Hidup... berasa baik, akhir-akhir ini. Damai. Tidak terlalu riuh, namun tetap sedikit berlari kesana sini tapi tidak terlalu menekan. Senyap dengan segala hal yang sesuai alur, meskipun tidak sesuai alur dibengkokkan secara manual sedikit langsung bisa kembali seperti semula.
Poinnya... semuanya terasa seperti sudah berada di tempatnya masing-masing. Paling tidak sampai dengan hari ini. Aku pun merasa pantas merasa bangga setelah melalui semua badai itu dan berakhir di hamparan lautan tenang tak berombak.
Namun di lain hal, semua orang mendapatkan ombak besar mereka masing-masing. Kapalku yang tenang melihat satu per satu punya mereka mulai berlubang, air merembas ke atas kapal dan pelan-pelan mulai tenggelam.
Aduh. Aku kehabisan perumpamaan. Rasanya otakku merasa tumpul akan bahasa sastra indah yang kini jarang ku beri pasokan dengan membaca. Mengaku punya hobi menulis tapi sudah lama vakum melakukannya. Masih pantaskah menulis "hobi: menulis" di setiap biodata yang ku tulis mengatakannya di setiap wawancara yang ku lakukan? Kupikir tidak, karena itu tidak pantas untuk si kata menulis itu sendiri dan juga diriku sendiri yang sama saja membuatku berlabel munafiq.
(Wikipedia; Munāfiq atau Munafik (kata benda, dari bahasa Arab: منافق, plural munāfiqūn) adalah terminologi dalam Islam untuk merujuk pada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama Islam, tetapi sebenarnya hati mereka memungkirinya.)
Aku sudah ikut mencantumkan arti kata yang ku italic dari wikipedia, siapa tau diantara kalian tidak tau kata-kata itu lalu tanpa sadar melakukannya.
Jadi, sekarang sudah tau? Nah, berhentilah jadi seorang munafiq. Akui dengan lantang yang kau yakini, kau percaya, kau sukai dan yang sebenarnya kau lakukan. Tak ada yang suka kebohongan. Mungkin.
Kembali ke topik sebenarnya. Iya, hidupku rasanya akhirnya bisa kembali pada tempatnya masing-masing. Sampai pada titik, "there's nothing going on in my life." Akupun mulai membanding-bandingkan hidupku pada hidup orang lain. Seperti membandingkan garis lurus dengan garis bergelombang, tidak ada habisnya. Apalagi aku merasa berada pada fase dimana: (*)aku tidak dekat dengan lawan jenis siapa pun dan aku merasa baik-baik saja, (*)aku tidak terlalu memaksa untuk harus hangout di tempat-tempat hits terbaru atau mencoba segala menu boba terbaru, dan aku merasa sangat baik-baik saja, (*)aku tidak terlalu diajak berpartisipasi dengan segala acara sosial, dan aku masih baik-baik saja.
Aku suka tempatku berada sekarang, tapi dengan adanya arus yang terjadi berlawanan dengan arusku rasanya aku seperti ingin mengikuti arus orang lain. Sikap yang cukup manusiawi sih, sebenarnya. Tapi mana mungkin, kalau 10:1 (baca: 10 setiap orang yang kutau, 1-nya adalah aku) melangsungkan pernikahan, hanya karena ingin mengikuti arus mana mungkin aku juga harus ikut menikah. Lagipula, dengan siapa? Konyol. Oke, contoh lebih simple. Bagaimana kalau setiap orang yang kau tau, yang dulunya bahkan belum pernah terlihat berpikir tentang suatu hubungan dengan lawan jenis, tiba-tiba bum! "I have this other person to share to beside you, you know." WellI, itu payah tapi lagi-lagi cukup manusiawi. Namanya juga makhluk hidup, pasti tumbuh. Tapi itu bukan berarti aku akan ikut tumbuh di area itu, Aku sudah mengalami hal itu lebih dulu jadi mungkin sekarang ini aku akan tumbuh di area lain dan membiarkan orang lain tumbuh di area itu. Sial, aku kembali ke sebuah perumpamaan. Maaf, kalau itu membingungkan.
Apalagi ya... Lingkaran sosial, kali ya. Kegiatan ku saat ini hanya bekerja. Belum ada keputusan untukku memulai kuliah lagi. Jadi, ya tidak banyak lingkaran sosial ku. Apalagi aku termasuk introvert. Aku perlu seorang ekstrovert untuk mengadopsi agar aku bisa bersosialisasi dan berkamuflasi menjadi ekstrovert. (Apa 'berkamuflasi' sebuah kata sungguhan? Entahlah, setidaknya itu kata yang bisa ku pikirkan. Perumpamaan lain. Ha ha.
Baiklah.
Lagi-lagi tulisan ini singkat. Karena memang hanya ini yang bisa ku pikirkan. Sebenarnya banyak yang bisa ku pikirkan, tapi kembali lagi ke paragraf 4 bahwasanya sisi otak penulis ku sedikit tumpul dan mungkin sedikit berkarat karena tidak diasah.
Jadi, mungkin aku akan cerita lagi lain waktu.
Kembali ke topik sebenarnya. Iya, hidupku rasanya akhirnya bisa kembali pada tempatnya masing-masing. Sampai pada titik, "there's nothing going on in my life." Akupun mulai membanding-bandingkan hidupku pada hidup orang lain. Seperti membandingkan garis lurus dengan garis bergelombang, tidak ada habisnya. Apalagi aku merasa berada pada fase dimana: (*)aku tidak dekat dengan lawan jenis siapa pun dan aku merasa baik-baik saja, (*)aku tidak terlalu memaksa untuk harus hangout di tempat-tempat hits terbaru atau mencoba segala menu boba terbaru, dan aku merasa sangat baik-baik saja, (*)aku tidak terlalu diajak berpartisipasi dengan segala acara sosial, dan aku masih baik-baik saja.
Aku suka tempatku berada sekarang, tapi dengan adanya arus yang terjadi berlawanan dengan arusku rasanya aku seperti ingin mengikuti arus orang lain. Sikap yang cukup manusiawi sih, sebenarnya. Tapi mana mungkin, kalau 10:1 (baca: 10 setiap orang yang kutau, 1-nya adalah aku) melangsungkan pernikahan, hanya karena ingin mengikuti arus mana mungkin aku juga harus ikut menikah. Lagipula, dengan siapa? Konyol. Oke, contoh lebih simple. Bagaimana kalau setiap orang yang kau tau, yang dulunya bahkan belum pernah terlihat berpikir tentang suatu hubungan dengan lawan jenis, tiba-tiba bum! "I have this other person to share to beside you, you know." WellI, itu payah tapi lagi-lagi cukup manusiawi. Namanya juga makhluk hidup, pasti tumbuh. Tapi itu bukan berarti aku akan ikut tumbuh di area itu, Aku sudah mengalami hal itu lebih dulu jadi mungkin sekarang ini aku akan tumbuh di area lain dan membiarkan orang lain tumbuh di area itu. Sial, aku kembali ke sebuah perumpamaan. Maaf, kalau itu membingungkan.
Apalagi ya... Lingkaran sosial, kali ya. Kegiatan ku saat ini hanya bekerja. Belum ada keputusan untukku memulai kuliah lagi. Jadi, ya tidak banyak lingkaran sosial ku. Apalagi aku termasuk introvert. Aku perlu seorang ekstrovert untuk mengadopsi agar aku bisa bersosialisasi dan berkamuflasi menjadi ekstrovert. (Apa 'berkamuflasi' sebuah kata sungguhan? Entahlah, setidaknya itu kata yang bisa ku pikirkan. Perumpamaan lain. Ha ha.
Baiklah.
Lagi-lagi tulisan ini singkat. Karena memang hanya ini yang bisa ku pikirkan. Sebenarnya banyak yang bisa ku pikirkan, tapi kembali lagi ke paragraf 4 bahwasanya sisi otak penulis ku sedikit tumpul dan mungkin sedikit berkarat karena tidak diasah.
Jadi, mungkin aku akan cerita lagi lain waktu.
Comments
Post a Comment