beda dengan Mikey dan Jodi yang
tertawa lepas mengingat kejadian tadi pagi.
“ketawanya gak ikhlas banget” iseng Jodi mulai tumbuh pagi ini.
“aku lagi gak mood”
“C’mon Jovi, kamu gak mungkin mau marah selamanya kan” Mikey mulai putus
asa.
“mungkin aja tuh kayaknya” samber Jodi makin iseng sementara tangannya
sibuk memindahkan air panas dari teko air listrik yang barusan mendidih ke
dalam teko teh kecil berkaca bening lengkap dengan cangkir-cangkir imutnya.
Sebelum menjawab Jovi menuang teh buatan abangnya ke cangkir kecil
berkaca bening dan menyeruputnya sedikit “i don't know, i think about it for a
sec”.
“ouh C’mon!!” rengek Mikey. sifat manjanya mulai keluar.
“oke..oke aku gak marah kok, asal kan hari ini kamu betulan bakal
luangin waktu sepenuhnya buat aku” pertahanan Jovi pun runtuh. ia paling tak
tahan jika sudah mendengar rengekan Mikey. rengekan paling manja dan unyu yang
pernah ia dengar.
“absolutely beib, hari ini aku udah di booking satu hari penuh sama kamu” senyum manis Mikey terukir indah
memunculkan lesung pipi di kedua sudut pipinya. manis banget pikir Jovi dalam hati.
“ehem.. abang Jodi yang kece masih ada di sini lho” Jovi melotot kesal,
abangnya ini memang gak bisa diajak kompromi. pengahancur suasana.
“udah ah aku mau mandi” Jovi langsung turun dari kursi tinggi pantry berwarna hitam itu dan berjalan
santai menuju kamarnya.
* * *
Mikey menepati janjinya. untuk kali ini. seharian ini Mikey menuruti
apapun kemauan Jovi. sekalipun tadi ia disuruh joget hula hula saat sedang
menunggu pesanan makan siang mereka Mikey mau mau saja asal itu bisa membuat
Jovi tertawa terbahak-bahak sampai nyaris pingsan. mereka sempat dapat
pelototan aneh dari pelayan dari pengunjung lain tapi peduli apa, dunia serasa
milik mereka berdua.
Jovi juga memutuskan untuk memaafkan ulah menyebalkan mami Mikey yang
masih berusaha menjauhkan anaknya dari pacarnya sendiri. hanya kali ini saja.
Malam itu Jovi diantar pulang Mikey dengan mendapat kecupan manis
darinya, dan itu cukup mengantarkannya tidur nyenyak dan mengumpulkan tenaga
penuh untuk menghadapi esok hari. hari senin.
* * *
Jovi serasa melayang. rasanya pagi datang begitu cepat dan matanya masih
terasa berat untuk dibuka. ia tak tahu apakah kakinya benar-benar berpijak di
bumi setelah turun dari motor Jodi yang dalam perjalanan tadi ngebut seperti
orang kesetanan. yang Jovi rasakan hanya rasa ngantuk yang aje gile beratnya.
ia benci hari senin, ia ingin tidur!
“Jovi!” sebuah tangan melingkar di bahu Jovi dari belakang, tangan
Cecil, sahabat Jovi sekaligus teman sebangku Jovi.
“Hey…” Jovi menyahut malas malas.
“Buset nih anak, semangat dikit kenapa sih”
Jovi hanya berkedip sangat pelan saat melihat sinar semangat dari wajah
Cecil yang menyilaukan sekali, “huft… gue lagi berusaha”
“Kenapa sih emangnya? Mikey bikin ulah lagi ya?”
“Yah gitu deh, makin sebel gue sama nyokap dia, acara weekend gue
kemaren nyaris gagal tau gak” Jovi manyun.
Cecil hanya tertawa dan menggiring sahabatnya itu ke kelas. dia tau
betul gimana pelitnya nyokap Mikey untuk membagi anaknya itu.
* * *
Mikey adalah orang yang cukup penting di sekolah. dia cowok berotak
encer berprestasi yang mutlak terpilih menjadi ketus OSIS dengan meraih rekor
voting terbanyak (hampir separuh lebih jumlah suara memlihnya) sepanjang
sejarah SMA Hitam Putih. Mikey tidak medapatkan otak encer itu dengan
cuma-cuma. ia sedari kecil di didik keras oleh orang tuanya untuk terus belajar
lebih tekun dari siapapun agar bisa membanggakan mereka. dan inilah hasilnya.
anak kesayangan mami yang dipuja-puja seluruh sekolah.
Dan bagaimana bisa cowok nyaris perfect itu kepincut dengan Jovi yang
notabene cewek standar yang motif sekolahnya hanya agar nanti bisa melanjutkan
hidup alis bodo-amat-apa-yang-gue-lakuin-sekarang-yang-penting-gue-nanti-lulus.
yah sebenarnya Jovi tidak bodoh bodoh amat, ia hanya malas. yang hanya ada
dipikirannya adalah Tidur -> bertahan hidup -> tidur. simpel. gampang
tapi kadang susah dijalani. apalagi setelah datangnya Mikey di hidupnya.
Sedang seru-serunya bergosip-ria dengan Cecil tiba-tiba bulu kuduk Jovi
meremang, ada hawa-hawa tidak enak yang rasanya sedang mendekatinya.
“Jovi…” sebuah suara memanggilnya, reflek ia menoleh dan memalsukan
sebuah senyuman sambil mengutuk orang yang kini berjalan ke arahnya. mami
Mikey. tante Irene. pantes rasanya ada
hawa iblis dari tadi.
“Eh tante, siang tan” sapa Jovi ceria.
“Hai tante” Cecil ikut menyapa.
“Kamu sepertinya sedang senang, apa weekend mu menyenangkan?” Jovi
selalu benci bagaimana senyum bibir merah maroon tante Jovi yang selalu penuh
kepalsuan.
“Yah begitu deh tante, Mikey rela luangin waktu seharian buat aku jadi
yah aku emang lagi seneng” rasanya Jovi seperti mendadak amnesia, tidak ingat
lagi kalau yang di hadapinya adalah –bisa jadi- calon mertuanya. Cecil yang
kaget dengan deklarasi Jovi langsung menyodoknya dengan ekspresi
lo-mau-cari-mati-ya.
“Nikmati kesenangan kamu sayang karena
mungkin itu tidak akan bertahan lama” dengan anggun tante Irene
membenarkan letak kaca mata hitamnya.
“Apa maksud tante?” alis Jovi bertaut.
“Mikey belum cerita sama kamu soal rencana nya setelah kelulusan nanti?”
kini tante Irene melepas kaca mata hitamnya dengan ekspresi dramatis.
2 bulan lagi Jovi memang akan menghadapi Ujian nasional, ujian akhir
yang akan menentukan pantas tidakkah ia lulus tapi ia dan Mikey tidak pernah
membahas rencana setelah itu, seperti ke kampus mana mereka akan melanjutkan,
akankah mereka masuk ke kampus yang sama dan sejenisnya karena setiap kali
bertemu yang di ributkan adalah sedikitnya Mikey meluangkan waktu untuk Jovi
dan malah lebih sering bersama maminya.
Tanpa menunggu jawaban Jovi, tante Irene melanjutkan, “keluarga kami
akan pindah ke Cambridge” Cambridge? Amerika?, “ayah Mikey di pindah tugaskan
ke sana dan berhubung itu bertepatan dengan kelulusan Mikey, kami akan
memasukkan dia ke Harvard, win win kan?”
“Harvard University?” Jovi nyaris berteriak. ia tau Mikey memang cerdas
pakai banget tapi haruskah sampai ke Harvard. tempat itu sangat jauh dan Jovi
sadar ia tak mungkin ikut pergi ke sana, menapakkan kaki ke gerbangnya saja
mungkin Jovi tak mampu. tidak, bukan tidak mampu masalah uang, tapi kemampuan.
Jovi tidak termasuk ke golongan orang pandai, ingat?
“Iya, well… tante sibuk, tante masih harus mengurus surat-surat
kepindahan, sampai jumpa” dan begitulah tante Irene melenggang pergi. dan Jovi
sangat yakin saat itu juga nyawa nya ikut terbang pergi terbawa angin.
“Cih satpam sekolah kita ngapain aja sih, masa ngebolehin orang luar
keluar masuk kawasan sekolah, gak peduli itu wali murid atau apapun” Cecil
menyentuh pelan bahu Jovi, “Jovi… lo nggak apa-apa?” tak ada jawaban, “gak usah
di pikirin vi, mungkin dia cuman nakut-nakutin lo aja gara-gara kemaren lo
menangin Mikey buat sehari, udah yuk balik ke kelas”
“Gue harus ngomong sama Mikey” kata Jovi nyaris berbisik.
“Nanti aja vi, bentar lagi masuk, udah yuk, gak usah terlalu di pikirin”
Cecil bersikeras, ia tau membiarkan Jovi bertemu Mikey sekarang bukanlah ide
yang bagus. ia sendiri juga takut kalau yang dikatakan tante Irene tadi memang
benar tapi ia tetap berusaha mengatakan pada dirinya dan sahabatnya kalau itu
mungkin hanya akal-akalan tante Irene untuk membalas Jovi.
Sebelum bersama Mikey, dulu Jovi sering ganti-ganti pacar. pacaran
baginya adalah sebuah permainan. bagian dari masa SMA yang tidak bisa
dilewatkan ataupun dijalani dengan serius. tapi setelah bersama Mikey, Cecil
dapat melihat perubahan pada sahabatnya, perubahan yang baik. Jovi lebih
menghargai perasaan dan bagaimana orang memandangnya tidak seperti dulu dimana
Jovi bisa memacari lebih dari satu cowok dan dengan terang-terangan mengakui
bahwa itu benar di depan teman-teman sekolahnya. Mikey adalah hal terbaik yang
bisa didapatkan Jovi, setidaknya itu menurut Cecil.
“Gak bisa cecil, gue harus ngomong sama Mikey, lo duluan aja nanti gue
nyusul” tanpa menunggu persetujuan Cecil, Jovi langsung berlari pergi menuju
kelas Mikey.
“Mikey aku perlu ngomong sama kamu” kata Jovi dengan nafas ngos-ngosan
begitu menemukan Mikey di kelasnya. walaupun Mikey terlihat bingung ia
menggiring pacarnya ke ruang OSIS yang sedang kosong. entah kenapa ia bisa
menyadari keseriusan pada nada bicara Jovi. apapun yang akan dibicarakan Jovi
sepertinya bukan hal sepele, apalagi setelah ia berlari seperti dikejar anjing
untuk menemuinya.
“Kenapa beib? kamu mau ngomong apa?”
“Apa bener kamu mau pindah ke Cambridge? kamu mau masuk Harvard?” Jovi
menatap Mikey lekat-lekat. yang di tatap langsung gugup.
“Kamu tau dari mana?”
Jovi tersenyum pahit, jadi emang
bener.
“Vi kamu tau dari mana? mami? dia ngomong sama kamu?” Mikey maju untuk
meletakkan kedua tangannya di bahu Jovi, entah kenapa dia merasa harus
melakukan itu.
Jovi menghiraukkan pertanyaan Mikey dan balik bertanya, “kenapa kamu gak
ngomong ke aku tentang ini? atau kamu emang gak berencana buat ngasih tau aku?”
“Bukan… gak gitu”
“Bukan… gak gitu”
“Trus kenapa Mike? kenapa?”
“Aku takut, aku juga masih ragu”
“Walaupun kamu ragu kamu gak mungkin bisa nolak buat pindah kan? udah
jelas banget” Jovi menyentakkan pegangan Mikey dan mundur beberapa langkah.
“Inilah alasan aku gak mau ngasih tau kamu, kamu gak bakal setuju”
“Ya jelas lah aku gak setuju!” nada suara Jovi mulai naik, “Cambridge
itu jauh, dan dengan kuliah di Harvard gak bisa terbayang sedikit nya waktu libur
yang bisa kamu dapat, dan coba bayangin berapa tahun kita bisa gak ketemu” Jovi
menghela nafas berat, “aku seneng kalau kamu bisa masuk ke Harvard, tapi jauh
dari kamu… kamu sendiri tau aku benci long
distance relationship”
“Jadi maksudmu…”
“Mending kita putus aja”
Serasa di sambar petir Mikey rasanya langsung lemas, “Vi gak! gak! gak
bisa! aku gak mau!”
“Sory Mike, aku udah gak kuat pacaran sama orang yang di kekang trus
sama orang tuanya”
“Gak Vi, please… aku bakalan nolak pindah kesana kalau aku bisa tapi
kamu kan tau aku gak bisa nolak permintaan orang tuaku, aku gak kayak kamu Vi”
Mikey spontan menutup mulutnya sendiri dengan telpak tangannya, dia salah
bicara. sial. ini akan berakibat makin buruk.
“Kamu gak kayak aku? apa? aku anak yang gak di hiraukan orang tuanya?
aku cuman hidup berdua dengan abangku sedangkan orang tuaku hanya bisa
memberiku uang dan tanpa perhatian dan kasih sayang kayak kamu?” air mata Jovi
mulai mengalir jatuh tanpa sepengetahuannya.
“Oh god, gak Vi bukan itu maksud aku, astaga Jovi” Mikey rasanya ingin
membunuh dirinya sendiri saat melihat air mata Jovi. ia langsung ingin memeluk
Jovi tapi Jovi terus berjalan mundur, setiap langkah membuat jarak mereka
semakin jauh.
“Kita putus Mike” dengan itu Jovi berlari keluar, meninggalkan Mikey
yang berteriak putus asa sambil menjambaki rambutnya.
Mikey menendang kursi di dekatnya. sial.
Mikey sangat menyayangi Jovi, begitu pula sebaliknya. 2 bulan bersama Jovi
selama ini rasanya sangat menyenangkan. ia bisa melakukan sesuatu yang ia sukai
bersama Jovi walaupun ia kadang harus melarikan diri dulu dari maminya. dan
sekarang ia kehilangan alasan untuk bisa melarikan diri dari kekangan orang
tuanya. alasan untuknya bisa berbagi senyum dan kesenangan.
* * *
Jovi melihat titik-titik air hujan yang mengalir di etalase kaca café
yang di kunjunginya seorang diri. rasanya seperti mati. keputusan terburuk yang
pernah ia buat adalah putus dari Mikey. hujan masih deras di luar. segelas
cokelat panas yang di pesannya pun tak tersentuh.
“Jovi?” reflek Jovi mengalihkan pandangannya dari luar dan mendongak ke
arah suara yang memanggilnya.
“Rozi?” Jovi ingat betul cowok yang kini tersenyum dan menempatkan diri
duduk di seberang Jovi. Rozi, Dj dari acara party teman abangnya, acara yang
lumayan seru yang ia datangi karena ajakan abangnya setelah Mikey membatalkan
janjinya di detik-detik terakhir.
“Kamu ngapain sendiri disini?” ampun deh senyum Rozi manis sekali.
“Lagi berteduh, hujannya deras banget” dusta Jovi. padahal sejujurnya
dia nyasar pergi ke café ini, ia hanya tidak ingin pulang, dan ia hanya ingin
sendiri, bahkan ia malas menemui sahabatnya untuk curhat. tapi kenapa kehadiran
cowok ini tidak mengganggunya?, “kamu sendiri ngapain disini?”
“Sama lagi berteduh juga, tadi
sih mau balik ke studio tapi malah hujan” baru saat itulah Jovi menyadari
rambut Rozi yang basah, dan bajunya yang setengah basah, menandakan ia baru
saja sampai tidak seperti Jovi yang kira-kira sudah hampir dua jam disini, jauh
sebelum hujan turun.
Khawatir kalau cowok di depannya ini kedinginan Jovi mengeluarkan jaket
baseball warna biru dari tasnya, “kamu mau kupesenin minuman hangat? nanti kamu
masuk angin lho” sambil menerima jaket Jovi, Rozi mengangguk.
Jovi langsung bangkit dari duduknya menuju counter, hendak memesankan
minuman untuk Rozi. sepeninggal Jovi, Rozi menyadari kalau minuman cokelat yang
seharusnya hangay itu kini sudah dingin dan tidak tersentuh. ia juga menyadari
pakain Jovi yang kering, tidak seperti dirinya yang setengah basah. berarti
Jovi bukan berteduh, dia memang sudah ada disini, dan sudah lama sekali.
Jovi kembali dengan membawa nampan berisi hot cappuccino yang asapnya terlihat
masih mengepul dan 4 potong croissant. dia tersenyum saat melihat Rozi menyesap
minumannya. setidaknya pikirannya bisa teralihkan.
“Jadi ngapain kamu disini sendiri?” eh? Jovi bengong, kan tadi dia sudah
menanyakan itu, “ayolah Jovi alasan sebenarnya” Jovi makin bengong, “aku tau
kamu bukan ada disini untuk berteduh, iya kan?”
Jovi menunduk, sial apakah Rozi bisa mendeteksi kebenaran?, “aku barusan
putus”
Kini gantin Rozi yang bengong, rasanya ingin sekali ia menepuk jidatnya
keras-keras. tentu saja! seorang cewek yang sedang ingin menyendiri berarti lah
dia sedang sakit hati, “sory aku gak tau, kamu nggak apa-apa?” Jovi menggeleng
lemah, dan mengalir lah semua ceritanya. dari awal, bagaimana ia bertemu Mikey
yang sudah merubahnya sampai kesulitannya menghadapi tante Irene sampai
sekarang, Mikey yang tau-tau saja mengungkit perlakuan cuek orang tuanya pada
nya dan abangnya.
Rasanya ingin sekali Rozi memeluk cewek yang kini berusaha menahan
tangis tanpa suara itu, “everything is gonna be okay Jovi, kalau dia memang bener
peduli sama kamu dia lah yang akan mendatangi kamu duluan untuk meminta maaf”
Jovi tersenyum sambil mengelap air matanya dengan punggung tangan,
“semoga saja”
Rozi tidak perlu berusaha menghibur Jovi. ia hanya mengalihkan perhatian
Jovi, dan Rozi yakin hanya itu yang Jovi perlukan. sampai hujan mulai mereda
mereka masih tertawa terbahak bahak, Jovi menyukai kehadiran Rozi, dan Rozi
menyukai senyum Jovi.
“Mau kuantas pulang?” Jovi mengangguk dan mereka pun keluar dari café
itu disambut dengan jalanan becek dan sinar terang matahari. Jovi sengaja
menginjak kubangan air dan membuatnya terciprat ke sepatu dan ujung celana
Rozi.
“Hey” Rozi mendelik sambil tersenyum jail dan membalas cipratan air Jovi
dengan menginjak kubangan air yang sama. mereka berhenti saling mencipratkan
air saat di pelototi pejalan kaki yang tidak sengaja juga kena cipratan mereka.
sambil terkikik Jovi naik ke motor Rozi setelah cowok itu menghidupkan mesinnya
dan melaju pergi.
Di sisi lain jalan berdirilah Mikey. badannya menegang, tangannya mengepal,
rahang nya terkatup rapat, mukanya nyaris memerah. entah sejak kapan ia berdiri
di bawah hujan, mengawasi bagaimana Jovi tertawa terbahak-bahak sampai
mengeluarkan air mata, bagaimana seringai jail Jovi saat berhasil membalas
cipratan air cowok itu sampai saat Jovi naik ke motor cowok misterius yang tak
di kenalnya itu sambil memeluk pinggangnya dan melaju pergi.
Bagian yang paling di sayangkan adalah Mikey memergoki mereka hanya
setelah Jovi bisa tertawa terbahak bahak, bukan saat Jovi menahan tangis sampai
mukanya membiru.
* * *
Keesokan harinya, seperti yang dikatakan Rozi dan yang diharapkannya,
Mikey akan menghampirinya dan memeluknya sambil meminta maaf. sayang itu hanya
harapan Jovi belaka. Mikey sama sekali tidak memperdulikannya lagi. bahkan saat
tatapan mereka tak sengaja bertemu di cafetaria, Mikey benar-benar mengacuhkan
Jovi. Mikey memalingkan wajahnya seakan ia tak mengenal Jovi.
Rasanya Jovi ingin langsung menangis meraung-raung saat itu juga, tapi
ia menahannya dan pergi ke toilet dan lebih memilih menangis diam-diam di sana.
* * *
Cecil tau Jovi yang kini sedang tertawa saat sedang mendengarkan lelucon
dari Rozi bukanlah Jovi yang sebenarnya. Jovi yang sebenarnya sedang meringukuk
di sudut ruangan dengan sangant rapuh. Cecil tahu Jovi yang sekarang penuh
dengan kepalsuan, setiap tawa dan senyum yang ia buat tidak tulus dari hati
–Jodi dan Rozi pun juga tahu itu. tapi mereka menghargai usaha Jovi untuk tetap
kuat demi orang-orang di sekitarnya. mereka berusaha membantu Jovi untuk
megalihkan perhatiannya dari Mikey dan fokus pada ujian akhir nanti.
Mereka berhasil, Jovi tak lagi lari ke toilet untuk menangis setiap
melihat Mikey di sekolah. Jovi tak lagi melamun dengan tatapan kosong setiap
kali mendapati barang-barang Mikey di kamarnya. Jovi sekarang bisa melanjutkan
hidup. dengan bantuan teman baiknya yang baru Rozi, sahabatnya Cecil, dan
abangnya Jodi. Jovi sangat bersyukur mempunyai orang-orang seperti mereka di
hidupnya.
* * *
Entah sudah berapa kali dalam seminggu ini Jovi dan Rozi janjian untuk
bertemu. Jovi sangat merasa bosan, setelah kelulusan dia masih mempunyai waktu
2 bulan sebelum menghadapi tes masuk ke universitas tempat abangnya dan Rozi
berada. di sisi lain Rozi stres sekali dengan skripsi yang harus ia kerjakan
dan satu-satunya orang yang bisa membantunya menghilangkan stres hanyalah Jovi.
“Jadi udah bulat kan keputusannya buat masuk kampus kami?” Rozi bertanya
ringan sambil memakan dessert kue pai nya.
“Kami? cih kamu nyebutin nya seakan kampusnya punya kamu aja”
“Seandainya” Rozi malah kelihatan menghayal. Jovi tertawa sambil memukul
pelan lengan Rozi yang malah menangkapnya untuk menahannya. saat itulah
tiba-tiba tatapan Jovi bertemu dengan seseorang yang selama ini berusaha ia
lupaka. Mikey.
Mikey tengah duduk di meja tak jauh darinya, di depannya duduklah kedua
orang tuanya yang tentu saja memunggungi Jovi jadi hanya Mikey lah yang
menyadari kehadiran Jovi, sejak tadi.
“Vi kenapa?”
“Udah selesai kan makannya cabut yuk” tanpa menunggu jawaban Rozi, Jovi
menyambar tasnya dan menderap keluar dari restaurant.
Sebenarnya Rozi tahu betul ada apa, sejak memasuki resto yang dipilih
Jovi ia sudah mengetahui keberadaan Mikey, tapi tidak ingin membatalkan
keinginan Jovi yang ingin sekali mencoba menu di restaurant itu dan lebih
memilih mencoba mengalihkan perhatian Jovi setidaknya sampai mereka selesai
makan. tapi ia tidak berhasil. setidaknya Rozi sudah berusaha. akhirnya Rozi
keluar dari restaurant itu untuk mengejar Jovi tanpa memandang sedikitpun ke
arah Mikey.
* * *
Sesuai janji, Mikey menemui Rozi di sebuah toko kaset di mall. entah
kenapa ia setuju dengan ini tapi Mikey penasaran setengah mati dengan Rozi.
Saat memasuki toko kaset itu ia menemukan Rozi sedang melihat-lihat
koleksi kaset musik klasik, untuk seorang Dj Rozi menyukai segala jenis genre
musik.
“Jadi apa yang mau lo omongin?” tanpa berbasa-basi Mikey langsug
menghampiri Rozi.
Rozi meletakkan kaset yang sedang di pegangnya ke tempatnya kembali lalu
menoleh pada Mikey, “hai Mike”
Mikey mendecak, “langsung aja!”
Rozi tersenyum, “Mikey, menurut lo gue ini siapa?”
“Maksud lo?”
“Ayolah lo tau apa maksud gue”
“Maksud lo?”
“Ayolah lo tau apa maksud gue”
“Lo pacar Jovi kan?”
Senyum Rozi makin lebar, “udah gue duga” Rozi bergumam pada dirinya sendiri tapi sepertinya Mikey mendengarnya.
Senyum Rozi makin lebar, “udah gue duga” Rozi bergumam pada dirinya sendiri tapi sepertinya Mikey mendengarnya.
“Lo duga apa?”
“Gue emang sayang sama Jovi” alis Mikey bertaut, “tapi bukan rasa sayang seperti yang lo pikirin, gue sayang sama dia sebagai adik, lo gak tau gimana rasanya gue pengen ngelindungin dia saat dia nangis di pertemuan kedua kami waktu itu” Mikey berdecak yang dimaksudnya pastilah disaat Mikey melihat mereka di café saat hujan-hujan beberapa bulan yang lalu, “dan lo gak tau gimana rasanya gue pengen nonjok tiap kali gue liat dia nangis di depan gue gara gara elo”
“Gue emang sayang sama Jovi” alis Mikey bertaut, “tapi bukan rasa sayang seperti yang lo pikirin, gue sayang sama dia sebagai adik, lo gak tau gimana rasanya gue pengen ngelindungin dia saat dia nangis di pertemuan kedua kami waktu itu” Mikey berdecak yang dimaksudnya pastilah disaat Mikey melihat mereka di café saat hujan-hujan beberapa bulan yang lalu, “dan lo gak tau gimana rasanya gue pengen nonjok tiap kali gue liat dia nangis di depan gue gara gara elo”
“Sory yang gue gak bisa di bohongi, gue lihat Jovi bahagia-bahagia aja
kok selama ini”
“Gue tau lo masih peduli sama dia dan lo masih ngawasin dia diam-diam,
tapi lo selalu nangkep hal yang salah dari yang setiap lo liat, gue gak tau lo
beneran pinter atau lo cuman payah dalam ngebaca ekspresi orang tapi masa lo
gak liat gimana palsunya Jovi selama ini? dia rapuh banget, dia menderita
banget, dan gue gak bisa cuman ngebiarin hal itu”
Rozi melanjutkan, “pilihan lo cuman dua, percaya sama kata-kata gue
kalau Jovi emang beneran menderita banget selama ini karena dia cintah setengah
mati sama lo dan kembali sama dia atau pergi dan jangan pernah muncul lagi di
hidup Jovi, pilihan lo” Rozi mengambil kembali kaset yang tadi di taruhnya,
“sekarang permisi gue mau bayar kaset ini dulu”
Saat melewati Mikey, Rozi sempat berbisik “pikirin baik-baik, lo cuman
punya satu kesempatan” dan itu suksed membuat Mikey pusing tujuh keliling.
* * *
Jovi menapakkan kakinya di gerbang kampus yang akan menjadi kampusnya.
saat sedang mengedarkan pandangan di sekeliling ia melihat sebuah sosok
familiar sedang bersandar di gerbang kampus. mukanya terlihat gelisah dan ia
terus mengigiti bibirnya sendiri, tangannya yang di masukkan ke kantong celana
jeans levi’s nya terlihat bergetar dan kakinya terus bergoyang goyang memainkan
pasir di ujung sepatunya. begitu ia menyadari ada yang memperhatikannya ia
mendongak dan mendapati orang yang di tunggu-tunggu.
Mikey berusaha untuk tidak bergetar saat menghampiri Jovi. tak tau
bagaimana harus memulai akhirnya mereka berdua hanya berdiri kaku sambil
menatap satu sama lain.
“Ngapain kamu disini?” mengumpulkan segala kekuatannya Jovi yang lebih
dulu mengeluarkan suara.
“Ehm… aku ada tes masuk di kampus ini” jawab Mikey kikuk sambil mengusap
rambutnya.
“Kamu daftar di kampus ini?” tanya Jovi ragu-ragu, Mikey mengangguk
mantap, “kenapa? bukannya harusnya kamu sudah masuk ke Harvard sekarang ini?”
Mikey mengedikkan bahunya dengan santai, “aku gak mau masuk ke Harvard,
lagian kamu kan tau aku suka banget sama makanan Indonesia, bakal repot banget
nyari makanan Indo disana nanti”
Jika mungking pasti rahang Jovi sudah terjatuh di tanah sekarang, Mikey
tersenyum sambil memegang dagu Jovi untuk mengatupkan mulut cewek itu, “jadi
kamu nolak permintaan orang tua kamu? mami kamu?”
Lagi-lagi Mikey mengedikkan bahunya, “yah begitulah”
Kedua tangannya menemukan tangan Jovi dan memegangnya erat-erat, “Jovi
maafin aku udah jadi brengsek dan pengecut selama ini, harusnya aku tau lebih
baik dan gak membiarkan seseorang yang sangat berharga untuk kukeluar dari hidupku begitu aja, kamu mau
maafin aku kan?” air mata Jovi mulai menetes, kali ini air mata yang
dikeluarkannya untuk Mikey bukan air mata kesedihan melainkan kebahagian. Jovi
mengangguk dan ia menemukan jalannya untuk memeluk Mikey.
Jovi melepaskan pelukannya dan Mikey mengusap air mata Jovi dengan ibu
jarinya, “jadi bisa kita mulai dari awal lagi?” Jovi menatap Mikey dengan bingung,
tapi Mikey malah mengulurkan tangannya, “Hai aku Mikey dan aku bukan anak mami”
Jovi nyaris tertawa terbahak-bahak sebelum membalas uluran tangan Mikey,
“Hai Mikey, aku Jovi dan aku pernah kok pacaran sama anak mami, walaupun
menyebalkan karena dia terus di kekang sama maminya itu tapi aku tetap sayang
sama dia, sampai sekarang”
Mikey tersenyum dan memeluk Jovi lagi, “I love you Jovi, thank you for
existing” dengan itu Mikey mencium puncak kepala Jovi.
“I lobe you too Mikey, thank you for coming back for me”
Mikey dan Jovi pun berjalan bersama memasuki kampus untuk menjalani
wawancara dan tes masuk kampus ini. Mikey melingkarkan tangannya di bahu Jovi
sementara Jovi memeluk pingganya.
“Oh iya setelah ini kamu mau bantuin aku beres-beres gak? aku baru
pindah ke kos-an baru nih”
“Kamu ngekos?” Jovi menatap Mikey dengan tidak percaya.
“Iya, dan aku juga udah di terima kerja part-tiime jadi barista”
“Kamu kerja?” kali ini mata Jovi melotot sampai hampir jatuh dari
rongganya.
“Iya, kok kamu kaget gitu sih, kan aku udah bukan anak mami lagi” air
muka Mikey terlihat agak tersinggung.
Untuk sejenak Jovi speechless
tapi lalu langsung tersenyum lebar dan mencium pipi Mikey, “aku akan bantuin
kamu pindahan dan kamu harus ajak aku ke café tempat kamu kerja dan buatin aku
coffee buatanmu yang paling enak dan the best”
“My pleasure”
Jovi tidak bisa merasa lebih bangga dan bahagia dari ini untuk Mikey.
* * *
Mau tau para tokohnya?
Check it~
Jovi
Mikey
Rozi
Jodi
Tante Irene
Please Read Me;
Terima kasih jika kamu berhasil mencapai bagian ini.
Aku akan senang jika bisa mengetahui pendapatmu tentang CERPEN Si Anak Mami. Tinggalkan comment, jejak, apapun di blog ini supaya kamu bisa kembali. Itu akan sangat membantuku dan membuatku bersemangat untuk lebih banyak menulis.
Akan ada cerita baru yang akan ku upload setiap weekend.
Please leave a comment and click here to follow my blog.
Share this to your friends or families.
Bye.
♦♦♦
Cerita fiksi ini milikku, ideku dan imajinasiku!
Kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan cerita hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Segala bentuk tindakan (copy-paste, mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan) yang bertujuan untuk menjadikan tulisan ini sebagai milikmu sangat dilarang!
Comments
Post a Comment